Dolar AS Nyaris Rp 14.000, BI Titip Pesan untuk Pengusaha
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
24 April 2018 15:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih terus melemah dan mendekati Rp 14.000. Bank Indonesia (BI) menyampaikan pesan khusus kepada korporasi yang memiliki kewajiban atau utang dalam bentuk valuta asing non rupiah.
"Dalam kondisi saat ini dan ke depan, sebaiknya semua pihak mengedepankan pengelolaan risiko pasar, terutama yang memiliki net liabilities dalam valuta asing. Perbankan di Indonesia khususnya yang besar sudah bisa memfasilitasi transaksi hedging bagi nasabahnya," ungkap Kepala Departemen Pendalaman Pasar Keuangan, Nanang Hendarsah kepada CNBC Indonesia, Selasa (24/4/2018).
Dijelaskan Nanang, risiko pasar yang dimaksud adalah risiko fluktuasi nilai tukar dan suku bunga karena Amerika Serikat (AS) tengah memasuki siklus kenaikan suku bunga yang sudah tertransformasi ke kenaikan yield US Treasury Note mendekati 3%.
"Dunia usaha yang terekspos terhadap kewajiban valas dan importir sebaiknya melakukan lindung nilai. Meski BI akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar, tapi untuk menjaga kestabilannya juga perlu didukung oleh berbagai pihak untuk masuk ke skema hedging," tuturnya.
"Skema hedging yang sudah tersedia seperti produk plain vanila, fx forward, fx swap, fx option, atau call spread option yang lebih efisien. Ini agar tidak seluruh kebutuhan valas membebani transaksi spot, yang secara langsung mempengaruhi kurs," imbuh Nanang.
Menurutnya, dengan nasabah bank masuk ke transaksi lindung nilai, maka bank bisa lebih memiliki ruang untuk mengelola dan mempersiapkan ketersediaan likuiditas valas ke depan.
"Korporasi besar termasuk BUMN sudah banyak masuk tapi sebagian besar baru sebatas memenuhi ketentuan kewajiban 25% dari net asset-liabilities valas. Pengelolaan risiko pasar sebaiknya merupakan bagian yang integral dari pengelolaan risiko korporasi yang continue," tutup Nanang.
(prm) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
"Dalam kondisi saat ini dan ke depan, sebaiknya semua pihak mengedepankan pengelolaan risiko pasar, terutama yang memiliki net liabilities dalam valuta asing. Perbankan di Indonesia khususnya yang besar sudah bisa memfasilitasi transaksi hedging bagi nasabahnya," ungkap Kepala Departemen Pendalaman Pasar Keuangan, Nanang Hendarsah kepada CNBC Indonesia, Selasa (24/4/2018).
Dijelaskan Nanang, risiko pasar yang dimaksud adalah risiko fluktuasi nilai tukar dan suku bunga karena Amerika Serikat (AS) tengah memasuki siklus kenaikan suku bunga yang sudah tertransformasi ke kenaikan yield US Treasury Note mendekati 3%.
"Skema hedging yang sudah tersedia seperti produk plain vanila, fx forward, fx swap, fx option, atau call spread option yang lebih efisien. Ini agar tidak seluruh kebutuhan valas membebani transaksi spot, yang secara langsung mempengaruhi kurs," imbuh Nanang.
Menurutnya, dengan nasabah bank masuk ke transaksi lindung nilai, maka bank bisa lebih memiliki ruang untuk mengelola dan mempersiapkan ketersediaan likuiditas valas ke depan.
"Korporasi besar termasuk BUMN sudah banyak masuk tapi sebagian besar baru sebatas memenuhi ketentuan kewajiban 25% dari net asset-liabilities valas. Pengelolaan risiko pasar sebaiknya merupakan bagian yang integral dari pengelolaan risiko korporasi yang continue," tutup Nanang.
(prm) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular