Pelajaran dari Krisis 1998

Agar Tidak Terjebak Krisis, RI Perlu Cermati 8 Risiko Ini

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
23 May 2018 10:24
Saatnya Injak Rem, Bangun Pertahanan Moneter
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Melihat kedelapan risiko tersebut, ada baiknya pemerintah bersikap realistis. Di tengah tren pengetatan moneter di negara maju, pemerintah harus banting stir memfokuskan perhatian pada stabilitas, dan tidak lagi agresif mengejar pertumbuhan ekonomi (apalagi mencapai 7% seperti yang dijanjikan dalam kampanye).

Menurut hemat kami, stabilitas rupiah dan keamaanan harus menjadi target utama kebijakan pemerintahan Jokowi tahun ini. Otoritas moneter (BI) dan fiskal (Kementerian Keuangan) harus bahu-membahu memperkuat kondisi moneter, menyambut “era capital outflow” 2018 sementara menteri teknis memperkuat fundamental dan stabilitas ekonomi.

Percuma menargetkan inflasi (rendah) jika rupiah kebobolan yang pada akhirnya mendongkrak inflasi dari komponen impor (imported inflation).

Kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke level 4,5% baru-baru ini kurang efektif mengerem laju pembalikan modal di tengah tren kenaikan yield surat berharga di AS seiring dengan rencana kenaikan Fed Funds Rate. Rupiah terus tertekan. Maka benarlah dugaan beberapa pelaku pasar bahwa kenaikan BI 7-Day Repo Rate mestinya sebesar 50 basis poin.

Betul bahwa kenaikan suku bunga bisa mengerem ekspansi swasta. Tetapi perlu diingat, swasta saat ini secara natural berada di posisi defensif. Pada triwulan terakhir tahun lalu, ketika atmosfer kebijakan moneter longgar masih terasa, industri perbankan mencatat dana menganggur Rp 300 triliun karena calon debitur memilih tidak mengajukan kredit baru.

Belakangan, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) juga memaparkan fakta bahwa lima calon emiten memutuskan menahan rencana pencatatan saham perdana ke bursa (initial public offering/IPO) menyusul gejolak pasar. Artinya, problemnya bukan pada longgarnya pendanaan tetapi di hulu kendali swasta yang memang sedang menahan ekspansi menunggu situasi ekonomi dunia membaik.

Dari sisi fiskal, pemerintah harus realistis dengan tidak memaksakan diri mengalokasikan lebih banyak subsidi BBM untuk menahan harga premium sampai dengan tahun Pemilu. Alih-alih mengorbankan APBN, simpati rakyat akan lebih baik dicapai dengan memaksimalkan belanja APBN di pos lain seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Dana Desa.

Selain menarik simpati masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah, program tersebut juga bisa menstimulasi konsumsi yang saat ini melemah, mengatasi problem demand constraint seperti yang sedang dihadapi sekarang. Harapannya, pertumbuhan konsumsi dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) kembali menguat. Sekali dayung, dua pulau terlampaui.

Terkait dengan perang dagang, pemerintah hanya perlu berpihak pada pihak yang tidak menyerang kepentingan Indonesia dan berpeluang menang dalam sengketa itu. Dalam hal ini, pihak tersebut adalah China. Alasannya sederhana: pemerintah AS juga menyerang kepentingan dagang Indonesia, dan China yang kekuatan ekonominya menyaingi AS saat ini lebih komitmen menjalankan prinsip perdagangan bebas.

Yang juga perlu digarisbawahi, defisit neraca perdagangan hingga US$ 1,63 miliar baru-baru ini dipicu oleh tingginya impor mesin, peralatan listrik, dan baja. Konstruksi menjadi salah satu kontributornya. Ambisi infrastruktur Presiden Jokowi bisa dibilang turut andil di dalamnya karena proyek-proyek yang manfaatnya bisa dirasakan dalam jangka panjang tersebut saat ini memicu kenaikan impor baja dan komponen pendukungnya.

Menurut hemat kami, perlu ada ketegasan untuk mengerem proyek-proyek yang dinilai kurang memberikan multiplier effect ke industri seperti yang saat ini sedang dilakukan oleh Perdana Menteri Malaysia terpilih Mahathir Muhammad. Negeri Jiran itu mengevaluasi ratusan proyek yang hanya memperberat anggaran.

Sebagaimana filosofi pembalap formula satu (F1), semua pembalap amatir bisa menginjak gas. Namun hanya pembalap profesional yang tahu cara mengerem dalam kecepatan tinggi hingga bertahan sampai garis finis tanpa terguling.

Mungkin kini saatnya untuk sedikit mengerem, Pak Jokowi...

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/wed)

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular