
Bos BEI: Kantor BUMN Harus di Daerah Agar Pembangunan Rata
Tim CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
11 May 2018 13:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio mengatakan kantor pusat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus dipindah ke daerah agar terjadi pemerataan pembangunan. Kehadiran di daerah akan membuat banyak kluster industri, yang nantinya terintegrasi antar kluster.
"BUMN sebenarnya bisa memulai jadi cluster sendiri, sayangnya 77 dari 120 BUMN head quarternya di Jakarta. Misalnya, kenapa RNI yang pabriknya dan tebunya di Jawa Timur tapi kantornya di Jakarta. Kenapa Pertamina produksinya di Riau, Kalimantan, kantornya di Jakarta. Bahkan ada tambang timah yang kantornya di Jakara," kata Tito.
Tito menjelaskan, ide tersebut diadopsi dari pemikiran Michael Porter yang judulnya On Competition. Buku tersebut menjelaskan bagaimana mengelola setiap daerah punya keunggulan spesifik untuk menggerakkan pembangunan, dengan konspe kluster (clustering).
Dia membandingkan dengan Amerika Serikat, dimana setiap negara bagian punya ciri khas industri. "Kalau di Amerika, orang akan selalu ingat Detroit dengan mobil, ingat Texas dengan minyak minyak. Di situ ada industrinya, suppliernya, universitasnya trus lemaga penunjangnya. Interconnecting industry. Jadi ada clustering dan itu sangat sukses," kata Tito.
Di Indonesia, lanjut Tito, sebenarnya sudah ada daerah yang punya ciri ekonomi kluster, yaitu Bali. "Bali itu clustering industri kerajinan dan pariwisata, lukisan, dan seni rupa," kata Tito.
Dia melanjutkan, seharusnya pemerintah tidak meminta semua direksi BUMN beserta keluarganya pindah ke daerah. Jika mereka pindah secara otomatis pelaku industri yang menyokong bisnis BUMN tersebut akan pindah. "Sekarang semuanya terpusat di Jakarta atau Bandung. Mereka akan menjadi ujung tombak wisata, pajak di sana insyaallah APBN kita Rp 700 triliun subsidi pertimbangan daerah bisa pindah. Akibatnya Jakarta jadi kosong kan pemerintah ngapain pindah...saat ini ada sekitar 188 BUMN, dimana 78 berkantor di Jakarta ngapain," kata Tito.
(hps) Next Article Dirut Bursa: Pembentukan Holding Migas Ciptakan Crowding Out
"BUMN sebenarnya bisa memulai jadi cluster sendiri, sayangnya 77 dari 120 BUMN head quarternya di Jakarta. Misalnya, kenapa RNI yang pabriknya dan tebunya di Jawa Timur tapi kantornya di Jakarta. Kenapa Pertamina produksinya di Riau, Kalimantan, kantornya di Jakarta. Bahkan ada tambang timah yang kantornya di Jakara," kata Tito.
Tito menjelaskan, ide tersebut diadopsi dari pemikiran Michael Porter yang judulnya On Competition. Buku tersebut menjelaskan bagaimana mengelola setiap daerah punya keunggulan spesifik untuk menggerakkan pembangunan, dengan konspe kluster (clustering).
Di Indonesia, lanjut Tito, sebenarnya sudah ada daerah yang punya ciri ekonomi kluster, yaitu Bali. "Bali itu clustering industri kerajinan dan pariwisata, lukisan, dan seni rupa," kata Tito.
Dia melanjutkan, seharusnya pemerintah tidak meminta semua direksi BUMN beserta keluarganya pindah ke daerah. Jika mereka pindah secara otomatis pelaku industri yang menyokong bisnis BUMN tersebut akan pindah. "Sekarang semuanya terpusat di Jakarta atau Bandung. Mereka akan menjadi ujung tombak wisata, pajak di sana insyaallah APBN kita Rp 700 triliun subsidi pertimbangan daerah bisa pindah. Akibatnya Jakarta jadi kosong kan pemerintah ngapain pindah...saat ini ada sekitar 188 BUMN, dimana 78 berkantor di Jakarta ngapain," kata Tito.
(hps) Next Article Dirut Bursa: Pembentukan Holding Migas Ciptakan Crowding Out
Most Popular