Isu Perang Dagang Membara Lagi, IHSG Melemah Tipis 0,02%

Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 April 2018 16:34
Pelemahan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham kawasan regional yang juga terkoreksi.
Foto: Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah tipis 0,02% ke level 6.285,76, setelah menghabiskan mayoritas perdagangan hari ini di zona hijau. Pelemahan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham kawasan regional yang juga terkoreksi: indeks Shanghai turun 1,39%, indeks Hang Seng turun 0,83%, indeks Kospi turun 0,15%, dan indeks SET (Thailand) turun 0,69%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 6,7 triliun dengan volume sebanyak 10,45 miliar saham. Frekuensi perdagangan adalah 373.022 kali.

Secara sektoral, pelemahan IHSG paling banyak didorong oleh sektor jasa keuangan yang turun sebesar 0,25%, disusul oleh sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi yang melemah sebesar 0,55%.

Saham-saham yang berkontribusi paling besar bagi koreksi IHSG diantaranya: PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-2,17%), PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk/HMSP (-0,98%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-4,95%), PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (-3,07%), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-0,27%).

Laju bursa saham regional dihantui oleh kembali memanasnya isu perang dagang. AS kini tengah mempertimbangkan sanksi baru bagi China guna membalas kebijakan mereka yang merugikan perusahaan-perusahaan teknologi asal AS yang berinvestasi disana.

Seperti dikutip dari CNBC, perusahaan cloud-computing seperti Amazon dan Microsoft dipaksa untuk berkolaborasi dengan perusahaan China dan memberikan lisensi atas kekayaan intelektual yang dimiliki kepada mitranya tersebut. Menurut U.S. Trade Representative (USTR), langkah dari China tersebut telah mencegah perusahaan-perusahaan asal AS untuk beroperasi secara independen.

Rencana pengenaan sanksi baru tersebut lantas membuka lembaran baru atas panasnya hubungan kedua negara, pasca AS sebelumnya memberlakukan kebijakan bea masuk atas baja dan aluminium asal china, serta bea masuk atas produk-produk berteknologi tinggi.

Kementerian Perdagangan AS juga diketahui telah melarang perusahaan Negeri Paman Sam untuk mendatangkan perangkat maupun komponen telekomunikasi dari korporasi asal China, ZTE. Sanksi ini akan berlaku selama tujuh tahun ke depan.

Sanksi tersebut dikenakan karena ZTE melanggar peraturan dengan mengirimkan barang secara ilegal ke Iran. Pengenaan sanksi bagi ZTE kembali memanaskan tensi perdagangan antar dua negara dengan nilai ekonomi jumbo tersebut.

Kemudian, pelaku pasar juga mencermati pernyataan dari Presiden AS Donald Trump yang menuduh China dan Rusia sebagai manipulator nilai tukar. "Rusia dan China memainkan permainan devaluasi nilai tukar disaat AS terus menaikkan suku bunga (acuan). Tak dapat diterima!", tulis Trump dalam sebuah twit yang diposting kemarin malam (16/4/2018) waktu Indonesia.

Tuduhan Trump tersebut lantas bertentangan dengan laporan semi-tahunan yang dirilis oleh Kementerian keuangannya pada hari Jumat lalu (13/4/2018). Kala itu, Kementerian Keuangan AS tak melabeli satu negara pun sebagai manipulator nilai tukar.

Bukan tak mungkin tuduhan dari Trump ini akan berbuntut kepada kebijakan yang mengerikan. Pasalnya, hal yang sama telah kita lihat kala Trump menarik AS dari negosiasi blok dagang Trans Pacific Partnership (TPP) dan memberlakukan bea masuk bagi produk impor dari negara-negara mitra dagangnya.

Akibat ketidakpastian dari sisi eksternal yang kembali menghantui, investor asing melakukan aksi jual bersih sebesar 740,29 miliar. PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk/HMSP (Rp 265,76 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 191,51 miliar), PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (Rp 53,35 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 47,03 miliar), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (Rp 46,38 miliar) merupakan saham-saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing.
Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular