
Nilai Tukar
Darmin: Kunci Penguatan Rupiah di Neraca Perdagangan
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
16 June 2018 13:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui, nilai tukar Rupiah saat ini memang belum normal, meski tidak terlalu bergejolak seperti sebelummya setelah Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan.
"Kurs memang sempat agak gonjang-ganjing, sekarang pun belum normal benar, tetapi sudah lebih tenang," ujar Darmim saat open house hari raya Idul Fitri di rumah dinasnya, di Jakarta, Sabtu (16/6/2018).
Mantan Gubernur BI ini menilai, saat ini yang terpenting adalah menjaga pergerakan neraca perdagangan agar terus membaik menuju positif. Sebab, dengan neraca perdagangan yang menguat, akan dapat turut memperkuat mata uang Garuda juga.
Darmin menilai, investasi khususnya di komoditas ekspor, menjadi hal yang sangat krusial untuk memperbaiki kurs. Dengan ekspor yang meningkat, rupiah dapat kembali berjaya.
Namun saat ini, laju ekspor tercatat melambat dibandingkan impor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada April 2018, ekspor Indonesia hanya mencapai US$ 14,47 miliar, atau tumbuh 9,01% (yoy), tetapi impor tercatat sebesar US$ 16,09 miliar atau tumbuh 34,68% (yoy).
"(Neraca) perdagangan Indonesia memang defisit dalam dua sampai tiga bulan terakhir. Ikut memengaruhi tekanan terhadap pelemahan rupiah, tetapi setelah kami berkoordinasi antara pemerintah, OJK, BI, LPS, situasi bisa lebih terkendali dan pasar lebih percaya karena tadinya dianggap tidak respons dengan baik," jelasnya.
"Ada hal yang tidak bisa diperbaiki hanya dengan langkah-langkah seperti itu. Kami ke depan harus mulai menghidupkan lagi investasi terutama bertujuan ekspor," tandasnya.
(dob) Next Article Gara-Gara Pernyataan The Fed, Rupiah Melemah
Mantan Gubernur BI ini menilai, saat ini yang terpenting adalah menjaga pergerakan neraca perdagangan agar terus membaik menuju positif. Sebab, dengan neraca perdagangan yang menguat, akan dapat turut memperkuat mata uang Garuda juga.
Namun saat ini, laju ekspor tercatat melambat dibandingkan impor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada April 2018, ekspor Indonesia hanya mencapai US$ 14,47 miliar, atau tumbuh 9,01% (yoy), tetapi impor tercatat sebesar US$ 16,09 miliar atau tumbuh 34,68% (yoy).
"(Neraca) perdagangan Indonesia memang defisit dalam dua sampai tiga bulan terakhir. Ikut memengaruhi tekanan terhadap pelemahan rupiah, tetapi setelah kami berkoordinasi antara pemerintah, OJK, BI, LPS, situasi bisa lebih terkendali dan pasar lebih percaya karena tadinya dianggap tidak respons dengan baik," jelasnya.
"Ada hal yang tidak bisa diperbaiki hanya dengan langkah-langkah seperti itu. Kami ke depan harus mulai menghidupkan lagi investasi terutama bertujuan ekspor," tandasnya.
(dob) Next Article Gara-Gara Pernyataan The Fed, Rupiah Melemah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular