Newsletter

Suku Bunga Acuan vs Kisruh Italia, Mana yang Lebih Kuat?

Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
30 May 2018 06:16
Suku Bunga Acuan vs Kisruh Italia, Mana yang Lebih Kuat?
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat tajam pada perdagangan awal pekan ini. Ekspektasi kenaikan suku bunga acuan mampu mendongrak IHSG. 

Pada perdagangan awal pekan, IHSG melesat 1,55% ke 6.068,33. Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 8,4 triliun dengan volume 9,5 miliar saham. Frekuensi perdagangan adalah 424.559 kali. 

Faktor domestik dan eksternal memang kondusif bagi IHSG untuk mengawali awal pekan dengan manis. Dari dalam negeri, investor bersemangat karena tingginya ekspektasi kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 day reverse repo rate dalam Rapat Dewan Gubenur (RDG) tambahan hari ini. 

BI memutuskan untuk menggelar RDG tambahan di luar jadwal untuk merespons perkembangan ekonomi terkini. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75%. 

Indikasi ke arah sana memang cukup kuat. Perry Warjiyo, Gubernur BI, sudah beberapa kali menyebut bahwa bank sentral akan mengantisipasi pertemuan The Federal Reserve/The Fed pada 13 Juni mendatang. Dalam pertemuan tersebut, kemungkinan The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 1,75-2% adalah 76,3%. 

Oleh karena The Fed kemungkinan besar menaikkan suku bunga, maka pelaku pasar memperkirakan BI akan merespons dengan kebijakan yang sama. Apalagi Perry menegaskan bahwa BI tidak ingin 'ketinggalan kereta'. 

"RDG tambahan ini untuk merumuskan kebijakan, sekaligus langkah untuk FOMC (Federal Open Market Committee) meeting Juni. We want to be ahead the curve," tegas Perry dalam konfrensi pers, Senin (28/5/2018). 

Jika BI ingin ahead the curve, maka suku bunga acuan memang harus naik dalam RDG tambahan hari ini. Sebab RDG rutin yang terjadwal baru dilakukan pada 27-28 Juni, dua pekan setelah pertemuan The Fed.  

Prospek kenaikan suku bunga acuan membuat investor bergairah. Aset-aset berbasis rupiah pun diburu, terlihat dari nilai beli bersih investor asing yang mencapai Rp 512,3 miliar. Derasnya aliran modal asing membuat rupiah mampu menguat hingga 0,92% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan awal pekan ini. 

Tidak hanya dari dalam negeri, situasi eksternal pun mendukung lonjakan IHSG pada perdagangan sebelum libur perayaan Hari Trisuci Waisak. Perundingan AS-Korea Selatan yang sempat terancam batal kini kemungkinan besar akan terwujud. 

"Kami sedang melakukan pembicaraan yang produktif untuk mengadakan kembali pertemuan (dengan Korea Utara). Bila terwujud, maka kemungkinan masih diadakan di Singapura pada tanggal yang sama, 12 Juni, dan jika perlu diperpanjang melampaui tanggal tersebut," cuit Presiden AS Donald Trump di akun Twitter @realDonaldTrump. 

AS pun diketahui telah mengirimkan delegasinya ke Korea Utara untuk mendiskusikan pertemuan bersejarah tersebut. Trump yakin bahwa delegasi AS akan pulang dengan membawa kabar gembira. 

"Tim kami sudah tiiba di Korea Utara untuk mengatur pertemuan antara Kim Joung Un dan saya. Saya sungguh percaya bahwa Korea Utara punya potensi luar biasa dan akan menjadi bangsa dengan kekuatan ekonomi dan keuangan yang besar. Kim Jong Un sepakat dengan saya mengenai hal ini. Ini akan terjadi!" cuit Trump. 

Perkembangan ini membuat aura perdamaian di Semenanjung Korea kian nyata. Investor pun kemudian berani mengambil risiko sehingga mendorong laju bursa saham Asia. Indeks Nikkei 225 menguat 0,13%, Hang Seng naik 0,67%, Kospi bertambah 0,74%, dan Straits Times tumbuh 0,15%. 

Dari Wall Street, tiga indeks utama jatuh pada perdagangan pertama pekan ini setelah libur peringatan Memorial Day. Dow Jones Industrial Average (DJIA) anjlok 1,58%, S&P 500 turun 1,16%, dan Nasdaq berkurang 0,5%. Ada dua faktor utama penyebab kejatuhan Wall Street.

Pertama adalah krisis politik di Italia. Negeri Pizza dihadapkan pada pemilu dadakan (snap election) karena Presiden Sergio Mattarella menolak pencalonan Paolo Savona sebagai Menteri Ekonomi yang diajukan oleh koalisi Liga dan Gerakan Bintang Lima. Savona ditolak karena sempat mengancam akan membawa Italia keluar dari Uni Eropa.

Mattarella pun menunjuk mantan pejabat Dana Moneter International (IMF) Carlo Cottarelli sebagai Perdana Menteri sementara. Ia ditugaskan untuk merencakan pemilu dan meloloskan anggaran negara. 

Situasi ini membuat politik Italia menjadi penuh ketidakpastian. Bukan tidak mungkin aura populisme yang merebak di Italia bisa membawa negara ini keluar dari Uni Eropa.  

Investor pun teringat pada momentum jajak pendapat di Inggris yang menghasilkan perceraian dengan Uni Eropa, yang akrab disebut Brexit. Kini, negara dengan perekonomian terbesar ke-3 di Zona Eropa berpotensi mengikuti jejak Inggris. 

Kedua adalah aroma perang dagang AS-China yang kembali semerbak. Pernyataan dari Gedung Putih menyebutkan bahwa Washington tetap berencana mengenakan bea masuk terhadap produk-produk China yang nilainya mencapai US$ 50 miliar. Selain itu, pemerintahan Presiden Trump juga akan memperketat investasi yang berasal dari Negeri Tirai Bambu. Detil dari tarif bea masuk akan diumumkan pada 15 Juni, sementara kebijakan kontrol terhadap investasi asal China akan dirilis pada 30 Juni. 

Tidak hanya itu, AS juga akan tetap melaporkan China ke WTO atas tuduhan pencurian ide dan teknologi. Duta Besar AS untuk WTO Dennis Shea mengatakan bahwa transfer teknologi secara paksa seringkali terjadi kala perusahaan asing mencoba untuk berinvestasi di China, terutama ketika bermitra dengan perusahaan milik atau yang dikendalikan oleh negara. 

"Ini bukan hukum. China melalui regulasinya menghalalkan pemaksaan ini," tegas Shea, seperti dikutip dari Reuters. 

Sementara Duta Besar China untuk WTO Zhang Xiangchen menyampaikan sanggahan bahwa transfer teknologi secara paksa itu tidak ada. Bahkan dia menyebut langkah AS sebagai bentuk praduga bersalah. 

"Tidak ada pemaksaan dalam alih teknologi di China. Faktanya adalah, tidak ada regulasi yang mengharuskan alih teknologi oleh perusahaan asing," tutur Zhang. 

Perkembangan ini membuat isu perang dagang kembali mengemuka. Padahal, AS dan China sedang dalam proses negosiasi perdagangan untuk menyelesaikan friksi perdagangan di antara mereka. 


Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen yang bisa mempengaruhi laju IHSG. Dari dalam negeri, sentimen utama adalah RDG tambahan yang diperkirakan menghasilkan kenaikan suku bunga acuan. 

"Kami memperkirakan BI akan memperketat kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps ke 4,75% dalam RDG tambahan ini. Langkah ini ditempuh demi stabilisasi nilai tukar rupiah," sebut Josua Pardede, Ekonom Bank Permata. 

Euben Paracuelles, Ekonom Nomura, juga memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps. Kenaikan suku bunga memang biasanya terjadi saat RDG tambahan. 

"Kali terakhir BI melakukan RDG tambahan adalah Agustus 2013, dan saat itu ada kenaikan 50 bps. Padahal dalam RDG sebelumnya sangat minim sinyal yang mengarah ke sana," kata Paracuelles. 

Pernyataan senada dikeluarkan oleh Katrina Ell, Ekonom Moody's Analytics. Menurut Ell, BI jangan sampai 'ketinggalan kereta' seperti kenaikan suku bunga sebelumnya. 

"Gubernur yang baru tentunya ingin membuktikan bahwa BI tidak terpinggirkan dalam hal kenaikan kedua pada bulan ini," ujar Ell. 

Pada 17 Mei, sejatinya BI telah menaikkan suku bungana acuan sebesar 25 bps menjadi 4,5%. Namun kenaikan tersebut minim memberikan dampak karena tertelan sentimen negatif eksternal. Oleh karena itu, Perry pun berulang kali menyebutkan BI ingin ahead the curve

Apabila kenaikan suku bunga acuan edisi kedua pada tahun ini menjadi kenyataan, maka tentu akan menjadi energi positif bagi nilai tukar rupiah dan IHSG. Ekspektasi terhadap kenaikan suku bunga acuan bahkan sudah menjadi katalis penguatan mata uang garuda dan IHSG pada perdagangan awal pekan dan bisa saja berlanjut hari ini. 

Dari luar negeri, kabar baik juga datang dari rencana perundingan AS-Korea Utara. Pejabat senior Pyongyang dikabarkan akan bertandang ke AS untuk mempersiapkan pertemuan Trump dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Sang pejabat akan bertemu dengan Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS, di New York. 

"Kita telah menempatkan tim terbaik untuk berdialog. Saat ini sedang ada pertemuan untuk membahas persiapan (pembicaraan Trump dan Kim Jong Un di Singapura pada 12 Juni) dan sebagainya. Kim Young Chol (Wakil Ketua Partai Buruh Korea Utara) sedang menuju ke New York. Terima kasih!" seru Trump dalam cuitannya di Twitter. 

Perkembangan ini tentu positif, karena selangkah ke depan membawa perdamaian di Semenanjung Korea. Aura perdamaian ini bisa menjadi salah satu faktor yang bisa menjaga bursa Asia dari koreksi. 

Namun, ada pula sentimen negatif yang patut diwaspadai. Rontoknya Wall Street bisa menimbulkan gelombang kecemasan di Asia. Biasanya dinamika Wall Street akan memberi warna di bursa saham Benua Kuning. 

Situasi di Italia juga patut diwaspadai. Mengutip Reuters, Italia kemungkinan akan mengadakan pemilu ulang paling cepat Juli mendatang. Pasalnya, Pejabat Perdana Menteri Italia Carlo Cottarelli gagal membentuk koalisi pemerintahan.  

Jika kekuatan populis semakin solid dan kemungkinan Italia bercerai dengan Uni Eropa kian besar, maka dampaknya adalah guncangan terhadap pasar keuangan global. Investor akan cenderung menghindari aset-aset berisiko dan mengamankan dananya di safe haven. Terbukti beberapa instrumen safe haven seperti emas, mata uang yen Jepang, atau franc Swiss nilanya terapresiasi karena tingginya minat incestor. 

Saat Brexit terjadi pada 2016, indeks MSCI Asia Pacifik (kecuali Jepang) anjlok cukup dalam. Indeks ini melaju cukup kencang pada awal tahun, sebelum terjun begitu memasuki Agustus. Sebagai informasi, jajak pendapat untuk Brexit digelar pada 23 Juni. 

Oleh karena itu, tidak heran Wall Street merepons negatif dinamika di Italia. Sebenarnya tidak hanya Wall Street, bursa Asia yang kemarin buka pun cenderung melemah akibat sentimen negatif dari Roma. Nikkei 225 turun 0,55%, Hang Seng anjlok 1%, Shanghai Composite melemah 0,47%, dan Kospi terkoreksi 0,84%. Pelaku pasar perlu waspada dan terus mencermati perkembangan situasi di Italia. 

Sentimen negatif juga bisa datang dari perkembangan friksi dagang AS vs China. Beijing mengaku terkejut dengan pernyataan keras dari Gedung Putih. 

"China mendesak AS agar bertindak sesuai kesepakatan bersama. China punya keyakinan, kemampuan, dan pengalaman untuk menjaga kepentingan nasional," sebut pernyataan Kementerian Perdagangan China. 

Pernyataan bersama yang dimaksud adalah komunike yang dibuat kala delegasi AS yang dipimpin Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin datang ke China pada Mei lalu. Sudah ada kesepakatan dari kedua pihak bahwa China akan meningkatkan impor dari AS untuk mengurangi surplus perdagangannya. Kedua negara juga setuju untuk melindungi hak kekayaan intelektual dan mendorong investasi atas dasar kesetaraan (level playing field). 

Sepertinya China sudah mulai gerah dengan tingkah AS yang agak provokatif. Bila China mulai panas, 'balas pantun' bea masuk akan kembali terjadi. Ini akan mengancam perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global. Oleh karena itu, perkembangan negosiasi dagang AS-China perlu terus dipantau. 


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Pengumuman hasil RDG tambahan BI (standby 11:00 WIB).
  • Pidato Gubernur Bank of Japan Haruhiko Kuroda (07:00 WIB).
  • Rilis data perubahan lapangan kerja non-pertanian AS versi ADP periode Mei (19:15 WIB).
  • Rilis data pendahuluan pertumbuhan ekonomi AS kuartal I-2018 (19:30 WIB).
Investor juga perlu mencermati aksi perusahaan yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk (MCOR)RUPS Tahunan-
PT Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk (NELY)RUPS Tahunan09:00
PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP)RUPS Tahunan10:00
PT Bayu Buana Tbk (BAYU)RUPS Tahunan10:00
PT Panca Global Kapital Tbk (PEGE)RUPS Tahunan10:00
PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS)RUPS Tahunan10:00
PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO)RUPSLB14:00
PT Pan Brothers Tbk (PBRX)RUPS Tahunan14:00
PT Smartfren Telecom Tbk (FREN)RUPS Tahunan14:00
PT Bayan Resources Tbk (BYAN)RUPS Tahunan14:00
PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP)RUPS Tahunan14:00
PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO)RUPS Tahunan14:30
PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk (PADI)RUPS Tahunan14:30
PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk (AGRO)RUPSLB16:00
 
Berikut perkembangan sejumlah bursa saham utama: 

Indeks

Close

% Change

% YTD

IHSG

6,068.32

1.55

(4.52)

LQ45

977.66

2.01

(9.42)

DJIA

24,361.45

(1.58)

(1.45)

CSI300

3,804.13

(0.76)

(5.62)

Hang Seng

30,484.58

(1.00)

1.89

Nikkei 225

22,358.43

(0.55)

(1.79)

Straits Times

3,518.48

0.15

3.40


Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang:
 
Mata Uang Close% Change % YoY
USD/IDR13,985.00(0.92)4.99
EUR/USD1.15(0.66)3.32
GBP/USD1.32(0.40)3.50
USD/CHF0.99(0.28)1.54
USD/CAD1.300.22(3.35)
USD/JPY108.59(0.75)(2.02)
AUD/USD0.75(0.50)0.67

Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:   

Komoditas Close % Change % YoY
Minyak Light Sweet (US$/barel)67.02(0.44)34.97
Minyak Brent (US$/barel)75.380.1245.40
Emas (US$/troy ons)1,301.380.273.01
CPO (MYR/ton)2,414.00(1.59)(13.38)
Batu bara (US$/ton)103.63(0.26)40.42
Tembaga (US$/pound)3.05(0.13)19.13
Nikel (US$/ton)14,724.000.0062.30
Timah (US$/ton)20,185.00(1.35)(1.39)
Karet (JPY/kg)181.30(0.82)(26.90)
Kakao (US$/ton)2,495.00(2.39)22.58

Berikut perkembangan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara:  

Tenor Yield (%)
 5Y6.89
10Y7.17
15Y7.59
20Y7.71
30Y8.01
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:  

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q I-2018 YoY)5.06%
Inflasi (April 2018 YoY)3.41%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2.19% PDB
Transaksi berjalan (Q I-2018)-2.15% PDB
Neraca pembayaran (Q I-2018)-US$ 3.85 miliar
Cadangan devisa (April 2018)US$ 124.9 miliar
      
TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular