
Dolar Nyaris Rp 14.000, Sri Mulyani Sebut Ekonomi RI Stabil
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
01 May 2018 08:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada kuartal I-2018 menyimpulkan sistem stabilitas keuangan dalam kondisi terkendali, meskipun tekanan eksternal membuat penguatan dolar AS hampir menyentuh level Rp 14.000/US$.
Sri Mulyani Indrawati selaku Ketua KSSK bahkan tak ragu menyebut terpuruknya rupiah yang mendekati level psikologisnya murni karena disebabkan oleh faktor eksternal. Menurut bendahara negara, kondisi fundamental ekonomi Indonesia dalam keadaan baik-baik saja.
"Tekanan terhadap nilai tukar rupiah, perlu ditegaskan bahwa hal ini disebabkan oleh faktor eksternal, didorong berlanjutnya kenaikan yield US treasury hingga mencapai 3% dan potensi kenaikan Fed Fund Rate," kata Sri Mulyani, Selasa malam, (30/4/2018).
Fundamental ekonomi yang dianggap baik-baik saja tercermin dari tingkat inflasi yangn terjaga, kondisi kas keuangan negara yang terjaga baik itu dari sisi defisit anggaran hingga defisit keseimbangan primer, sampai dengan defisit transaksi berjalan yang masih dalam batas aman.
Meski demikian, KSSK memahami masih ada sejumlah tantangan yang akan dihadapi, dan berpotensi menganggu sistem stabilitas keuangan Indonesia baik itu yang berasal dari gejolak eksternal maupun internal. Hal itu, akan diantisipasi oleh KSSK.
Berikut pin poin anggota KSSK yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terkait dengan kondisi ekonomi Indonesia pada kuartal I-2018, serta langkah-langkah yang akan dilakukan ke depan :
Defisit APBN Masih Terkendali
Pemerintah masih menaruh optimisme tinggi defisit kas negara tidak akan membengkak pada tahun ini. Angin segar yang datang dari penerimaan pajak dalam beberapa bulan terakhir, menjadi keyakinan tersendiri bagi pemerintah untuk menjalani APBN 2018.
Dengan perbaikan penerimaan negara pada tahun ini, maka fokus pemerintah adalah memperbaiki kualitas belanja, serta pengelolaan utang yang mengedepankan prinsip kehati-hatian. Diharapkan, hal ini akan memberikan optimisme bagi seluruh pemangku kepentingan.
"Pemerintah pun terus menjaga agar dampak kenaikan harga minyak internasional dan dinamika nilai tukar rupiah tidak menganggu pelaksanaan APBN, dan momentum pergerakan ekonomi melalui kebijakan perlindungan kepada kelompok miskin dan menjaga kesehatan BUMN energi dan listrik," kata Sri Mulyani.
Penyesuaian Suku Bunga
Upaya melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah masih menjadi pesan utama BI dalam rapat KSSK. Setidaknya, ada 4 kebijakan utama yang akan ditempuh otoritas moneter untuk menjaga nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya, dengan tetap mendorong mekanisme pasar,
Mulai dari memastikan tersedianya likuiditas, mencermati kondisi perekonomian global, sampai dengan memperkuat second line of defense bersama dengan institusi terkait. Namun jika ketiga kebijakan tersebut masih tak mampu meredam dolar AS, maka BI akan menggunakan senjata terakhir.
Gubernur BI Agus Martowardojo kembali menegaskan, jika tekanan rupiah tak mampu menjangkar ekspektasi inflasi yang selama ini menjadi mandat bank sentral, BI akan mempertimbangkan untuk melakukan penyesuaian suku bunga acuan.
"BI tidak menutup ruang menyesuaikan suku bunga kebijakan. Tapi tentunya kebijakan ini akan dilakukan secara hat-hati, terukur, dan bersifat data dependence, mengacu pada perkembangan data terkini maupun perkiraan ke depan," kata Agus.
Rupiah Jatuh, Bank Masih Aman
Jika menggunakan skenario terburuk di mana nilai tukar rupiah terus terpuruk, OJK mengaku optimistis rasio permodalan bank masih terjaga. Apalagi data OJK Maret 2018 menunjukan, rasio kecukupan modal (CAR) berada di atas 22%.
Namun, OJK pun tak memungkiri, bahwa jumlah bank sistemik pada April 2018 bertambah menjadi 15 bank, dari yang sebelumnya pada September 2017 hanya sekitar 11 bank sistemik. Bertambahnya jumlah bank sistemik, tak lepas karena adanya penambahan kapasitas bank.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, risiko dampak pelemahan rupiah dan bertambahnya bank sistemik telah diantisipasi. Pihaknya memastikan, akan mempersiapkan langkah yang diperlukan untuk memperkuat koordinasi antar anggota KSSK.
"Untuk memastikan lembaga jasa keuangan telah melakukan langkah mitigasi yang memadai, sehubungan dengan peningkatan risiko di pasar keuangan, termasuk koordinasi pengawasan terhadap transaksi valas oleh perbankan," katanya.
Tidak Ada Gejala Rush Money
Kondisi ekonomi domestik yang dianggap dalam keadaan baik-baik saja juga tercermin dari jumlah simpanan masyarakat di perbankan. LPS memandang, saat ini belum ada tanda-tanda penarikan dana simpanan secara besar-besaran di perbankan.
"Tidak ada gejala pergerakan tarik dana," kata Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah.
LPS akan bersinergi bersama seluruh anggota KSSK untuk terus memantau dan mencermati pergerakan simpanan masyarakat, dan tingkat bunga simpanan sebagai dampak potensi peningkatan kebutuhan dana untuk penyaluran kredit, serta dampak eksternal.
(dru) Next Article Dolar AS Tembus Rp 14.000, Sri Mulyani: Ini Penyesuaian Pasar
Sri Mulyani Indrawati selaku Ketua KSSK bahkan tak ragu menyebut terpuruknya rupiah yang mendekati level psikologisnya murni karena disebabkan oleh faktor eksternal. Menurut bendahara negara, kondisi fundamental ekonomi Indonesia dalam keadaan baik-baik saja.
"Tekanan terhadap nilai tukar rupiah, perlu ditegaskan bahwa hal ini disebabkan oleh faktor eksternal, didorong berlanjutnya kenaikan yield US treasury hingga mencapai 3% dan potensi kenaikan Fed Fund Rate," kata Sri Mulyani, Selasa malam, (30/4/2018).
Meski demikian, KSSK memahami masih ada sejumlah tantangan yang akan dihadapi, dan berpotensi menganggu sistem stabilitas keuangan Indonesia baik itu yang berasal dari gejolak eksternal maupun internal. Hal itu, akan diantisipasi oleh KSSK.
Berikut pin poin anggota KSSK yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terkait dengan kondisi ekonomi Indonesia pada kuartal I-2018, serta langkah-langkah yang akan dilakukan ke depan :
Defisit APBN Masih Terkendali
Pemerintah masih menaruh optimisme tinggi defisit kas negara tidak akan membengkak pada tahun ini. Angin segar yang datang dari penerimaan pajak dalam beberapa bulan terakhir, menjadi keyakinan tersendiri bagi pemerintah untuk menjalani APBN 2018.
Dengan perbaikan penerimaan negara pada tahun ini, maka fokus pemerintah adalah memperbaiki kualitas belanja, serta pengelolaan utang yang mengedepankan prinsip kehati-hatian. Diharapkan, hal ini akan memberikan optimisme bagi seluruh pemangku kepentingan.
"Pemerintah pun terus menjaga agar dampak kenaikan harga minyak internasional dan dinamika nilai tukar rupiah tidak menganggu pelaksanaan APBN, dan momentum pergerakan ekonomi melalui kebijakan perlindungan kepada kelompok miskin dan menjaga kesehatan BUMN energi dan listrik," kata Sri Mulyani.
Penyesuaian Suku Bunga
Upaya melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah masih menjadi pesan utama BI dalam rapat KSSK. Setidaknya, ada 4 kebijakan utama yang akan ditempuh otoritas moneter untuk menjaga nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya, dengan tetap mendorong mekanisme pasar,
Mulai dari memastikan tersedianya likuiditas, mencermati kondisi perekonomian global, sampai dengan memperkuat second line of defense bersama dengan institusi terkait. Namun jika ketiga kebijakan tersebut masih tak mampu meredam dolar AS, maka BI akan menggunakan senjata terakhir.
Gubernur BI Agus Martowardojo kembali menegaskan, jika tekanan rupiah tak mampu menjangkar ekspektasi inflasi yang selama ini menjadi mandat bank sentral, BI akan mempertimbangkan untuk melakukan penyesuaian suku bunga acuan.
"BI tidak menutup ruang menyesuaikan suku bunga kebijakan. Tapi tentunya kebijakan ini akan dilakukan secara hat-hati, terukur, dan bersifat data dependence, mengacu pada perkembangan data terkini maupun perkiraan ke depan," kata Agus.
Rupiah Jatuh, Bank Masih Aman
Jika menggunakan skenario terburuk di mana nilai tukar rupiah terus terpuruk, OJK mengaku optimistis rasio permodalan bank masih terjaga. Apalagi data OJK Maret 2018 menunjukan, rasio kecukupan modal (CAR) berada di atas 22%.
Namun, OJK pun tak memungkiri, bahwa jumlah bank sistemik pada April 2018 bertambah menjadi 15 bank, dari yang sebelumnya pada September 2017 hanya sekitar 11 bank sistemik. Bertambahnya jumlah bank sistemik, tak lepas karena adanya penambahan kapasitas bank.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, risiko dampak pelemahan rupiah dan bertambahnya bank sistemik telah diantisipasi. Pihaknya memastikan, akan mempersiapkan langkah yang diperlukan untuk memperkuat koordinasi antar anggota KSSK.
"Untuk memastikan lembaga jasa keuangan telah melakukan langkah mitigasi yang memadai, sehubungan dengan peningkatan risiko di pasar keuangan, termasuk koordinasi pengawasan terhadap transaksi valas oleh perbankan," katanya.
Tidak Ada Gejala Rush Money
Kondisi ekonomi domestik yang dianggap dalam keadaan baik-baik saja juga tercermin dari jumlah simpanan masyarakat di perbankan. LPS memandang, saat ini belum ada tanda-tanda penarikan dana simpanan secara besar-besaran di perbankan.
"Tidak ada gejala pergerakan tarik dana," kata Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah.
LPS akan bersinergi bersama seluruh anggota KSSK untuk terus memantau dan mencermati pergerakan simpanan masyarakat, dan tingkat bunga simpanan sebagai dampak potensi peningkatan kebutuhan dana untuk penyaluran kredit, serta dampak eksternal.
(dru) Next Article Dolar AS Tembus Rp 14.000, Sri Mulyani: Ini Penyesuaian Pasar
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular