
BI: Defisit Transaksi Berjalan Tak akan Lebih dari 2,5% PDB
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
22 June 2018 11:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengaku optimistis defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) sepanjang 2018 berada di bawah 2,5% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Hal tersebut dikemukakan Perry usai menggelar halal bihalal bersama dengan seluruh jajaran pegawai bank sentral di Menara Sjafruddin Prawiranegara, kompleks BI, Jumat (22/6/2018).
"Kalau lihat secara tahunan, prediksi kami tidak lebih dari 2,5% dari PDB. Tingkat CAD naik karena tingkat ekonomi baik, tapi masih aman," kata Perry.
Perry mengakui, posisi CAD pada kuartal kedua tahun ini memang bisa lebih tinggi dibandingkan kuartal pertama. Namun, hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan lantaran itu memang terjadi secara musiman.
Transaksi berjalan yang masih mengalami defisit, memang mengancam nilai tukar rupiah lantaran minimnya cadangan valutas asing di dalam negeri. Namun, Perry menilai, langkah pre emptive yang dilakukan BI bisa mengundang kembali modal masuk.
"Dengan kenaikan suku bunga, maka akan membuat investasi di SBN atau fixed income di Indonesia itu menarik, sehingga inflow di SBN atau obligasi korporasi menarik," jelasnya.
Selain kenaikan bunga, BI pun meyakini rencana untuk merelaksasi kebijakan makroprudensial terkait Loan To Value (LTV) akan kembali menggairahkan investasi di dalam negeri. Kebijakan ini, pun rencananya akan segera diumumkan.
"Relaksasi sektor perumahan itu akan menarik investasi baik di dalam ataupun luar negeri. CAD yang aman, semakin aman dan kuat karena pembiayaannya semakin kuat," ungkapnya.
(dru) Next Article Gubernur BI: Rupiah Masih Undervalue, Ada Potensi Menguat!
Hal tersebut dikemukakan Perry usai menggelar halal bihalal bersama dengan seluruh jajaran pegawai bank sentral di Menara Sjafruddin Prawiranegara, kompleks BI, Jumat (22/6/2018).
"Kalau lihat secara tahunan, prediksi kami tidak lebih dari 2,5% dari PDB. Tingkat CAD naik karena tingkat ekonomi baik, tapi masih aman," kata Perry.
Transaksi berjalan yang masih mengalami defisit, memang mengancam nilai tukar rupiah lantaran minimnya cadangan valutas asing di dalam negeri. Namun, Perry menilai, langkah pre emptive yang dilakukan BI bisa mengundang kembali modal masuk.
"Dengan kenaikan suku bunga, maka akan membuat investasi di SBN atau fixed income di Indonesia itu menarik, sehingga inflow di SBN atau obligasi korporasi menarik," jelasnya.
Selain kenaikan bunga, BI pun meyakini rencana untuk merelaksasi kebijakan makroprudensial terkait Loan To Value (LTV) akan kembali menggairahkan investasi di dalam negeri. Kebijakan ini, pun rencananya akan segera diumumkan.
"Relaksasi sektor perumahan itu akan menarik investasi baik di dalam ataupun luar negeri. CAD yang aman, semakin aman dan kuat karena pembiayaannya semakin kuat," ungkapnya.
(dru) Next Article Gubernur BI: Rupiah Masih Undervalue, Ada Potensi Menguat!
Most Popular