Polri Siaga I, Rupiah Loyo dari Asia hingga Eropa

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
14 May 2018 16:58
Nilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap berbagai mata uang utama dunia. Pelemahan rupiah membentang dari Asia sampai Eropa.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC IndonesiaNilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap berbagai mata uang utama dunia. Pelemahan rupiah membentang dari Asia sampai Eropa. 

Pada Senin (14/5/2018), US$1 di pasar spot pukul 16:00 WIB diperdagangkan di Rp 13.965. Rupiah melemah 0,14%. Namun rupiah tidak hanya melemah di hadapan greenback.

Depresiasi rupiah juga terjadi terhadap mata uang Asia. Bahkan melawan ringgit Malaysia, rupiah tak berdaya dengan melemah sampai 0,2%.

Di Eropa, rupiah pun terpukul. Di hadapan poundsterling, rupiah terkoreksi sebesar 0,54%. Rupiah hanya mampu menguat terhadap yen Jepang, itupun hanya tipis 0,02%.

Performa Rupiah Terhadap Mata Uang Utama Dunia
Mata UangBid Terakhir% Perubahan
Dolar ASRp13.965-0,14
EuroRp16.737,05-0,47
Poundsterling InggrisRp18.979,83-0,54
Yuan ChinaRp2.203,93-0,12
Dolar AustraliaRp10.539,39-0,21
Dolar SingapuraRp10.478,73-0,43
Yen JepangRp127,44+0,02
Ringgit MalaysiaRp3.535,97-0,20

Akhir pekan lalu, sejatinya rupiah mendapatkan penguatan dari sikap Bank Indonesia (BI) yang berencana menaikkan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate. Kebijakan ini dinilai kian mendesak menyusul pelemahan rupiah di tengah pengetatan moneter Amerika Serikat (AS) sejak Maret lalu. 

Rencana ini ditanggapi positif oleh para investor yang mempertimbangkan untuk menambah kepemilikan aset berbasis rupiah. Potensi kembalinya aliran valas ke Indonesia pun memicu aksi beli rupiah.

Namun, hari ini sentimen BI tersebut ditelan habis oleh kabar meledaknya bom bunuh diri di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Surabaya, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya kemarin, Akibat ledakan ini, 13 jiwa setidaknya dikabarkan melayang dan 41 lainnya luka-luka. 

Tidak berhenti di situ, pada pagi hari ini pukul 08:50 WIB ledakan bom kembali terjadi di Mapolrestabes Surabaya. Serangan dilakukan dengan bom yang dipasang di dalam kendaraan.

Menanggapi rangkaian teror di ibu kota Jawa Timur tersebut, Polri bahkan menetapkan status siaga I untuk meningkatkan keamanan. Status ini berlaku untuk anggota Polri di seluruh Indonesia.

"Siaga I untuk seluruh Indonesia sudah dimintakan khusus untuk Polri. Polri Siaga I untuk tingkatkan keamanan, baik internal maupun eksternal," kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di Mabes Polri, seperti dikutip dari detik.com

Peristiwa ini lantas menambah panjang deretan aksi terorisme yang terjadi di Tanah Air, dan tentu saja memberikan dampak negatif bagi nilai tukar rupiah, seiring adanya indikasi ketidakstabilan keamanan di Indonesia. 


Akhir pekan lalu juga muncul rilis data yang menjadi energi negatif bagi pergerakan rupiah hari ini. BI mencatat Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) mengalami defisit US$ 3,85 miliar. Memburuk dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu surplus US$ 4,51 miliar.

Rilis data ini lalu menambah sentimen negatif di pasar. Indonesia bisa dinilai rentan oleh pelaku pasar sehingga arus modal portofolio kemungkinan akan terus keluar. Rupiah pun semakin kehilangan sokongan untuk menguat, dan dilibas oleh sejumlah mata uang dunia pada perdagangan hari ini.

Sebaliknya, sejumlah sentimen positif justru menjadi suntikan energi bagi beberapa mata uang dunia.

Pertama, Presiden AS Donald Trump berjanji akan mengizinkan kembali ZTE (perusahaan telekomunikasi asal China) untuk menjual produknya di tanah Negeri Adidaya.

"Terlalu banyak pekerjaan yang hilang di China. Departemen Perdagangan telah diinstruksikan untuk menyelesaikan masalah itu (dibloknya ZTE)," kicau Trump melalui akun Twitter resminya.

Situasi ini membuat kekhawatiran perang dagang mereda dan tentunya mampu mengembalikan geliat ekonomi di China.

Kedua, konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan ekspor nonmigas Singapura tumbuh 5,4% secara year-on-year (YoY) pada April 2018. 

Jika perkiraan ini terwujud, maka kinerja ekspor Negeri Singa membaik dibandingkan Maret yang mencatat kontraksi (minus) 2,7%. Pulihnya ekspor Singapura berarti akan ada lebih banyak devisa yang datang sehingga menyokong penguatan nilai tukar mata uang negara tersebut.


Ketiga, meski Bank of England (BoE) mempertahankan suku bunga acuannya di angka 0,5%, tetapi bank sentral Negeri Ratu Elizabeth menilai bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi Inggris pada kuartal I-2018 hanya bersifat sementara, yakni dipengaruhi oleh faktor cuaca. BoE berpendapat bahwa permintaan barang dan jasa masih tumbuh lebih cepat dari pasokan, sehingga potensi akselerasi inflasi pun ada di depan mata. Hal ini lantas memberikan persepsi bahwa kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Inggris masih terbuka lebar di tahun ini.

Sebagai informasi, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Negeri Ratu Elizabeth di 3 bulan awal ini hanya 0,1%. BoE sendiri memperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,3%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(RHG/RHG) Next Article Akibat Teror Bom, Rupiah Loyo Lawan Poundsterling

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular