Rupiah Melemah, APBN Dapat 'Berkah'
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 April 2018 11:20

Meski demikian, pemerintah tentu bukan berarti bahagia kala rupiah melemah. Sebab, depresiasi nilai tukar adalah hal negatif bagi perekonomian secara keseluruhan.
Misalnya dalam hal utang luar negeri (ULN). Bank Indonesia (BI) mencatat ULN korporasi per Februari 2018 adalah US$ 174,8 miliar, tumbuh 5,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Ketika rupiah melemah, maka utang yang dibayarkan korporasi tentu akan membengkak. Indonesia sudah memiliki pengalaman buruk soal pembengkakan ULN sektor swasta akibat depresiasi rupiah, yang berujung pada krisis ekonomi 1998. Krisis yang melebar hingga ke sisi sosial dan politik, ditandai dengan keruntuhan rezim Orde Baru setelah berkuasa hampir 32 tahun.
Pelemahan rupiah juga bisa menghambat proses industrialisasi nasional. Untuk saat ini, harus diakui, mau tidak mau, suka tidak suka, yang namanya bahan baku dan barang modal masih harus diimpor.
Pengadaan bahan baku dan barang modal merupakan komponen vital dalam upaya membangkitkan kembali industri nasional. Dari situ Indonesia bisa merangsang pertumbuhan industri, syukur-syukur yang berorientasi ekspor sehingga mendatangkan devisa.
Namun ketika rupiah melemah, maka biaya untuk mendatangkan bahan baku dan barang modal dari luar negeri menjadi mahal. Ini tentu menjadi disinsentif bagi pelaku usaha, dan mungkin saja bisa menimbulkan sikap lebih baik mengimpor barang jadi ketimbang mendatangkan alat produksi yang hasilnya tidak bisa dinikmati dalam jangka pendek. Industrialis pun berubah menjadi pedagang.
Apabila sampai terjadi, maka tentu akan menjadi kerugian besar bagi Indonesia. Di tengah perlambatan pertumbuhan sektor industri, Indonesia membutuhkan lebih banyak bahan baku dan barang modal untuk kembali menggairahkan sektor ini. Pelemahan rupiah tentu akan menjadi beban dalam upaya menuju ke sana.
TIM RISET CNBC INDONESIA (aji/aji)
Misalnya dalam hal utang luar negeri (ULN). Bank Indonesia (BI) mencatat ULN korporasi per Februari 2018 adalah US$ 174,8 miliar, tumbuh 5,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Ketika rupiah melemah, maka utang yang dibayarkan korporasi tentu akan membengkak. Indonesia sudah memiliki pengalaman buruk soal pembengkakan ULN sektor swasta akibat depresiasi rupiah, yang berujung pada krisis ekonomi 1998. Krisis yang melebar hingga ke sisi sosial dan politik, ditandai dengan keruntuhan rezim Orde Baru setelah berkuasa hampir 32 tahun.
Pengadaan bahan baku dan barang modal merupakan komponen vital dalam upaya membangkitkan kembali industri nasional. Dari situ Indonesia bisa merangsang pertumbuhan industri, syukur-syukur yang berorientasi ekspor sehingga mendatangkan devisa.
Namun ketika rupiah melemah, maka biaya untuk mendatangkan bahan baku dan barang modal dari luar negeri menjadi mahal. Ini tentu menjadi disinsentif bagi pelaku usaha, dan mungkin saja bisa menimbulkan sikap lebih baik mengimpor barang jadi ketimbang mendatangkan alat produksi yang hasilnya tidak bisa dinikmati dalam jangka pendek. Industrialis pun berubah menjadi pedagang.
Apabila sampai terjadi, maka tentu akan menjadi kerugian besar bagi Indonesia. Di tengah perlambatan pertumbuhan sektor industri, Indonesia membutuhkan lebih banyak bahan baku dan barang modal untuk kembali menggairahkan sektor ini. Pelemahan rupiah tentu akan menjadi beban dalam upaya menuju ke sana.
![]() |
TIM RISET CNBC INDONESIA (aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular