
Harga Minyak Menanti Keputusan Trump Soal Iran
Houtmand P Saragih & Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
26 April 2018 10:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak melajutkan penguatannya pagi ini, meskipun cadangan minyak Amerika Serikat (AS) melonjak. Harga sang emas hitam pagi ini mendapat energi positif dari masih bergemingnya Trump terkait sanksi geopolitik terhadap Iran dan berlangsungnya krisis di Venezuela.
Hingga pukul 09.27 WIB hari ini, harga minyak jenis light sweet untuk kontrak pengiriman Juni 2018 bergerak menguat 0,45% ke US$68,36/barel, sementara brent untuk kontrak pengiriman Juni 2018 juga naik 0,54% ke US$74,4/barel.
Harga minyak sempat melemah lebih dari 1% pada perdagangan hari Selasa (24/4) setelah pertemuan Trump dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron mengindikasikan perkembangan positif tercapainya kesepakatan untuk menjaga kesepakatan nuklir Iran.
Dalam pertemuan tersebut, Macron mendesak Trump untuk mematuhi kesepakatan dengan Iran. Sampai ada kesepakatan baru, AS diharuskan untuk taat dan tidak bisa menarik diri begitu saja.
"AS adalah pihak yang membuat kesepakatan ini (semasa pemerintahan Presiden Barack Obama). Jadi Anda harus menjaganya," tegas Macron, seperti dikutip Reuters.
"Memang benar bahwa kesepakatan ini mungkin tidak mencakup seluruh kepentingan kita. Namun bukan berarti kita meninggalkannya sebelum ada kesepakatan baru yang lebih substantif. Itu posisi saya," tambah Macron.
Secara mengejutkan, Trump sempat menyambut positif argumentasi Macron, bahkan menyatakan AS dapat segera mencapai kesepakatan dengan Prancis untuk menjaga kesepakatan nuklir Iran yang diteken pada 2015.
"Kita mengerti satu sama lain, dan akan melihat bagaimana hasilnya. Kita setidaknya dapat mencapai kesepakatan antara kita dengan cukup cepat. Saya kira kita sudah cukup dekat untuk memahami satu sama lain, dan saya merasa pertemuan kita berjalan sangat baik," ujar orang no. 1 di AS tersebut.
Namun, keputusan belum diambil pada pertemuan tersebut, di mana Trump cenderung bergeming. Eks taipan properti ini nampaknya akan tetap pada posisinya yaitu menarik diri dari perjanjian yang dibuat dengan Iran. Trump akan memutuskan langkah berikutnya pada 12 Mei.
Perkembangan ini membuat probabilitas pengenaan sanksi baru bagi Iran masih terbuka. Bila terjadi, maka akan berpotensi membuat pasokan minyak dari Negeri Persia terganggu. Berkurangnya pasokan tentu berdampak pada kenaikan harga. Persepsi tersebut pun mampu mengerek harga minyak naik pagi ini.
Selain Iran, kenaikan harga minyak juga disebabkan dinamika di Venezuela. Mengutip Reuters, perusahaan minyak raksasa Chevron telah menarik para petingginya dari negara tersebut setelah dua orang pekerjanya diseret ke penjara akibat perselisihan kontrak dengan perusahaan milik negara, PDVSA.
Situasi ini bisa membuat produksi minyak di Venezuela terganggu, jika kemudian ketakutan menyebar ke perusahaan-perusahaan minyak asing lainnya. Venezuela adalah salah satu negara produsen minyak utama dunia, dengan cadangan mencapai 302,25 miliar barel.
Namun, penguatan minyak pada pagi ini cenderung terbatas oleh beberapa sentimen negatif yang berpotensi membawa harga minyak ke zona koreksi.
Pertama, cadangan minyak mentah AS meningkat 2,2 juta barel dalam sepekan hingga tanggal 20 April menjadi 429,1 juta, berdasarkan data resmi pemerintah Negeri Paman Sam. Padahal konsensus yang dihimpun S&P Global Platts memprediksi penurunan cadangan sebesar 1,1 juta barel.
Selain itu, produksi minyak AS juga berhasil mencatat rekor baru, mendekati angka 10,6 juta barel per hari (bph). Padahal produksi minyak AS pada akhir tahun 2017 masih berada di bawah angka 10 juta bph.
Kedua, indeks dolar AS, yang mencerminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang dunia masih menunjukkan penguatan sebesar 0,02% ke 91,19 pagi ini. Sebelumnya, indeks dolar AS malah sempat menyentuh 0,54%.
Penguatan dolar AS memang masih didukung oleh imbal hasil obligasi pemerintah AS yang sudah semakin tinggi, lantas membuat pelaku pasar melepas kepemilikannya atas instrumen investasi di negara lain dan beralih memeluk dolar AS, sembari menunggu saat yang tepat untuk mulai memburu obligasi pemerintah AS.
Kuatnya dolar AS menyebabkan harga minyak mentah relatif lebih mahal, sehingga dapat menekan permintaan komoditas yang diperdagangkan dengan mata uang negeri Paman Sam ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset
Hingga pukul 09.27 WIB hari ini, harga minyak jenis light sweet untuk kontrak pengiriman Juni 2018 bergerak menguat 0,45% ke US$68,36/barel, sementara brent untuk kontrak pengiriman Juni 2018 juga naik 0,54% ke US$74,4/barel.
![]() |
Dalam pertemuan tersebut, Macron mendesak Trump untuk mematuhi kesepakatan dengan Iran. Sampai ada kesepakatan baru, AS diharuskan untuk taat dan tidak bisa menarik diri begitu saja.
"AS adalah pihak yang membuat kesepakatan ini (semasa pemerintahan Presiden Barack Obama). Jadi Anda harus menjaganya," tegas Macron, seperti dikutip Reuters.
"Memang benar bahwa kesepakatan ini mungkin tidak mencakup seluruh kepentingan kita. Namun bukan berarti kita meninggalkannya sebelum ada kesepakatan baru yang lebih substantif. Itu posisi saya," tambah Macron.
Secara mengejutkan, Trump sempat menyambut positif argumentasi Macron, bahkan menyatakan AS dapat segera mencapai kesepakatan dengan Prancis untuk menjaga kesepakatan nuklir Iran yang diteken pada 2015.
"Kita mengerti satu sama lain, dan akan melihat bagaimana hasilnya. Kita setidaknya dapat mencapai kesepakatan antara kita dengan cukup cepat. Saya kira kita sudah cukup dekat untuk memahami satu sama lain, dan saya merasa pertemuan kita berjalan sangat baik," ujar orang no. 1 di AS tersebut.
Namun, keputusan belum diambil pada pertemuan tersebut, di mana Trump cenderung bergeming. Eks taipan properti ini nampaknya akan tetap pada posisinya yaitu menarik diri dari perjanjian yang dibuat dengan Iran. Trump akan memutuskan langkah berikutnya pada 12 Mei.
Perkembangan ini membuat probabilitas pengenaan sanksi baru bagi Iran masih terbuka. Bila terjadi, maka akan berpotensi membuat pasokan minyak dari Negeri Persia terganggu. Berkurangnya pasokan tentu berdampak pada kenaikan harga. Persepsi tersebut pun mampu mengerek harga minyak naik pagi ini.
Selain Iran, kenaikan harga minyak juga disebabkan dinamika di Venezuela. Mengutip Reuters, perusahaan minyak raksasa Chevron telah menarik para petingginya dari negara tersebut setelah dua orang pekerjanya diseret ke penjara akibat perselisihan kontrak dengan perusahaan milik negara, PDVSA.
Situasi ini bisa membuat produksi minyak di Venezuela terganggu, jika kemudian ketakutan menyebar ke perusahaan-perusahaan minyak asing lainnya. Venezuela adalah salah satu negara produsen minyak utama dunia, dengan cadangan mencapai 302,25 miliar barel.
Namun, penguatan minyak pada pagi ini cenderung terbatas oleh beberapa sentimen negatif yang berpotensi membawa harga minyak ke zona koreksi.
Pertama, cadangan minyak mentah AS meningkat 2,2 juta barel dalam sepekan hingga tanggal 20 April menjadi 429,1 juta, berdasarkan data resmi pemerintah Negeri Paman Sam. Padahal konsensus yang dihimpun S&P Global Platts memprediksi penurunan cadangan sebesar 1,1 juta barel.
Selain itu, produksi minyak AS juga berhasil mencatat rekor baru, mendekati angka 10,6 juta barel per hari (bph). Padahal produksi minyak AS pada akhir tahun 2017 masih berada di bawah angka 10 juta bph.
Kedua, indeks dolar AS, yang mencerminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang dunia masih menunjukkan penguatan sebesar 0,02% ke 91,19 pagi ini. Sebelumnya, indeks dolar AS malah sempat menyentuh 0,54%.
Penguatan dolar AS memang masih didukung oleh imbal hasil obligasi pemerintah AS yang sudah semakin tinggi, lantas membuat pelaku pasar melepas kepemilikannya atas instrumen investasi di negara lain dan beralih memeluk dolar AS, sembari menunggu saat yang tepat untuk mulai memburu obligasi pemerintah AS.
Kuatnya dolar AS menyebabkan harga minyak mentah relatif lebih mahal, sehingga dapat menekan permintaan komoditas yang diperdagangkan dengan mata uang negeri Paman Sam ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset
Most Popular