
AS-China Makin Panas, Bursa Saham Eropa ke Zona Merah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
19 June 2018 15:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Eropa dibuka melemah pada perdagangan hari ini: indeks DAX (Jerman) melemah 1,5% ke level 12.647,07 dan indeks CAC 40 (Prancis) melemah 1,2% ke level 5.387,81. Sementara itu, indeks SXXP 600 yang berisi 600 perusahaan dari 17 negara di wilayah Eropa berada dibuka di level 384,71 atau turun 0,3% dibandingkan penutupan hari Senin (18/6/2018).
Makin panasnya hubungan AS-China dalam bidang perdagangan membawa petaka bagi bursa saham Benua Biru. Teranyar, pada hari Senin waktu setempat (18/6/2018), Presiden Donald Trump mengeluarkan sebuah pernyataan yang isinya menjelaskan bahwa dirinya telah memerintahkan United States Trade Representative (USTR) untuk mengidentifikasi barang-barang impor asal China senilai US$ 200 miliar yang akan dikenakan bea masuk tambahan senilai 10%.
"Setelah proses hukum selesai, bea masuk ini akan berlaku jika China menolak untuk mengubah praktik-praktiknya (mencuri kekayaan intelektual dan teknologi asal AS) dan jika China bersikeras untuk menerapkan bea masuk yang baru-baru ini mereka umumkan".
Tak sampai disitu, Trump mengancam bahwa jika China kembali menaikkan bea masuk untuk barang-barang asal AS, bea masuk baru untuk produk-produk impor China lainnya senilai US$ 200 akan diterapkan.
Celakanya, kubu China tak melunak dan justru bereaksi keras terhadap keputusan dari Gedung Putih tersebut. Mengutip CNBC International, Menteri Perdagangan China mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan aksi balasan jika AS nantinya menerbitkan daftar barang-barang yang akan dikenakan bea masuk baru.
Dalam pernyataan yang dipublikasikan di situs resminya, mereka mengungkapkan bahwa China akan melindungi kepentingan-kepentingannya dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif.
Perang dagang ini berpotensi terjadi saat the Federal Reserve semakin meninggalkan era suku bunga rendah. The Federal Reserve kini memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan yang akan menyentuh 4 kali pada tahun ini. Hal ini terungkap pasca mereka mengumumkan hasil pertemuannya beberapa hari yang lalu.
Pada pertemuan bulan Maret, median dari dot plot masih mantap berada di level 2-2,25% pada akhir tahun, menandakan kenaikan suku bunga acuan sebanyak 3 kali pada tahun ini. Namun, kini mediannya sudah berada di 2,25-2,5%, mengindikasikan kenaikan sebanyak 2 kali lagi pada tahun ini (4 kali secara keseluruhan).
Kemudian, proyeksi mengenai lemahnya ekonomi Inggris juga ikut membebani bursa saham kawasan Eropa. British Chambers of Commerce (BCC) atau yang di Indoensia setara dengan Kamar Dagang memperkirakan bahwa ekonomi Inggris akan tumbuh pada titik terendah sejak krisis keuangan global (2009), seiring dengan lemahnya konsumsi rumah tangga, investasi, dan perdagangan, seperti dikutip dari Financial Times.
BCC memproyeksikan ekonomi Inggris hanya akan tumbuh sebesar 1,3% pada tahun ini, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 1,4%.
"Jika terealisasikan (proyeksi tersebut), akan menjadi pertumbuhan ekonomi tahunan terlemah sejak 2009, kala ekonomi sedang berada dalam pergolakan krisis keuangan gobal," terang BCC.
Bahkan, BCC juga memproyeksikan ekonomi Inggris akan memasuki periode 'mati suri' dikarenakan kombinasi dari tingginya utang rumah tangga dengan lemahnya investasi dan perdagangan.
Sampai dengan berita ini diturunkan, indeks FTSE 100 (Inggris) melemah 0,69% ke level 7.578,72.
(ank/hps) Next Article Nantikan Hasil Pertemuan ECB, Bursa Saham Eropa Melemah
Makin panasnya hubungan AS-China dalam bidang perdagangan membawa petaka bagi bursa saham Benua Biru. Teranyar, pada hari Senin waktu setempat (18/6/2018), Presiden Donald Trump mengeluarkan sebuah pernyataan yang isinya menjelaskan bahwa dirinya telah memerintahkan United States Trade Representative (USTR) untuk mengidentifikasi barang-barang impor asal China senilai US$ 200 miliar yang akan dikenakan bea masuk tambahan senilai 10%.
"Setelah proses hukum selesai, bea masuk ini akan berlaku jika China menolak untuk mengubah praktik-praktiknya (mencuri kekayaan intelektual dan teknologi asal AS) dan jika China bersikeras untuk menerapkan bea masuk yang baru-baru ini mereka umumkan".
Celakanya, kubu China tak melunak dan justru bereaksi keras terhadap keputusan dari Gedung Putih tersebut. Mengutip CNBC International, Menteri Perdagangan China mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan aksi balasan jika AS nantinya menerbitkan daftar barang-barang yang akan dikenakan bea masuk baru.
Dalam pernyataan yang dipublikasikan di situs resminya, mereka mengungkapkan bahwa China akan melindungi kepentingan-kepentingannya dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif.
Perang dagang ini berpotensi terjadi saat the Federal Reserve semakin meninggalkan era suku bunga rendah. The Federal Reserve kini memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan yang akan menyentuh 4 kali pada tahun ini. Hal ini terungkap pasca mereka mengumumkan hasil pertemuannya beberapa hari yang lalu.
Pada pertemuan bulan Maret, median dari dot plot masih mantap berada di level 2-2,25% pada akhir tahun, menandakan kenaikan suku bunga acuan sebanyak 3 kali pada tahun ini. Namun, kini mediannya sudah berada di 2,25-2,5%, mengindikasikan kenaikan sebanyak 2 kali lagi pada tahun ini (4 kali secara keseluruhan).
Kemudian, proyeksi mengenai lemahnya ekonomi Inggris juga ikut membebani bursa saham kawasan Eropa. British Chambers of Commerce (BCC) atau yang di Indoensia setara dengan Kamar Dagang memperkirakan bahwa ekonomi Inggris akan tumbuh pada titik terendah sejak krisis keuangan global (2009), seiring dengan lemahnya konsumsi rumah tangga, investasi, dan perdagangan, seperti dikutip dari Financial Times.
BCC memproyeksikan ekonomi Inggris hanya akan tumbuh sebesar 1,3% pada tahun ini, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 1,4%.
"Jika terealisasikan (proyeksi tersebut), akan menjadi pertumbuhan ekonomi tahunan terlemah sejak 2009, kala ekonomi sedang berada dalam pergolakan krisis keuangan gobal," terang BCC.
Bahkan, BCC juga memproyeksikan ekonomi Inggris akan memasuki periode 'mati suri' dikarenakan kombinasi dari tingginya utang rumah tangga dengan lemahnya investasi dan perdagangan.
Sampai dengan berita ini diturunkan, indeks FTSE 100 (Inggris) melemah 0,69% ke level 7.578,72.
(ank/hps) Next Article Nantikan Hasil Pertemuan ECB, Bursa Saham Eropa Melemah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular