Nasib Rupiah Kala Teror Bom Merajalela

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
13 May 2018 18:24
Bagaimana perjalanan rupiah saat Indonesia ditempa insiden ledakan bom dalam beberapa tahun terakhir? Berikut riset CNBC Indonesia.
Foto: REUTERS/Beawiharta
Jakarta, CNBC IndonesiaSurabaya sedang menjadi sorotan hari ini, setelah ledakan bom terjadi di Gereja Katolik Santa Maria Tak bercela di Jalan Ngagel Madya Utara, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Surabaya di Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya, Jl Arjuna.

Sejauh ini kepolisian setempat masih mengecek perkembangan korban, dan akan disampaikan ke publik sesegera mungkin. Laporan terkini menulis korban jiwa mencapai 11 orang dan setidaknya 41 orang terluka.



Peristiwa ini menambah panjang deretan aksi terorisme yang terjadi di tanah air. Tentu masih hangat di ingatan kita saat bom meledak di pusat keramaian di Bali pada 2002 dan menewaskan 200 orang lebih, tidak hanya turis asing tapi juga ratusan warga Indonesia. Atau saat bom menghancurkan hotel JW Marriot di bilangan Jakarta Pusat pada tahun 2003, menewaskan 11 orang dan melukai 150 warga DKI Jakarta di sekitarnya.

Dengan kembali munculnya ancaman terorisme, tentu saja akan berpotensi memberikan dampak negatif bagi investasi dan ekonomi, seiring adanya indikasi ketidakstabilan politik dan keamanan di Indonesia.

Berdasarkan kajian Tim Riset CNBC Indonesia, hampir seluruh kejadian terorisme selalu berujung pada terkoreksinya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Yang terparah adalah saat IHSG terkoreksi hingga lebih dari 10% pada peristiwa Bom Bali 2002/Bom Bali I.



Lantas, bagaimana dampak aksi pengeboman terhadap nilai tukar Rupiah? Senada dengan performa IHSG, seluruh peristiwa terorisme yang terjadi sejak tahun 2000 hingga saat ini, selalu berdampak bagi terkoreksinya nilai tukar rupiah.

Rupiah di Tengah Deretan Aksi Bom RIFoto: Raditya Hanung


Pada saat pengeboman berlangsung di Bursa Efek Jakarta pada 13 September 2000, mata uang garuda langsung ditutup anjlok 1,68% ke Rp8.775/US$ saat bursa kembali beroperasi pada tanggal 18 September 2000

Kemudian, saat teror bom malam natal tahun 2000 berlangsung di sejumlah gereja yang tersebar di beberapa kota di Indonesia, rupiah pun tertekan hebat. Sehari setelah libur natal rupiah langsung dihantam hingga melemah 1,51% ke Rp9.400/US$. Tidak cukup sampai di situ, rupiah kembali terkoreksi 1,81% ke Rp9.570/US$ pada perdagangan tanggal 28 Desember 2000.

Dampak terparah peristiwa terorisme terhadap mata uang domestik terjadi saat peristiwa Bom Bali 2002 (Bom Bali I) mengguncang tanah air. Pasca peristiwa tersebut, rupiah tercatat anjlok lebih dari 3% ke level Rp9.300/US$.

Setahun kemudian, Indonesia kembali dihebohkan saat bom bunuh diri meledak di pusat kota Jakarta, kali ini di Hotel JW Marriott pada 5 Agustus 2003. Korban meninggal dunia di peristiwa tersebut mencapai 11 orang. Di hari itu juga, nilai tukar rupiah langsung ditutup terkoreksi sebesar 1,35% ke Rp8.600/US$. 

Pada peristiwa pengeboman yang paling anyar (selain yang hari ini terjadi di Surabaya), yakni di Sarinah Jakarta Pusat, pada tanggal 14 Januari 2016, rupiah pun langsung ditutup menurun 0,61% ke US$13.905/US$ di hari yang sama.

Lalu bagaimana perkiraan dampak dari Bom Surabaya terhadap nilai tukar rupiah pada perdagangan pekan depan? Tim Riset CNBC Indonesia berpendapat bahwa dampak dari aksi bom tersebut terhadap Rupiah masih akan diimbangi oleh sentimen kenaikan suku bunga acuan dari Bank Indonesia (BI).

Seperti diketahui, BI memberikan sinyal adanya kenaikan suku bunga acuan pada akhir pekan ini, yang berujung kepada penguatan rupiah hingga 0,92% ke level Rp13.945/US$. Padahal, sejak awal pekan rupiah selalu tertekan, bahkan sempat menyentuh Rp14.085/US$ pada tanggal 9 Mei 2018.

"Melemahnya nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir sudah tidak lagi sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia saat ini. Terkait hal tersebut, dan melihat masih besarnya potensi tantangan dari kondisi global yang dapat berpotensi menganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah panjang, BI akan secara tegas dan konsisten mengarahkan dan memprioritaskan kebijakan moneter pada terciptanya stabilitas," demikian pernyataan Gubernur BI Agus Martowardojo, Jumat (11/5/2018).

"Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Bank Indonesia memiliki ruang yang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan (7 Days Reverse Repo). Respon kebijakan tersebut akan dijalankan secara konsisten dan pre-emptive untuk memastikan keberlangsungan stabilitas," tambah Agus.

Kenaikan suku bunga akan membuat Indonesia menjadi menarik, karena menjanjikan keuntungan lebih. Indonesia akan menerima lebih banyak aliran modal asing, yang bisa menjadi modal bagi penguatan rupiah.

Keputusan BI untuk menaikkan atau tidak suku bunga acuan atau BI7DRR itu, akan diumumkan pekan depan pada hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Kamis (17/5).

Namun demikian, bukan mustahil rupiah akan bergerak negatif, setidaknya pada awal pekan besok sebelum keputusan BI ditelurkan. Apabila melihat data historis, ada peristiwa yang cukup mirip dengan kejadian di Surabaya hari ini, yakni saat terjadi peristiwa bom bunuh diri di GBIS Kepunton Solo pada 25 September 2011, di mana kejadiannya sama-sama terjadi di luar Jakarta dan mengincar tempat peribadatan umat Kristiani.

Pada peristiwa bom Solo tersebut, bahkan tidak ditemukan korban jiwa (selain pelaku), di mana hanya tercatat 25 korban mengalami luka-luka. Akan tetapi sehari setelah kejadian tersebut, rupiah langsung ditutup melemah hingga 3,19% ke Rp9.050/US$. Pelemahan sebesar itu bahkan nyaris menyamai turunnya rupiah pasca kejadian Bom Bali 2002.

Meski ada sentimen dari global saat itu, yakni dari permasalahan moneter di Negara Yunani, namun nampaknya pelaku pasar cukup mencermati kejadian bom Solo 2011 tersebut seiring adanya kekhawatiran terhadap aksi bom susulan. Kecemasan yang sama bukan tidak mungkin akan timbul pada perdagangan hari Senin (14/5) besok. 



(RHG/RHG) Next Article Polri Siaga I, Rupiah Loyo dari Asia hingga Eropa

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular