
Awal Pekan, Rupiah Menguat 0,07% Lawan Dolar AS
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 April 2018 08:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat pada perdagangan hari ini. Penguatan rupiah dan mata uang Asia didorong oleh perkembangan positif dari isu perselisihan dagang AS-China.
Pada Senin (9/4/2018), U$ 1 dihargai Rp 13.760. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan penutupan akhir pekan lalu.
Rupiah bergerak senada dengan mata uang kawasan yang menguat terhadap greenback. Berikut perkembangan sejumlah mata uang Asia dibandingkan dolar AS:
Sentimen positif bagi mata uang regional datang dari perkembangan perang dagang AS vs China. Presiden AS Donald Trump dalam cuitannya di Twitter menyebutkan China akan menghapuskan hambatan perdagangan (trade barriers) dan lebih menghormati hak atas kekayaan intelektual.
"China akan menghapuskan trade barriers mereka, karena itu hal yang benar. Pajak akan bersifat resiprokal dan akan ada kesepakatan mengenai hak kekayaan intelektual," tulis Trump.
Eks taipan properti tersebut juga memuji sosok Presiden China, Xi Jinping. Trump menyebut Xi sebagai sahabatnya.
"Presiden Xi dan saya selalu akan menjadi sahabat, apapun yang terjadi dengan perselisihan di perdagangan. Masa depan akan cerah bagi kedua negara!" tulis Trump.
Cuitan Trump membawa optimisme di pasar bahwa para pemimpin di AS dan China masih berupaya untuk menghindari perang dagang. Bila perang dagang AS-China tidak terjadi, maka arus perdagangan dunia akan lancar sehingga setiap negara bisa menikmati devisa dari ekspor. Ini membuat mata uang Asia cenderung menguat. Meski demikian, tetap ada risiko bagi rupiah untuk melemah. Presiden Federal Reserve Chicago Charles Evans, salah satu anggota Dewan Gubernur yang dikenal paling dovish, optimistis inflasi AS akan mencapai target 2% sehingga cocok dengan kenaikan suku bunga secara bertahap.
"Kebijakan fiskal telah jauh lebih suportif terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, kebutuhan akan kebijakan moneter yang akomodatif lebih sedikit dibandingkan sebelumnya. Kenaikan suku bunga yang bertahap dan perlahan akan sesuai agar kita dapat menuju situasi di mana kebijakan moneter tidak lagi menyediakan dorongan bagi ekonomi," tegas Evans, seperti dikutip dari Reuters.
Komentar bernada hawkish dari Evans bisa menimbulkan pembacaan bahwa The Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga. The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga acuan tiga kali selama 2018, tetapi kartu kenaikan sampai empat kali masih ada di meja.
Ditambah lagi pertumbuhan gaji di AS pada Maret lebih baik ketimbang bulan sebelumnya. Pada Maret, penghasilan per jam rata-rata naik 0,3% secara month-to-month (MtM) atau 2,7% secara year-on-year (YoY). Capaian itu lebih tinggi dari peningkatan bulan sebelumnya yaitu 0,1% MtM atau 2,6% YoY.
Di satu sisi, hal ini menjadi catatan positif yaitu sinyal pemulihan konsumsi masyarakat. Namun di sisi lain perlu diwaspadai karena peningkatan upah yang pesat akan mengindikasikan laju inflasi yang lebih cepat dari perkiraan sehingga menjadi justifikasi kenaikan suku bunga yang lebih agresif.
Oleh karena itu, di pasar Non-Deliverable Forward (NDF) rupiah diperdagangkan melemah di Rp 13.807-13.815/US$. Risiko pelemahan rupiah masih ada dan perlu diwaspadai.
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Senin (9/4/2018), U$ 1 dihargai Rp 13.760. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan penutupan akhir pekan lalu.
![]() |
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 106,91 | +0,01 |
Yuan China | 6,30 | -0,26 |
Won Korsel | 1.067,51 | +0,21 |
Rupee India | 64,92 | -0,06 |
Dolar Singapura | 1,31 | +0,08 |
Ringgit Malaysia | 3,86 | +0,13 |
Sentimen positif bagi mata uang regional datang dari perkembangan perang dagang AS vs China. Presiden AS Donald Trump dalam cuitannya di Twitter menyebutkan China akan menghapuskan hambatan perdagangan (trade barriers) dan lebih menghormati hak atas kekayaan intelektual.
"China akan menghapuskan trade barriers mereka, karena itu hal yang benar. Pajak akan bersifat resiprokal dan akan ada kesepakatan mengenai hak kekayaan intelektual," tulis Trump.
Eks taipan properti tersebut juga memuji sosok Presiden China, Xi Jinping. Trump menyebut Xi sebagai sahabatnya.
"Presiden Xi dan saya selalu akan menjadi sahabat, apapun yang terjadi dengan perselisihan di perdagangan. Masa depan akan cerah bagi kedua negara!" tulis Trump.
Cuitan Trump membawa optimisme di pasar bahwa para pemimpin di AS dan China masih berupaya untuk menghindari perang dagang. Bila perang dagang AS-China tidak terjadi, maka arus perdagangan dunia akan lancar sehingga setiap negara bisa menikmati devisa dari ekspor. Ini membuat mata uang Asia cenderung menguat. Meski demikian, tetap ada risiko bagi rupiah untuk melemah. Presiden Federal Reserve Chicago Charles Evans, salah satu anggota Dewan Gubernur yang dikenal paling dovish, optimistis inflasi AS akan mencapai target 2% sehingga cocok dengan kenaikan suku bunga secara bertahap.
"Kebijakan fiskal telah jauh lebih suportif terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, kebutuhan akan kebijakan moneter yang akomodatif lebih sedikit dibandingkan sebelumnya. Kenaikan suku bunga yang bertahap dan perlahan akan sesuai agar kita dapat menuju situasi di mana kebijakan moneter tidak lagi menyediakan dorongan bagi ekonomi," tegas Evans, seperti dikutip dari Reuters.
Komentar bernada hawkish dari Evans bisa menimbulkan pembacaan bahwa The Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga. The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga acuan tiga kali selama 2018, tetapi kartu kenaikan sampai empat kali masih ada di meja.
Ditambah lagi pertumbuhan gaji di AS pada Maret lebih baik ketimbang bulan sebelumnya. Pada Maret, penghasilan per jam rata-rata naik 0,3% secara month-to-month (MtM) atau 2,7% secara year-on-year (YoY). Capaian itu lebih tinggi dari peningkatan bulan sebelumnya yaitu 0,1% MtM atau 2,6% YoY.
Di satu sisi, hal ini menjadi catatan positif yaitu sinyal pemulihan konsumsi masyarakat. Namun di sisi lain perlu diwaspadai karena peningkatan upah yang pesat akan mengindikasikan laju inflasi yang lebih cepat dari perkiraan sehingga menjadi justifikasi kenaikan suku bunga yang lebih agresif.
Oleh karena itu, di pasar Non-Deliverable Forward (NDF) rupiah diperdagangkan melemah di Rp 13.807-13.815/US$. Risiko pelemahan rupiah masih ada dan perlu diwaspadai.
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular