Rupiah Melemah, APBN Dapat 'Berkah'

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 April 2018 11:20
Rupiah Melemah, APBN Dapat 'Berkah'
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar terhadap dolar Amerika Serikat (AS) cenderung melemah sejak awal pekan ini. Bahkan dolar AS kini cukup dekat ke kisaran Rp 14.000. 

Pada Selasa (24/4/2018) pukul 10:00 WIB, US$ 1 diperdagangkan di Rp 13.890. Tidak berubah dibandingkan penutupan hari sebelumnya. 

Namun secara year to date (YtD), rupiah sudah melemah 2,2%. Rata-rata rupiah YtD adalah Rp 13.617,61/US$. 

Rupiah Melemah, APBN Dapat 'Berkah'Reuters
Perkembangan nilai tukar sangat mempengaruhi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebab, ada penerimaan negara yang didapatkan dalam bentuk valas misalnya bagi hasil atau royalti di sektor migas dan pertambangan. Sementara ada pula belanja negara yang dikeluarkan dalam valas misalnya pembayaran utang. 

Dalam APBN 2018, asumsi nilai tukar adalah Rp 13.400/US$. Artinya dengan perkembangan saat ini, rupiah melemah 217,61 poin. 

Mengutip data sensitivitas asumsi makro APBN 2018, pemerintah sebenarnya 'untung' kala rupiah melemah. Sebab, tambahan penerimaan negara lebih besar ketimbang kenaikan belanja sehingga secara keseluruhan hasilnya masih positif. 

Setiap dolar AS menguat Rp 100 di atas asumsi, maka penerimaan negara bertambah Rp 3,8-5,1 triliun. Sedangkan belanja akan naik Rp 2,2-3,4 triliun. Oleh karena itu, ada tambahan anggaran Rp 1,6-1,7 triliun. 

Secara YtD, dolar AS sudah menguat Rp 217,61 poin. Artinya, secara ceteris paribus APBN 2018 mendapat limpahan durian runtuh lebih dari Rp 3,2-3,4 triliun. Tambahan dana ini diperoleh tanpa kerja keras, hanya dari pelemahan nilai tukar. Meski demikian, pemerintah tentu bukan berarti bahagia kala rupiah melemah. Sebab, depresiasi nilai tukar adalah hal negatif bagi perekonomian secara keseluruhan. 

Misalnya dalam hal utang luar negeri (ULN). Bank Indonesia (BI) mencatat ULN korporasi per Februari 2018 adalah US$ 174,8 miliar, tumbuh 5,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 

Ketika rupiah melemah, maka utang yang dibayarkan korporasi tentu akan membengkak. Indonesia sudah memiliki pengalaman buruk soal pembengkakan ULN sektor swasta akibat depresiasi rupiah, yang berujung pada krisis ekonomi 1998. Krisis yang melebar hingga ke sisi sosial dan politik, ditandai dengan keruntuhan rezim Orde Baru setelah berkuasa hampir 32 tahun. 

Pelemahan rupiah juga bisa menghambat proses industrialisasi nasional. Untuk saat ini, harus diakui, mau tidak mau, suka tidak suka, yang namanya bahan baku dan barang modal masih harus diimpor.  

Pengadaan bahan baku dan barang modal merupakan komponen vital dalam upaya membangkitkan kembali industri nasional. Dari situ Indonesia bisa merangsang pertumbuhan industri, syukur-syukur yang berorientasi ekspor sehingga mendatangkan devisa. 

Namun ketika rupiah melemah, maka biaya untuk mendatangkan bahan baku dan barang modal dari luar negeri menjadi mahal. Ini tentu menjadi disinsentif bagi pelaku usaha, dan mungkin saja bisa menimbulkan sikap lebih baik mengimpor barang jadi ketimbang mendatangkan alat produksi yang hasilnya tidak bisa dinikmati dalam jangka pendek. Industrialis pun berubah menjadi pedagang. 

Apabila sampai terjadi, maka tentu akan menjadi kerugian besar bagi Indonesia. Di tengah perlambatan pertumbuhan sektor industri, Indonesia membutuhkan lebih banyak bahan baku dan barang modal untuk kembali menggairahkan sektor ini. Pelemahan rupiah tentu akan menjadi beban dalam upaya menuju ke sana. 

Rupiah Melemah, APBN Dapat 'Berkah'BPS

TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular