
Setelah Reli 8 Hari, Rupiah Berbalik Melemah Lawan Yuan
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
05 June 2018 12:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap yuan China bergerak melemah pada perdagangan hari ini, setelah 8 hari sebelumnya selalu menguat. Pelemahan ini didorong oleh menggeliatnya sektor manufaktur di China, serta aksi ambil untung setelah rilis data inflasi Indonesia.
Pada Selasa (5/6/2018) pukul 11:50 WIB, CNY 1 dibanderol Rp 2.164,3. Rupiah melemah 0,12% dibandingkan dengan perdagangan hari sebelumnya.
Pelemahan rupiah mendorong harga jual yuan di beberapa bank nasional bergerak naik. Berikut perkembangan perdagangan yuan hingga pukul 12:00 WIB.
Yuan mendapatkan energi positif dari aktivitas manufaktur China yang tetap menggeliat meski terhimpit perkembangan perang dagang dengan Amerika Serikat (AS). Pemerintah Negeri Tirai Bambu melaporkan indeks manufaktur bulan Mei 2018 yang ditunjukkan Purchasing Managers' Index (PMI) berada di level 51,9, atau tertinggi sejak Oktober 2017.
Data tersebut juga mampu melampaui konsensus yang dihimpun Reuters, di mana sejumlah ekonom memprediksi PMI manufaktur China pada Mei 2018 turun ke 51,3, dari bulan April yang mencapai 51,4.
Permintaan yang kuat dan keuntungan yang diperoleh akibat harga komoditas global yang meningkat berkontribusi pada meningkatnya PMI manufaktur Mei, kata Zhao Qinghe, ahli statistik di Biro Statistik Nasional China seperti dilansir dari CNBC International.
China juga melaporkan PMI sektor jasa pada Mei 2018 mencapai 54,9 naik dari bulan April sebesar 54,8 seiring adanya transisi raksasa manufaktur ke sektor jasa dan konsumsi yang mendorong perekonomian.
"Sangat mengesankan, China telah mampu mempertahankan momentumnya terlepas dari fakta bahwa Presiden Xi [Jinping] sedang memenuhi janjinya dan mungkin mengorbankan sedikit kekuatan ekonomi untuk stabilitas," kata Carl Tannenbaum, kepala Ekonom Northern Trust, mengacu pada reformasi keuangan di China.
Selain itu, hari ini indeks sektor jasa China versi Caixin periode Mei 2018 tercatat stagnan di level 52,9, sesuai dengan ekspektasi pasar. Satu catatan kecil hanyalah indeks manufaktur China versi Caixin yang dilaporkan stagnan di level 51,1 pada, atau sedikit meleset dari konsensus sebesar 51,3.
Sebagai informasi, indeks PMI China berfokus pada perusahaan besar dan perusahaan milik negara, sementara satu set bacaan lain oleh Caixin (dan IHS Markit) berfokus pada usaha kecil dan menengah.
Sementara itu, dari dalam negeri, rupiah memang cenderung melemah pasca rilis data inflasi kemarin. Laju inflasi Mei secara bulanan (month-to-month/MtM) adalah 0,21%. Kemudian inflasi tahunan (year-on-year/YoY) adalah 3,23% dan inflasi inti secara tahunan di 2,75%.
Rilis ini masih sejalan dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi Mei secara MtM sebesar 0,25%. Sementara inflasi YoY diproyeksikan 3,3% dan inflasi inti YoY diramal 2,76%. Bahkan realisasinya sedikit lebih baik.
Pelaku pasar memang sudah terlebih dulu mengantisipasi bahwa inflasi akan terkendali pada Mei. Ini menjadi salah satu yang membuat rupiah menguat dalam beberapa waktu terakhir.
Artinya, laju inflasi Mei sudah priced in di mata investor. Akibatnya, begitu data dirilis maka yang terjadi adalah aksi ambil untung. Pameo buy the rumor and sell the news benar-benar berlaku di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(RHG) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Selasa (5/6/2018) pukul 11:50 WIB, CNY 1 dibanderol Rp 2.164,3. Rupiah melemah 0,12% dibandingkan dengan perdagangan hari sebelumnya.
![]() |
Pelemahan rupiah mendorong harga jual yuan di beberapa bank nasional bergerak naik. Berikut perkembangan perdagangan yuan hingga pukul 12:00 WIB.
![]() |
Yuan mendapatkan energi positif dari aktivitas manufaktur China yang tetap menggeliat meski terhimpit perkembangan perang dagang dengan Amerika Serikat (AS). Pemerintah Negeri Tirai Bambu melaporkan indeks manufaktur bulan Mei 2018 yang ditunjukkan Purchasing Managers' Index (PMI) berada di level 51,9, atau tertinggi sejak Oktober 2017.
Data tersebut juga mampu melampaui konsensus yang dihimpun Reuters, di mana sejumlah ekonom memprediksi PMI manufaktur China pada Mei 2018 turun ke 51,3, dari bulan April yang mencapai 51,4.
Permintaan yang kuat dan keuntungan yang diperoleh akibat harga komoditas global yang meningkat berkontribusi pada meningkatnya PMI manufaktur Mei, kata Zhao Qinghe, ahli statistik di Biro Statistik Nasional China seperti dilansir dari CNBC International.
China juga melaporkan PMI sektor jasa pada Mei 2018 mencapai 54,9 naik dari bulan April sebesar 54,8 seiring adanya transisi raksasa manufaktur ke sektor jasa dan konsumsi yang mendorong perekonomian.
"Sangat mengesankan, China telah mampu mempertahankan momentumnya terlepas dari fakta bahwa Presiden Xi [Jinping] sedang memenuhi janjinya dan mungkin mengorbankan sedikit kekuatan ekonomi untuk stabilitas," kata Carl Tannenbaum, kepala Ekonom Northern Trust, mengacu pada reformasi keuangan di China.
Selain itu, hari ini indeks sektor jasa China versi Caixin periode Mei 2018 tercatat stagnan di level 52,9, sesuai dengan ekspektasi pasar. Satu catatan kecil hanyalah indeks manufaktur China versi Caixin yang dilaporkan stagnan di level 51,1 pada, atau sedikit meleset dari konsensus sebesar 51,3.
Sebagai informasi, indeks PMI China berfokus pada perusahaan besar dan perusahaan milik negara, sementara satu set bacaan lain oleh Caixin (dan IHS Markit) berfokus pada usaha kecil dan menengah.
Sementara itu, dari dalam negeri, rupiah memang cenderung melemah pasca rilis data inflasi kemarin. Laju inflasi Mei secara bulanan (month-to-month/MtM) adalah 0,21%. Kemudian inflasi tahunan (year-on-year/YoY) adalah 3,23% dan inflasi inti secara tahunan di 2,75%.
Rilis ini masih sejalan dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi Mei secara MtM sebesar 0,25%. Sementara inflasi YoY diproyeksikan 3,3% dan inflasi inti YoY diramal 2,76%. Bahkan realisasinya sedikit lebih baik.
Pelaku pasar memang sudah terlebih dulu mengantisipasi bahwa inflasi akan terkendali pada Mei. Ini menjadi salah satu yang membuat rupiah menguat dalam beberapa waktu terakhir.
Artinya, laju inflasi Mei sudah priced in di mata investor. Akibatnya, begitu data dirilis maka yang terjadi adalah aksi ambil untung. Pameo buy the rumor and sell the news benar-benar berlaku di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(RHG) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Most Popular