Perang Dagang dan Harga Minyak Bikin Bursa Eropa Terpeleset

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 June 2018 08:28
Bursa saham Eropa berjatuhan pada perdagangan yang berakhir dini tadi tadi waktu Indonesia.
Foto: REUTERS/Staff/Remote
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Eropa berjatuhan pada perdagangan yang berakhir dini tadi tadi waktu Indonesia. Senada dengan Wall Street, kejatuhan bursa Benua Biru juga disebabkan oleh sentimen perang dagang.

Pada perdagangan yang ditutup Sabtu (16/5/2018) dini hari waktu Indonesia, index DAX di Jerman terkoreksi 0,74%. Sementara CAC 40 (Prancis) turun 0,48%, FTMIB (Italia) anjlok 1,32%, dan Euronext 100 berkurang 0,52%. 

Setelah kejatuhan bursa Eropa, Wall Street mengikuti dengan pelemahan di tiga indeks utama. Dow Jones Industrial AVerage (DJIA) turun 0,34%, S&P 500 melemah 0,11%, dan Nasdaq berkurang 0,19%. 


Sejumlah isu negatif membayangi bursa saham. Pertama adalah tensi perang dagang yang kembali meninggi.

Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan mengenakan bea masuk sebesar 25% bagi 818 produk China, berlaku efektif mulai 6 Juli. Beijing pun membalas dengan menerapkan bea masuk 25% untuk 659 produk AS, juga berlaku mulai 6 Juli.
 Menanggapi hal tersebut, Trump menegaskan bahwa AS tidak segan untuk menambah daftar produk China yang akan kena bea masuk jika China melakukan pembalasan.

"Bea masuk ini sangat penting untuk melindungi alih teknologi dan kekayaan intelektual yang tidak adil oleh China. Pada akhirnya ini akan melindungi lapangan kerja di AS," tegasnya, dikutip dari Reuters.


Perkembangan ini membuat pelaku pasar tidak nyaman. Sebab, perang dagang tentu akan mengancam arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia.  

Sentimen kedua yang menyebabkan koreksi bursa saham Eropa adalah penurunan harga minyak. Saat ini harga minyak jenis light sweet turun 3,75% sementara brent anjlok 3,86%. 

Selain akibat isu perang dagang, jatuhnya harga si emas hitam juga didorong oleh kemungkinan bertambahnya pasokan minyak dunia. Keputusan soal produksi ini akan dibahas dalam pertemuan Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) di Wina pekan depan. 

Sejak awal 2017, OPEC dan Rusia sepakat untuk mengurangi produksi demi mengatrol harga minyak yang sempat anjlok hingga ke level US$ 30/barel. Namun kini Rusia dan Arab Saudi (pemimpin OPEC secara de facto) sepertinya siap untuk keluar dari kesepakatan itu. 

"Pada prinsipnya, kami mendukung ini (penambahan produksi). Sudah jelas bahwa kesepakatan ini harus diselesaikan secara bertahap," ungkap Menteri Energi Rusia Alexander Novak setelah pertemuannya dengan Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih, seperti dikutip dari Reuters. 

"Kami akan lihat ke mana arah perkembangannya. Namun kami akan membuat kesepakatan yang bisa memuaskan semua pihak, khususnya pasar," tambah al-Falih. 

Penurunan harga minyak membuat saham emiten-emiten energi terjun bebas. Misalnya saham Shell yang anjlok 3,31% dan membawa indeks Euronext ke zona merah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Rencana Brexit & Vaksinasi Lancar, Bursa Eropa Menghijau

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular