
Pekan Kelam IHSG dan Kaburnya Dana Triliunan Investor Asing
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 May 2018 11:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini merupakan pekan yang kelam bagi bursa saham dalam negeri, seiring anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 2,14% ke level 5.792,35.
Aksi jual banyak dilakukan oleh investor asing. Tercatat, sepanjang minggu ini investor asing melepas hingga Rp 2,7 triliun kepemilikannya atas saham-saham dalam negeri. Aksi jual terbesar terjadi pada hari Jumat (4/5/2018) dengan nilai sebesar Rp 842,51 miliar.
Mengutip RTI, berikut lima besar saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing pada minggu ini: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 495,71 miliar), PT Adaro Energy Tbk/ADRO (Rp 440,48 miliar), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (Rp 424,45 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 336,11 miliar), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 319,32 miliar).
Ada 2 hal utama yang melandasi aksi jual investor asing. Pertama, pelemahan rupiah. Sepanjang minggu ini, rupiah melemah 0,36% terhadap dolar AS di pasar spot ke level Rp 13.935. Bahkan, rupiah sempat mencapai titik terlemahnya di level Rp 13.973/dolar AS pada 3 Mei lalu.
Pelemahan rupiah terjadi lantar the Federal Reserve selaku bank sentral AS mengungkapkan selepas pertemuan yang digelar pada 1-2 Mei silam bahwa inflasi dan inflasi inti telah bergerak menuju target sebesar 2%. Pernyataan tersebut merupakan sebuah peningkatan dari pernyataan pada bulan maret lalu, dimana kala itu the Fed mengungkapkan bahwa kedua indikator tersebut telah bertengger di bawah 2%.
Tak sampai disitu, the Fed juga seakan mengindikasikan bahwa inflasi bisa meroket di atas 2%. "Inflasi dalam basis 12 bulan (YoY) diharapkan berada di sekitar target simetris 2% dalam jangka waktu menengah," tulis pernyataan The Fed. Penggunaan kata simetris inilah yang menimbulkan persepsi bahwa inflasi nantinya bisa melebihi level 2%.
Akibatnya, timbul kembali persepsi bahhwa sang bank sentral akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 4 kali, lebih agresif dari rencana awal yang sebanyak 3 kali saja. Pelaku pasar pun berbondong-bondong melepas rupiah dan berlaih memeluk dolar AS. Apalagi, tak ada faktor fundamental yang bisa menjaga kinerja rupiah.
Pada akhirnya, instrumen investasi yang berbasis rupiah pun menjadi tak menarik. Pasalnya, ada potensi kerugian kurs yang harus ditanggung kala mengonversikan balik investasinya ke dalam dolar AS.
Kedua, kinerja keuangan yang kurang memuaskan dari emiten-emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), terutama yang berasal dari sektor jasa keuangan.
Sepanjang kuartal-I 2018, laba bersih PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) tercatat sebesar sebesar Rp 3,66 triliun, lebih rendah dibandingkan rata-rata konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar Rp 3,91 triliun. Laba bersih Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sepanjang kuartal-I tercatat sebesar Rp 7,4 triliun, di bawah konsensus yang sebesar Rp 8,05 triliun.
Laba bersih PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) tercatat sebesar Rp 5,9 triliun, lebih rendah dari konsensus yang yang sebesar Rp 6 triliun. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) membukukan laba bersih sebesar Rp 5,5 triliun, di bawah konsensus yang sebesar yang sebesar Rp 5,6 triliun.
Pada saham BBNI, BMRI, dan BBCA, investor asing melakukan jual bersih masing-masing sebesar Rp 188,15 miliar, Rp 3,61 miliar, dan Rp 121,52 miliar.
Mengecewakannya kinerja emiten-emiten perbankan tentu merupakan lampu merah bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Jika kinerja emiten perbankan tak maksimal, maka dapat diproyeksikan bahwa data pertumbuhan ekonomi kuartal-I yang akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 7 Mei mendatang juga tak akan menggembirakan.
Dengan memperhatikan hal tersebut, aliran modal keluar di pasar saham bisa terus membengkak.
(ank/ank) Next Article Melesat ke Bulan, IHSG Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Masa!
Aksi jual banyak dilakukan oleh investor asing. Tercatat, sepanjang minggu ini investor asing melepas hingga Rp 2,7 triliun kepemilikannya atas saham-saham dalam negeri. Aksi jual terbesar terjadi pada hari Jumat (4/5/2018) dengan nilai sebesar Rp 842,51 miliar.
Mengutip RTI, berikut lima besar saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing pada minggu ini: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 495,71 miliar), PT Adaro Energy Tbk/ADRO (Rp 440,48 miliar), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (Rp 424,45 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 336,11 miliar), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 319,32 miliar).
Pelemahan rupiah terjadi lantar the Federal Reserve selaku bank sentral AS mengungkapkan selepas pertemuan yang digelar pada 1-2 Mei silam bahwa inflasi dan inflasi inti telah bergerak menuju target sebesar 2%. Pernyataan tersebut merupakan sebuah peningkatan dari pernyataan pada bulan maret lalu, dimana kala itu the Fed mengungkapkan bahwa kedua indikator tersebut telah bertengger di bawah 2%.
Tak sampai disitu, the Fed juga seakan mengindikasikan bahwa inflasi bisa meroket di atas 2%. "Inflasi dalam basis 12 bulan (YoY) diharapkan berada di sekitar target simetris 2% dalam jangka waktu menengah," tulis pernyataan The Fed. Penggunaan kata simetris inilah yang menimbulkan persepsi bahwa inflasi nantinya bisa melebihi level 2%.
Akibatnya, timbul kembali persepsi bahhwa sang bank sentral akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 4 kali, lebih agresif dari rencana awal yang sebanyak 3 kali saja. Pelaku pasar pun berbondong-bondong melepas rupiah dan berlaih memeluk dolar AS. Apalagi, tak ada faktor fundamental yang bisa menjaga kinerja rupiah.
Pada akhirnya, instrumen investasi yang berbasis rupiah pun menjadi tak menarik. Pasalnya, ada potensi kerugian kurs yang harus ditanggung kala mengonversikan balik investasinya ke dalam dolar AS.
Kedua, kinerja keuangan yang kurang memuaskan dari emiten-emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), terutama yang berasal dari sektor jasa keuangan.
Sepanjang kuartal-I 2018, laba bersih PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) tercatat sebesar sebesar Rp 3,66 triliun, lebih rendah dibandingkan rata-rata konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar Rp 3,91 triliun. Laba bersih Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sepanjang kuartal-I tercatat sebesar Rp 7,4 triliun, di bawah konsensus yang sebesar Rp 8,05 triliun.
Laba bersih PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) tercatat sebesar Rp 5,9 triliun, lebih rendah dari konsensus yang yang sebesar Rp 6 triliun. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) membukukan laba bersih sebesar Rp 5,5 triliun, di bawah konsensus yang sebesar yang sebesar Rp 5,6 triliun.
Pada saham BBNI, BMRI, dan BBCA, investor asing melakukan jual bersih masing-masing sebesar Rp 188,15 miliar, Rp 3,61 miliar, dan Rp 121,52 miliar.
Mengecewakannya kinerja emiten-emiten perbankan tentu merupakan lampu merah bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Jika kinerja emiten perbankan tak maksimal, maka dapat diproyeksikan bahwa data pertumbuhan ekonomi kuartal-I yang akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 7 Mei mendatang juga tak akan menggembirakan.
Dengan memperhatikan hal tersebut, aliran modal keluar di pasar saham bisa terus membengkak.
(ank/ank) Next Article Melesat ke Bulan, IHSG Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Masa!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular