
Kenaikan Suku Bunga Acuan Mengintai, IHSG Jeblok 1,83%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 May 2018 16:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 1,83% pada perdagangan hari ini ke level 5.838,12. Walaupun bursa saham lainnya di kawasan Asia juga melemah, performa IHSG tetap saja menjadi yang terburuk: indeks Nikkei turun 0,21%, indeks Hang Seng turun 1,23%, indeks Strait Times turun 0,47%, indeks Kospi turun 0,71%, indeks SET (Thailand) turun 0,72%, dan indeks KLCI (Malaysia) turun 0,12%.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 9,3 triliun dengan volume sebanyak 9,9 miliar saham. Frekuensi perdagangan adalah 408.721 kali. Kenaikan suku bunga acuan yang sudah di depan mata membuat saham-saham sektor jasa keuangan terkoreksi. Sektor ini anjlok hingga 2,96%, menjadikannya sektor dengan kontribusi negatif terbesar bagi IHSG.
Kini, beberapa ekonom memperkirakan bank sentral akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25bps pada tanggal 17 Mei mendatang.
Saham-saham sektor jasa keuangan yang dilepas investor banyak berasal dari bank-bank kategori BUKU IV, yakni PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-3,37%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-4,86%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-3,76%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-1,52%), dan PT Bank CIMB Niaga Tbk/BNGA (-5,13%).
Kenaikan suku bunga acuan memang berpotensi menekan kinerja keuangan emiten-emiten perbankan. Ketika suku bunga acuan dinaikkan, bank akan dipaksa untuk menaikkan suku bunga deposito dan kredit.
Masalahnya, dengan kondisi yang penuh ketidakpastian seperti saat ini, kenaikan suku bunga kredit akan membuat masyarakat dan pelaku usaha berpikir dua kali dalam menarik pinjaman. Pada akhirnya, profitabilitas dari bank-bank menjadi taruhannya.
Masih dari dalam negeri, neraca perdagangan bulan April yang secara mengejutkan membukukan defisit telah menekan laju IHSG. Sepanjang bulan April, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor hanya tumbuh sebesar 9,01% YoY, lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yakni 12% YoY. Sementara itu, impor meroket hingga 34,68% YoY, jauh di atas konsensus yang sebesar 19,09% YoY.
Dengan demikian, neraca perdagangan mencatatkan defisit hingga US$ 1,63 miliar, jauh di bawah konsensus yang memperkirakan akan ada surplus sebesar US$ 672 juta. Sebagai catatan, neraca perdagangan Indonesia pada bulan Januari dan Februari mencatatkan defisit, masing-masing sebesar US$ 756 juta dan US$ 52,9 juta.
Baru pada bulan Maret neraca dagang berhasil membukukan surplus, yaitu senilai US$ 1,09 miliar. Defisit neraca perdagangan bulan April lantas merupakan yang ketiga pada tahun ini.
Wajar jika pelaku pasar menanggapi negatif defisit neraca perdagangan bulan April. Pasalnya, sepanjang kuartal-I Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) membukukan defisit sebesar US$ 3,85 miliar, jauh lebih buruk dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu surplus US$ 4,51 miliar, terlepas dari neraca perdagangan barang yang positif. Jika kini neraca perdagangan barang negatif, bisa diekspektasikan bahwa defisit NPI kuartal-II akan membengkak.
Hal tersebut lantas memberikan tekanan kepada rupiah hingga melemah hingga 0,48% ke level Rp 14.032/dolar AS. Merespon pelemahan rupiah, investor asing telah mencatatkan jual bersih sebesar Rp 1,16 triliun.
Dari sisi eksternal, panasnya tensi di Gaza juga menyita perhatian investor. Kemarin (14/5/2018), sebanyak 55 warga Palestina dibunuh oleh pasukan bersenjata Israel kala melakukan protes terkait dengan pemindahan kedutaan besar AS di Israel dari Tel Aviv Ke Yerusalem. Pada hari ini, aksi lanjutan melawan Israel akan dilakukan.
(ank/ank) Next Article Neraca Dagang Maret 2020 Surplus US$ 740 Juta
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 9,3 triliun dengan volume sebanyak 9,9 miliar saham. Frekuensi perdagangan adalah 408.721 kali. Kenaikan suku bunga acuan yang sudah di depan mata membuat saham-saham sektor jasa keuangan terkoreksi. Sektor ini anjlok hingga 2,96%, menjadikannya sektor dengan kontribusi negatif terbesar bagi IHSG.
Kini, beberapa ekonom memperkirakan bank sentral akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25bps pada tanggal 17 Mei mendatang.
Kenaikan suku bunga acuan memang berpotensi menekan kinerja keuangan emiten-emiten perbankan. Ketika suku bunga acuan dinaikkan, bank akan dipaksa untuk menaikkan suku bunga deposito dan kredit.
Masalahnya, dengan kondisi yang penuh ketidakpastian seperti saat ini, kenaikan suku bunga kredit akan membuat masyarakat dan pelaku usaha berpikir dua kali dalam menarik pinjaman. Pada akhirnya, profitabilitas dari bank-bank menjadi taruhannya.
Masih dari dalam negeri, neraca perdagangan bulan April yang secara mengejutkan membukukan defisit telah menekan laju IHSG. Sepanjang bulan April, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor hanya tumbuh sebesar 9,01% YoY, lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yakni 12% YoY. Sementara itu, impor meroket hingga 34,68% YoY, jauh di atas konsensus yang sebesar 19,09% YoY.
Dengan demikian, neraca perdagangan mencatatkan defisit hingga US$ 1,63 miliar, jauh di bawah konsensus yang memperkirakan akan ada surplus sebesar US$ 672 juta. Sebagai catatan, neraca perdagangan Indonesia pada bulan Januari dan Februari mencatatkan defisit, masing-masing sebesar US$ 756 juta dan US$ 52,9 juta.
Baru pada bulan Maret neraca dagang berhasil membukukan surplus, yaitu senilai US$ 1,09 miliar. Defisit neraca perdagangan bulan April lantas merupakan yang ketiga pada tahun ini.
Wajar jika pelaku pasar menanggapi negatif defisit neraca perdagangan bulan April. Pasalnya, sepanjang kuartal-I Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) membukukan defisit sebesar US$ 3,85 miliar, jauh lebih buruk dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu surplus US$ 4,51 miliar, terlepas dari neraca perdagangan barang yang positif. Jika kini neraca perdagangan barang negatif, bisa diekspektasikan bahwa defisit NPI kuartal-II akan membengkak.
Hal tersebut lantas memberikan tekanan kepada rupiah hingga melemah hingga 0,48% ke level Rp 14.032/dolar AS. Merespon pelemahan rupiah, investor asing telah mencatatkan jual bersih sebesar Rp 1,16 triliun.
Dari sisi eksternal, panasnya tensi di Gaza juga menyita perhatian investor. Kemarin (14/5/2018), sebanyak 55 warga Palestina dibunuh oleh pasukan bersenjata Israel kala melakukan protes terkait dengan pemindahan kedutaan besar AS di Israel dari Tel Aviv Ke Yerusalem. Pada hari ini, aksi lanjutan melawan Israel akan dilakukan.
(ank/ank) Next Article Neraca Dagang Maret 2020 Surplus US$ 740 Juta
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular