
Sentimen Negatif Mendominasi, Bursa Asia Ditutup Melemah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 May 2018 17:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham kawasan Asia ditutup melemah pada perdagangan hari ini, Selasa (29/5/2018). Indeks Nikkei melemah 0,55%, indeks Shanghai melemah 0,47%, indeks Hang Seng melemah 1%, dan indeks Kospi melemah 0,88%.
Sentimen negatif mendominasi jalannya perdagangan pada hari ini. Pertama, tensi antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia kembali memanas setelah perwakilan AS dan China berdebat dalam peretemuan World Trade Organization (WTO) terkait klaim Presiden Donald Trump bahwa perusahaan asal China telah mencuri ide-ide perusahaan asal Negeri Paman Sam. AS mengajukan dua gugatan hukum untuk membalas China atas aksinya.
Duta Besar AS Dennis Shea mengatakan bahwa transfer teknologi secara paksa seringkali terjadi kala perusahaan asing mencoba untuk berinvestasi di China, terutama ketika bermitra dengan perusahaan milik atau yang dikendalikan oleh negara.
Dari kubu China, Duta Besar China untuk WTO Zhang Xiangchen mengungkapkan bahwa transfer teknologi secara paksa itu tidak ada.
"Tak ada transfer teknologi secara paksa di China," terang Zhang seperti dikutip dari South China Morning Post. Ia juga menambahkan AS telah menerapkan pemikiran presumption of guilt atas China. Hal ini berarti AS akan terus menganggap China bersalah sampai dengan terbukti sebaliknya.
Kembali panasnya tensi antardua negara datang kala mereka sedang mencoba untuk menemukan titik temu dalam hal perdagangan. Jika tensi terus panas, kesepakatan akan makin sulit dicapai dan perang dagang bisa benar-benar terjadi.
Dari wilayah Eropa, situasinya cukup mencekam. Kini, masyarakat wilayah Italia dihadapkan pada pemilu dadakan (snap election). Penyebabnya, Presiden Sergio Mattarella menolak nominasi Paolo Savona sebagai Menteri Ekonomi yang diajukan oleh M5S dan Lega party. Mattarella menolak nominasi Savona karena sempat mengancam akan membawa Italia keluar dari Uni Eropa.
Mattarella pun menunjuk mantan pejabat International Monetary Fund (IMF) Carlo Cottarelli sebagai Perdana Menteri sementara. Ia ditugaskan untuk merencakan pemilu dan meloloskan anggaran negara.
Masih ingat di pikiran kita bagaimana keluarnya Inggris dari Uni Eropa memberikan tekanan yang begitu besar bagi pasar keuangan dunia. Kini, negara dengan perekonomian terbesar ke-3 di Zona Eropa berpotensi mengikuti jejak Inggris.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(prm) Next Article Libur Imlek, Bursa Saham Jepang Dibuka Cerah
Sentimen negatif mendominasi jalannya perdagangan pada hari ini. Pertama, tensi antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia kembali memanas setelah perwakilan AS dan China berdebat dalam peretemuan World Trade Organization (WTO) terkait klaim Presiden Donald Trump bahwa perusahaan asal China telah mencuri ide-ide perusahaan asal Negeri Paman Sam. AS mengajukan dua gugatan hukum untuk membalas China atas aksinya.
Duta Besar AS Dennis Shea mengatakan bahwa transfer teknologi secara paksa seringkali terjadi kala perusahaan asing mencoba untuk berinvestasi di China, terutama ketika bermitra dengan perusahaan milik atau yang dikendalikan oleh negara.
"Tak ada transfer teknologi secara paksa di China," terang Zhang seperti dikutip dari South China Morning Post. Ia juga menambahkan AS telah menerapkan pemikiran presumption of guilt atas China. Hal ini berarti AS akan terus menganggap China bersalah sampai dengan terbukti sebaliknya.
Kembali panasnya tensi antardua negara datang kala mereka sedang mencoba untuk menemukan titik temu dalam hal perdagangan. Jika tensi terus panas, kesepakatan akan makin sulit dicapai dan perang dagang bisa benar-benar terjadi.
Dari wilayah Eropa, situasinya cukup mencekam. Kini, masyarakat wilayah Italia dihadapkan pada pemilu dadakan (snap election). Penyebabnya, Presiden Sergio Mattarella menolak nominasi Paolo Savona sebagai Menteri Ekonomi yang diajukan oleh M5S dan Lega party. Mattarella menolak nominasi Savona karena sempat mengancam akan membawa Italia keluar dari Uni Eropa.
Mattarella pun menunjuk mantan pejabat International Monetary Fund (IMF) Carlo Cottarelli sebagai Perdana Menteri sementara. Ia ditugaskan untuk merencakan pemilu dan meloloskan anggaran negara.
Masih ingat di pikiran kita bagaimana keluarnya Inggris dari Uni Eropa memberikan tekanan yang begitu besar bagi pasar keuangan dunia. Kini, negara dengan perekonomian terbesar ke-3 di Zona Eropa berpotensi mengikuti jejak Inggris.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(prm) Next Article Libur Imlek, Bursa Saham Jepang Dibuka Cerah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular