Hampir Pasti Naikkan Suku Bunga, BI Korbankan Pertumbuhan?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 May 2018 11:40

Namun, kenaikan suku bunga bukan tanpa konsekuensi. Biasanya kenaikan suku bunga acuan cepat tertransmisikan ke perbankan (berbeda saat suku bunga acuan turun). Suku bunga perbankan pun bergerak naik.
Kenaikan suku bunga perbankan mengakibatkan pertumbuhan kredit akan semakin tertekan. Padahal pertumbuhan kredit belum lagi mencapai dua digit. Per akhir April, pertumbuhan kredit baru 8,5%, masih jauh dari Rencana Bisnis Bank (RBB) 2018 yang sebesar 12,23%.
Saat suku bunga bank naik, maka konsumsi masyarakat akan semakin tertekan. Saat ini pun konsumsi rumah tangga belum pulih benar.
Pada kuartal I-2018, pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya 4,95%. Tidak jauh bergerak dibandingkan periode yang sama 2017 yaitu 4,94%.
Padahal, konsumsi rumah tangga adalah komponen terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, mencapai 56,8%. Jadi ketika konsumsi rumah tangga bergerak, maka PDB secara keseluruhan pun akan bergerak.
Jika suku bunga acuan dan kemudian suku bunga bank naik, maka konsumsi pun bisa semakin melambat. Pertumbuhan konsumsi 5% menjadi sangat sulit tercapai dan akibatnya target pertumbuhan ekonomi 5,4% menjadi tidak realistis.
Di pasar saham, emiten sektor barang konsumsi pun akan terkena getahnya. Padahal mereka sudah cukup merana karena laporan keuangan kuartal I-2018 yang di bawah ekspektasi. Akan sulit mengharapkan pertumbuhan dari sektor ini jika konsumsi masyarakat melandai cenderung turun.
Namun dengan persepsi BI yang kini sepertinya mulai mengarah ke stabilitas di atas pertumbuhan (stability over growth), maka sepertinya konsumsi memang akan dikorbankan demi terciptanya stabilitas. Apakah kenaikan suku bunga bisa menciptakan stabilitas? Layak ditunggu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/wed)
Kenaikan suku bunga perbankan mengakibatkan pertumbuhan kredit akan semakin tertekan. Padahal pertumbuhan kredit belum lagi mencapai dua digit. Per akhir April, pertumbuhan kredit baru 8,5%, masih jauh dari Rencana Bisnis Bank (RBB) 2018 yang sebesar 12,23%.
Saat suku bunga bank naik, maka konsumsi masyarakat akan semakin tertekan. Saat ini pun konsumsi rumah tangga belum pulih benar.
![]() |
Padahal, konsumsi rumah tangga adalah komponen terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, mencapai 56,8%. Jadi ketika konsumsi rumah tangga bergerak, maka PDB secara keseluruhan pun akan bergerak.
Jika suku bunga acuan dan kemudian suku bunga bank naik, maka konsumsi pun bisa semakin melambat. Pertumbuhan konsumsi 5% menjadi sangat sulit tercapai dan akibatnya target pertumbuhan ekonomi 5,4% menjadi tidak realistis.
Di pasar saham, emiten sektor barang konsumsi pun akan terkena getahnya. Padahal mereka sudah cukup merana karena laporan keuangan kuartal I-2018 yang di bawah ekspektasi. Akan sulit mengharapkan pertumbuhan dari sektor ini jika konsumsi masyarakat melandai cenderung turun.
Namun dengan persepsi BI yang kini sepertinya mulai mengarah ke stabilitas di atas pertumbuhan (stability over growth), maka sepertinya konsumsi memang akan dikorbankan demi terciptanya stabilitas. Apakah kenaikan suku bunga bisa menciptakan stabilitas? Layak ditunggu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/wed)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular