AS Siap Batasi Investasi China, Bursa Saham Asia Meradang

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 April 2018 09:10
Isu perang dagang memanas lagi. Kementerian keuangan AS sedang mempertimbangkan penggunaan undang-undang darurat untuk batasi investasi asal China.
Foto: REUTERS/Toru Hanai
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Asia memulai perdagangan hari ini (20/4/2018) dengan negatif. Indeks Nikkei dibuka turun 0,19% ke level 22.148,22, indeks Kospi dibuka turun 0,3% ke level 2.478,59, indeks Strait Times dibuka turun 0,55% ke level 3.578,85, indeks Shanghai dibuka turun 0,38% ke level 3.105,46, dan indeks Hang Seng dibuka turun 0,2% ke level 30.647,94.

Dari rilis data ekonomi, inflasi inti Jepang periode Maret tercatat sebesar 0,9% YoY, sesuai dengan estimasi. Namun, inflasi inti periode Maret melandai dari capaian bulan sebelumnya yang sebesar 1% YoY.

Isu perang dagang memanas lagi. Kini, Kementerian keuangan AS sedang mempertimbangkan penggunaan undang-undang darurat (emergency law) untuk membatasi investasi asal China pada sektor teknologi yang sensitif di AS. Hal ini diungkapkan oleh Heath tarbert, salah seorang pegawai di kementerian tersebut.

Seperti dengan pengenaan bea masuk bagi senilai US$ 60 miliar barang impor asal China yang diumumkan pada 22 Maret lalu waktu setempat, langkah ini dimaksudkan untuk menghukum China atas praktek bisnisnya yang dituding melanggar hak kekayaan intelektual dari korporasi asal AS.

Sebelumnya, Presiden Donald Trump memang sudah meminta Menteri Keuangan Steve Mnuchin untuk mempertimbangkan larangan investasi bagi perusahaan asal China pasca hasil penyelidikan terhadap praktek kekayaan intelektual China dirilis pada bulan lalu.

Melemahnya Wall Street juga menjadi pemberat laju bursa saham Asia. Pada perdagangan kemarin (19/4/2018), indeks Dow Jones ditutup turun 0,34%, indeks S&P 500 turun 0,57%, dan indeks Nasdaq terkoreksi 0,78%. Anjloknya Wall Street banyak dipicu oleh pelemahan saham-saham sektor teknologi Apple, Nvidia, Micron, dan Advance Micro Devices.

Proyeksi penjualan yang dirilis oleh Taiwan Semiconductor Manufacturing (TSMC) menjadi penyebabnya. Perusahaan pembuat chip terbesar di dunia itu memproyeksikan penjualan kuartal 2 sebesar US$ 7,8-7,9 miliar, jauh dibawah proyeksi analis yang sebesar US$ 8,8 miliar. Sebagai catatan, penjualan dari TSMC merupakan indikator dari kinerja perusahaan-perusahaan teknologi di AS, dikarenakan TSMC merupakan produsen chip yang digunakan oleh mereka.
(ank/roy) Next Article Bursa Asia Akhirnya Menghijau Juga, IHSG Bakal Bergairah?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular