Produksi Minyak AS Cetak Rekor Lagi, Harga Minyak Tertekan

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
03 May 2018 10:35
Selain itu, produksi minyak mentah mingguan negeri Paman Sam juga tercatat kembali memecahkan rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Foto: kotkoa / Freepik
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga minyak bergerak melemah pagi ini, didorong oleh penambahan cadangan minyak Amerika Serikat (AS) yang signifikan. Selain itu, produksi minyak mentah mingguan negeri Paman Sam juga tercatat kembali memecahkan rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Hingga pukul 09.40 WIB hari ini, harga minyak jenis light sweet untuk kontrak pengiriman Juni 2018 bergerak turun 0,22% ke US$67,78/barel, sementara brent untuk kontrak pengiriman Juli 2018 terkoreksi 0,27% ke US$73,16/barel.

Produksi Minyak AS Cetak Rekor Lagi, Harga Minyak TertekanFoto: CNBC Indonesia/Raditya Hanung


Sentimen utama bagi pelemahan harga minyak pagi ini adalah peningkatan cadangan minyak mentah di AS. US Energy Information Administration (EIA) mencatat, cadangan minyak AS sepekan kemarin naik 6,22 juta barel menjadi 435,95 juta barel. Capaian tersebut jauh melampaui ekspektasi pasar yang hanya memprediksi peningkatan sebesar 1 juta barel.

Selain itu, produksi minyak mentah Negeri Paman Sam juga kembali mencatatkan rekor di angka 10,62 juta barel per hari (bph). Padahal pada akhir 2017, produksi AS masih di bawah 10 juta bph. Dengan catatan itu, AS telah melampaui volume produksi sang pemimpin OPEC Arab Saudi.

Saat ini, hanya Rusia yang mampu memproduksi minyak mentah lebih banyak dari AS, dengan volume produksi sekitar 11 juta bph. Namun, banyak analis telah meprediksikan bahwa AS akan mampu menyalip Rusia di akhir tahun ini, apabila laju produksi AS masih kuat seperti saat ini.

Tekanan lainnya datang dari pergerakan dolar AS yang menguat pagi ini. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama, masih bergerak naik meski tidak setinggi sebelumnya. Hingga pukul 09.48 WIB hari ini, indeks tersebut menguat hingga 0,08%.

Penguatan greenback dipicu oleh langkah Bank Sentral AS The Federal Reserve/The Fed yang meski masih menahan suku bunga acuan, tetapi menyebut bahwa inflasi sudah mendekati sasaran. Personal Consumption Expenditure (PCE) yang menjadi indikator The Fed untuk mengukur tingkat inflasi, sudah mencapai target 2%. Untuk core PCE sudah mendekati 2%, tepatnya 1,9%.

Artinya, peluang untuk kenaikan suku bunga acuan pada pertemuan Juni semakin besar, karena ada kebutuhan untuk menjangkar ekspektasi inflasi agar sesuai dengan target. Dalam pertemuan 13 Juni mendatang, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 1,75-2% mencapai 95%, menurut CME Federal Funds Futures.

Sebagai catatan, harga minyak punya hubungan yang berbanding terbalik dengan pergerakan dolar AS, karena menguatnya mata uang Negeri Paman Sam akan membuat harga minyak menjadi relatif lebih mahal, dan akhirnya menekan permintaan sang emas hitam.

Namun ada hal yang bisa mengubah arah harga si emas hitam, yakni potensi diberlakukannya kembali sanksi bagi Iran, yang sempat dicabut pada 2015 setelah kesepakatan soal program nuklir dengan AS dan negara-negara barat.

Trump nampaknya masih berkeras untuk keluar dari kesepakatan yang dibuat pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama itu. Pemerintahan Trump beberapa kali mempertanyakan keseriusan Teheran untuk mengentikan program pengayaan uranium.

Bila sanksi terhadap Iran kembali dikenakan, maka dalam jangka panjang harga minyak akan naik karena berkurangnya pasokan. Bagaimanapun Iran termasuk negara produsen dan eksportir minyak utama dunia dengan cadangan mencapai 157,2 miliar barel.

Produksi minyak di Negeri Persia adalah 3,65 juta barel/hari dan ekspornya mencapai 1,92 juta barel/hari. Potensi itu bisa hilang kala Iran kembali dijatuhi sanksi pengucilan ekonomi.


Namun dalam jangka pendek selagi sanksi belum diterapkan, Iran bisa saja melepas minyaknya besar-besaran karena hal itu akan sulit dilakukan jika sudah ada embargo ekonomi. Ketika minyak Iran membludak di pasar, maka bisa menyeret harga turun karena pasokan yang melimpah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(hps) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular