Suku Bunga Acuan Naik, IHSG Paling Buruk di Asia

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
31 May 2018 12:33
IHSG ditutup melemah 0,92% sampai dengan akhir sesi 1 ke level 5.955,59. Performa IHSG hingga siang hari ini merupakan yang terburuk di Asia.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,92% sampai dengan akhir sesi I ke level 5.955,59. Performa IHSG hingga siang hari ini merupakan yang terburuk di Asia.

Indeks Nikkei menguat 0,75%, indeks Kospi menguat 0,47%, indeks Strait Times menguat 0,29%, indeks Shanghai menguat 1,44%, indeks Hang Seng menguat 0,74%, indeks KLCI (Malaysia) menguat 0,45%, dan indeks SET (Thailand) melemah 0,22%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 3,7 triliun dengan volume sebanyak 5,35 miliar saham. Frekuensi perdagangan adalah 217.227 kali.

Saham-saham yang berkontribusi paling signifikan bagi pelemahan IHSG diantaranya: PT Bakrie & Brothers Tbk/BNBR (-24,8%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-2,07%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-2,22%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-1,05%), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-1,77%).

Kenaikan suku bunga acuan sebesar 25bps yang diumumkan kemarin (30/5/2018) oleh Bank Indonesia (BI) benar-benar menjadi momok bagi bursa saham dalam negeri. Kenaikan suku bunga acuan dianggap berpotensi memperlambat laju perekonomian Indonesia, seiring dengan suku bunga kredit yang sangat mungkin dinaikkan oleh perbankan.

Ketika suku bunga kredit rendah saja, penyalurannya sudah terbilang lemah; BI mencatat pertumbuhan kredit perbankan hanya mencapai 8,5% YoY per akhir Maret 2018, lebih rendah dibandingkan posisi Maret 2017 sebesar 9,2% YoY. Realisasi tersebut juga jauh di bawah target BI untuk tahun ini yang berada di kisaran dua digit. Hal ini tentu bukan berita baik bagi pasar saham.

Kemudian, investor asing nampak masih enggan menyentuh saham-saham di dalam negeri, terlepas dari rupiah yang menguat sebesar 0,68% di pasar spot ke level Rp 13.890/dolar AS. Padahal kala rupiah menguat, berinvestasi dalam aset-aset berdenominasi rupiah menjadi lebih menggiurkan karena ada potensi keuntungan kurs yang bisa diraup. Sampai akhir sesi 1, jual bersih investor asing tercatat sebesar Rp 76,14 miliar.

Saham-saham yang paling banyak dilepas investor asing diantaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 46,1 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 33,51 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 31,08 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 29,41 miliar), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (Rp 16,64 miliar).

Investor asing bisa saja menganggap penguatan rupiah lebih diakibatkan oleh faktor eksternal dan bukan karena kenaikan suku bunga acuan oleh BI.

Sentimen eksternal memang terbilang sangat kondusif bagi pasar keuangan benua kuning pada pagi hari ini. Dari Italia, kini dua partai populis terbesar di italia yakni Five Star Movement dan League kembali mencoba membentuk pemerintahan yang baru.

Sebelumnya, rencana mereka untuk berkoalisi gagal setelah Presiden Sergio Mattarella menolak nominasi Paolo Savona sebagai Menteri Ekonomi. Mattarella menolak nominasi Savona karena sempat mengancam akan membawa Italia keluar dari Uni Eropa.

Sempat menyuarakan keinginannya agar pemilu dadakan (snap election) diadakan secepat mungkin, kini pemimpin League Matteo Salvini justru menyuarakan optimisme atas pembentukan pemerintahan yang baru.

"Saya berharap kita bisa membentuk pemerintahan. Nanti kita lihat saja," ujar Salvini seperti dikutip Reuters.

Sikap Salvini yang berubah 180 derajat tersebut dimotori oleh aksi Presiden Mattarella yang melakukan pertemuan dengan Salvini dan pimpinan dari Five Star Movement pada hari Rabu waktu setempat (30/5/2018). Walaupun pertemuan ini tak langsung berhasil membuahkan pemerintahan yang baru, Mattarella memberikan waktu bagi kedua partai untuk mencoba mencapai kesepakatan.

Akibat dari meredanya tensi politik di Italia, persepsi bahwa Negeri Pizza tersebut akan mengikuti langkah Inggris hengkang dari Uni Eropa bisa sejenak dihapus dari benak investor.

Terlebih, lelang obligasi pemerintah Italia juga berlangsung lancar, mencerminkan bahwa pelaku pasar memang masih menaruh optimisme terhadap masa depan Italia.

Kemarin, Italia melelang dua seri obligasi yaitu tenor 5 tahun dan 10 tahun. Hasilnya cukup memuaskan, dimana Italia berhasil meraup dana senilai 5,57 miliar euro. Angka ini berada dalam kisaran target indikatif pemerintah yaitu 3,75-6 miliar euro.

Dari AS, ADP merilis penciptaan lapangan kerja pada bulan Mei di angka 178.000, lebih rendah dibandingkan konsensus pasar yang sebesar 191.000. Hal ini lantas menimbulkan persepsi bahwa the Federal Reserve belum akan menaikkan suku bunga acuan sampai dengan 4 kali pada tahun ini.

Pudarnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan yang kelewat agresif lantas membuat dolar AS goyah. HIngga berita ini diturunkan, indeks dolar AS yang menggambarkan pergerakan greenback terhadap mata uang utama dunia lainnya melemah sebesar 0,1% ke level 94,055.
(hps) Next Article BI Naikkan Suku Bunga, IHSG Ukir Titik Terendah Baru

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular