
BI yang 'Habis-habisan' Tahan Keperkasaan Dolar AS
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
09 May 2018 08:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akhirnya menembus level Rp 14.000/US$. Jika melihat pergerakan nilai tukar beberapa hari belakangan, Bank Indonesia (BI) selalu berupaya menjaga posisi dolar AS agar tak menyentuh Rp 14.000. Namun, upaya BI tak mampu bertahan lama, greenback akhirnya melampaui level psikologis Rp 14.000.
Pada Selasa (08/05/2018) pukul 16:00 WIB, US$1 di pasar spot dihargai Rp 14.045. Rupiah melemah 0,36 % dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
BI mengaku telah melakukan intervensi ganda atau dual intervention di pasar valas dan Surat Berharga Negara (SBN) untuk terus menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Nanang Hendarsah, mengatakan saat ini memang terjadi permintaan dolar as yang cukup tinggi di pasar.
"Ini ada genuine demand. Sudah dilakukan dual intervention di pasar valas dan SBN," ungkap Nanang kepada CNBC Indonesia saat dikonfirmasi mengenai nilai tukar rupiah yang terus melambung terhadap dolar AS.
Menurut Nanang, permintaan dolar tinggi akibat impor yang deras dan adanya repatriasi. "Tapi terutama sebagai respons pasar atas data PDB dan harga minyak. Semua mata uang negara Asia tertekan," imbuh Nanang.
Dalam laporan BI terlihat bahwa cadangan devisa (cadev) memang tergerus hingga US$1,14 miliar bulan April. Namun jangan lupa, pada periode April 2018, pemerintah terbitkan global bonds dalam dua mata uang, yakni dolar AS dan Euro, yang seharusnya menambah porsi cadangan devisa.
Posisi cadangan devisa Indonesia di akhir April 2018 tercatat sebesar US$124,86 miliar. Angka ini turun US$1,14 miliar dari posisi akhir Maret 2018 yang tercatat sebesar US$ 126 miliar.
Volatilitas nilai tukar rupiah pada tahun ini diperkirakan akan semakin menggerus cadangan devisa Indonesia. Bank Mandiri memperkirakan hingga akhir tahun, cadangan devisa diperkirakan turun hingga di kisaran US$120 miliar, atau jauh lebih rendah dari posisi akhir 2017 yang mencapai US$130 miliar.
"Kami masih berharap cadangan devisa bisa berada di kisaran US$120 miliar," ungkap Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro melalui pesan singkatnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (8/5/2018).
Sejak awal 2018, setidaknya BI sudah 'mengorbankan' cadangan devisa hingga US$6 miliar lebih demi menyelamatkan nilai tukar rupiah.
Berikut posisi cadangan devisa sejak awal 2018
* Januari 2018: US$131,98 miliar
* Februari 2018: US$128,05 miliar
* Maret 2018: US$126,003 miliar
* April 2018: US$124,862 miliar
Dalam keterangannya, BI pun tak memungkiri penurunan cadangan devisa dipengaruhi oleh penggunaan devisa pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Obatnya Hanya Suku Bunga?
Beberapa bankir sampai ekonom kawakan belakangan berteriak obat pelemahan rupiah cuma satu: kenaikan bunga acuan BI 7-Day Repo Rate.
Mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri, menyatakan pelemahan rupiah saat ini bukanlah yang terburuk. Meski begitu, ketimbang mata uang negara-negara ASEAN, rupiah termasuk yang paling lemah.
Ia menjelaskan BI harus memperhatikan beberapa hal untuk meredam depresiasi rupiah. Jika menginginkan nilai tukar rupiah stabil, bank sentral harus memilih menerapkan pembatasan arus modal atau menaikkan suku bunga.
"Bank Indonesia semestinya membiarkan rupiah melemah sedikit, menerapkan makroprudensial sedikit seperti kebijakan pembatasan modal dilakukan secara terbatas, serta sedikit menaikkan suku bunga," kata Chatib.
"Tentu dosisnya akan sangat bergantung seberapa besar pelemahan rupiah. Namun, saya tidak menyarankan kenaikan bunga secara drastis seperti Argentina," imbuh Chatib.
BI pun sepertinya semakin membuka ruang untuk menaikkan suku bunga demi memperkuat rupiah. Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur Senior BI, menyatakan kenaikan BI 7-Day RR akan dilakukan ketika saatnya dinilai sudah tepat.
"Kalau data-data menunjukan perlu untuk menaikan suku bunga, maka kita perlu lakukan adjustment. Suku bunga negara tetangga juga sudah naik. Malaysia naik, Korea Selatan juga naik," jelasnya.
Sepertinya memang obat sementara adalah menaikan bunga, walaupun memang kondisi fundamental Indonesia yang masih harus banyak dibenahi agar gejolak rupiah yang selalu saja membuat pemerintah 'pusing' bisa teratasi. Semoga, 'badai' melemahnya nilai tukar bisa terlewati dengan tetap menjaga psikologis pasar agar tak menimbulkan kekhawatiran berlebih.
(prm) Next Article Menguat Lebih dari 1%, Rupiah Tembus Level 15.620/Dolar AS
Pada Selasa (08/05/2018) pukul 16:00 WIB, US$1 di pasar spot dihargai Rp 14.045. Rupiah melemah 0,36 % dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
BI mengaku telah melakukan intervensi ganda atau dual intervention di pasar valas dan Surat Berharga Negara (SBN) untuk terus menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Ini ada genuine demand. Sudah dilakukan dual intervention di pasar valas dan SBN," ungkap Nanang kepada CNBC Indonesia saat dikonfirmasi mengenai nilai tukar rupiah yang terus melambung terhadap dolar AS.
Menurut Nanang, permintaan dolar tinggi akibat impor yang deras dan adanya repatriasi. "Tapi terutama sebagai respons pasar atas data PDB dan harga minyak. Semua mata uang negara Asia tertekan," imbuh Nanang.
Dalam laporan BI terlihat bahwa cadangan devisa (cadev) memang tergerus hingga US$1,14 miliar bulan April. Namun jangan lupa, pada periode April 2018, pemerintah terbitkan global bonds dalam dua mata uang, yakni dolar AS dan Euro, yang seharusnya menambah porsi cadangan devisa.
Posisi cadangan devisa Indonesia di akhir April 2018 tercatat sebesar US$124,86 miliar. Angka ini turun US$1,14 miliar dari posisi akhir Maret 2018 yang tercatat sebesar US$ 126 miliar.
Volatilitas nilai tukar rupiah pada tahun ini diperkirakan akan semakin menggerus cadangan devisa Indonesia. Bank Mandiri memperkirakan hingga akhir tahun, cadangan devisa diperkirakan turun hingga di kisaran US$120 miliar, atau jauh lebih rendah dari posisi akhir 2017 yang mencapai US$130 miliar.
"Kami masih berharap cadangan devisa bisa berada di kisaran US$120 miliar," ungkap Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro melalui pesan singkatnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (8/5/2018).
Sejak awal 2018, setidaknya BI sudah 'mengorbankan' cadangan devisa hingga US$6 miliar lebih demi menyelamatkan nilai tukar rupiah.
Berikut posisi cadangan devisa sejak awal 2018
* Januari 2018: US$131,98 miliar
* Februari 2018: US$128,05 miliar
* Maret 2018: US$126,003 miliar
* April 2018: US$124,862 miliar
Dalam keterangannya, BI pun tak memungkiri penurunan cadangan devisa dipengaruhi oleh penggunaan devisa pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Obatnya Hanya Suku Bunga?
Beberapa bankir sampai ekonom kawakan belakangan berteriak obat pelemahan rupiah cuma satu: kenaikan bunga acuan BI 7-Day Repo Rate.
Mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri, menyatakan pelemahan rupiah saat ini bukanlah yang terburuk. Meski begitu, ketimbang mata uang negara-negara ASEAN, rupiah termasuk yang paling lemah.
Ia menjelaskan BI harus memperhatikan beberapa hal untuk meredam depresiasi rupiah. Jika menginginkan nilai tukar rupiah stabil, bank sentral harus memilih menerapkan pembatasan arus modal atau menaikkan suku bunga.
"Bank Indonesia semestinya membiarkan rupiah melemah sedikit, menerapkan makroprudensial sedikit seperti kebijakan pembatasan modal dilakukan secara terbatas, serta sedikit menaikkan suku bunga," kata Chatib.
"Tentu dosisnya akan sangat bergantung seberapa besar pelemahan rupiah. Namun, saya tidak menyarankan kenaikan bunga secara drastis seperti Argentina," imbuh Chatib.
BI pun sepertinya semakin membuka ruang untuk menaikkan suku bunga demi memperkuat rupiah. Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur Senior BI, menyatakan kenaikan BI 7-Day RR akan dilakukan ketika saatnya dinilai sudah tepat.
"Kalau data-data menunjukan perlu untuk menaikan suku bunga, maka kita perlu lakukan adjustment. Suku bunga negara tetangga juga sudah naik. Malaysia naik, Korea Selatan juga naik," jelasnya.
Sepertinya memang obat sementara adalah menaikan bunga, walaupun memang kondisi fundamental Indonesia yang masih harus banyak dibenahi agar gejolak rupiah yang selalu saja membuat pemerintah 'pusing' bisa teratasi. Semoga, 'badai' melemahnya nilai tukar bisa terlewati dengan tetap menjaga psikologis pasar agar tak menimbulkan kekhawatiran berlebih.
(prm) Next Article Menguat Lebih dari 1%, Rupiah Tembus Level 15.620/Dolar AS
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular