
Awal Pekan, Rupiah Menguat 0,07% Lawan Dolar AS
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 April 2018 08:40

Meski demikian, tetap ada risiko bagi rupiah untuk melemah. Presiden Federal Reserve Chicago Charles Evans, salah satu anggota Dewan Gubernur yang dikenal paling dovish, optimistis inflasi AS akan mencapai target 2% sehingga cocok dengan kenaikan suku bunga secara bertahap.
"Kebijakan fiskal telah jauh lebih suportif terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, kebutuhan akan kebijakan moneter yang akomodatif lebih sedikit dibandingkan sebelumnya. Kenaikan suku bunga yang bertahap dan perlahan akan sesuai agar kita dapat menuju situasi di mana kebijakan moneter tidak lagi menyediakan dorongan bagi ekonomi," tegas Evans, seperti dikutip dari Reuters.
Komentar bernada hawkish dari Evans bisa menimbulkan pembacaan bahwa The Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga. The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga acuan tiga kali selama 2018, tetapi kartu kenaikan sampai empat kali masih ada di meja.
Ditambah lagi pertumbuhan gaji di AS pada Maret lebih baik ketimbang bulan sebelumnya. Pada Maret, penghasilan per jam rata-rata naik 0,3% secara month-to-month (MtM) atau 2,7% secara year-on-year (YoY). Capaian itu lebih tinggi dari peningkatan bulan sebelumnya yaitu 0,1% MtM atau 2,6% YoY.
Di satu sisi, hal ini menjadi catatan positif yaitu sinyal pemulihan konsumsi masyarakat. Namun di sisi lain perlu diwaspadai karena peningkatan upah yang pesat akan mengindikasikan laju inflasi yang lebih cepat dari perkiraan sehingga menjadi justifikasi kenaikan suku bunga yang lebih agresif.
Oleh karena itu, di pasar Non-Deliverable Forward (NDF) rupiah diperdagangkan melemah di Rp 13.807-13.815/US$. Risiko pelemahan rupiah masih ada dan perlu diwaspadai. (aji/aji)
"Kebijakan fiskal telah jauh lebih suportif terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, kebutuhan akan kebijakan moneter yang akomodatif lebih sedikit dibandingkan sebelumnya. Kenaikan suku bunga yang bertahap dan perlahan akan sesuai agar kita dapat menuju situasi di mana kebijakan moneter tidak lagi menyediakan dorongan bagi ekonomi," tegas Evans, seperti dikutip dari Reuters.
Komentar bernada hawkish dari Evans bisa menimbulkan pembacaan bahwa The Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga. The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga acuan tiga kali selama 2018, tetapi kartu kenaikan sampai empat kali masih ada di meja.
Di satu sisi, hal ini menjadi catatan positif yaitu sinyal pemulihan konsumsi masyarakat. Namun di sisi lain perlu diwaspadai karena peningkatan upah yang pesat akan mengindikasikan laju inflasi yang lebih cepat dari perkiraan sehingga menjadi justifikasi kenaikan suku bunga yang lebih agresif.
Oleh karena itu, di pasar Non-Deliverable Forward (NDF) rupiah diperdagangkan melemah di Rp 13.807-13.815/US$. Risiko pelemahan rupiah masih ada dan perlu diwaspadai. (aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular