Rupiah Tembus Rp 13.800/Dolar AS, Hindari Saham Agrikultur

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 April 2018 15:55
Kala rupiah tertekan seperti saat ini, investor harus mewaspadai saham-saham sektor agrikultur.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menjadi tajuk utama pembicaraan di kalangan pelaku pasar pada hari ini. Bagaimana tidak, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terdepresiasi sebesar 0,65% ke level Rp 13.870, dimana ini merupakan pelemahan terdalam sejak Januari 2016.

Pelemahan rupiah dipicu oleh kembalinya ketakutan pelaku pasar atas kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve (The Fed) yang lebih agresif dari rencana. Positifnya kinerja keuangan dari korporasi-korporasi yang melantai di Wall Street menjadi penyebabnya.

Mengutip Thomson Reuters, sebanyak 77% dari perusahaan anggota indeks S&P 500 yang telah mengumumkan kinerja keuangan sampai dengan Kamis pagi waktu setempat (19/4/2018) mencatatkan laba bersih yang lebih tinggi dari ekspektasi.

Kinerja yang positif dari para emiten berpotensi mendorong inflasi, sehingg ada potensi inflasi terakselerasi lebih kencang dan memaksa The Fed selaku bank sentral untuk menaikkan suku bunga acuan lebih dari 3 kali pada tahun ini.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) tetap bersikeras mempertahankan suku bunga acuan di level 4,25%, di saat negara-negara tetangga seperti Malaysia, China, dan Singapura telah mengikuti The Fed dengan melakukan normalisasi kebijakan moneter.

Pasar saham pun menjadi korban dari depresiasi rupiah. Sampai dengan berita ini diturunkan, IHSG melemah 0,52% ke level 6.323,04. Lantas, sektor apa saja yang harus dihindari kala rupiah tertekan seperti saat ini?

CNBC Indonesia mencoba menganalisanya menggunakan metode regresi linear. Data yang digunakan adalah rupiah dan indeks saham sektoral sejak awal 2015 sampai dengan penutupan perdagangan kemarin.

Secara sektoral, sembilan sektor saham yang ada di dalam IHSG menunjukkan korelasi negatif dengan depresiasi nilai tukar Rupiah. Artinya, pelemahan rupiah akan menyebabkan kesembilan sektor saham tersebut melemah. Satu-satunya sektor yang memiliki korelasi positif dengan depresiasi rupiah adalah sektor jasa keuangan. Namun, korelasi positifnya sangatlah kecil.

Rupiah Tembus Rp 13.800/Dolar AS, Hindari Saham AgrikulturFoto: CNBC Indonesia/Anthony Kevin

Agrikultur Patut Dihindari
Dengan melihat data di atas, terlihat jelas bahwa sektor agrikultur harus dihindari oleh investor kala rupiah berada dalam tekanan seperti saat ini. Setiap satu poin rupiah melemah, indeks saham sektor agrikultur akan tekoreksi sebesar 0,3848 poin.

Hal ini lantas menciptakan suatu pertanyaan, mengingat emiten-emiten di kedua sektor tersebut berorientasi ekspor. Seharusnya, pelemahan rupiah berdampak positif terhadap penjualan perusahaan. Walaupun secara teori hal tersebut benar, namun pada kenyataannya tak selalu seperti itu.

Ketika rupiah melemah secara signifikan seperti yang terjadi sekarang, mata uang negara mitra dagang Indonesia juga akan ikut tertekan. Sampai dengan berita ini diturunkan, dolar Singapura melemah 0,08% terhadap dolar AS, Rupee melemah 0,26%, Yen melemah 0,16%, dan Yuan melemah 0,23%. Artinya, daya beli dari mitra dagang Indonesia tak serta-merta terdongkrak naik.

Kemudian, ada kekhawatiran bahwa depresiasi rupiah akan menyebabkan kesulitan bagi emiten-emiten di sektor tersebut untuk melunasi utang luar negeri (ULN) yang dimilikinya. Per akhir 2017, ULN sektor agrikultur tercatat sebesar US$ 6,85 miliar atau setara dengan 4% dari total ULN sektor swasta di Indonesia.

Pada awal tahun ini, salah satu emiten dari sektor agrikultur yaitu PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) diketahui menerbitkan global bond senilai US$ 300 juta.

Menjelang penutupan perdagangan, sektor agrikultur terkoreksi sebesar 0,18%.

(ank/ank) Next Article Menakar Cuan dari Saham CPO, Seperti Apa Valuasinya?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular