
Investor Asing Kabur Rp 435 miliar, IHSG Menguat 0,42%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 April 2018 16:53

Tekanan inflasi pada bulan lalu datang dari pos bahan makanan dan makanan jadi yang masing-masing memiliki andil sebesar 0,05% dan 0,04% (terhadap inflasi secara MoM). Hal tersebut lantas diartikan sebagai sebuah sinyal bangkitnya daya beli masyarakat Indonesia.
Saham-saham sektor barang konsumsi yang diperdagangkan menguat pada hari ini diantaranya: PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+1,6), PT Multi Bintang Indonesia Tbk/MLBI (+1,23%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+0,96%), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (+0,61%), dan PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk/HMSP (+0,25%).
Penguatan IHSG juga ditopang oleh sektor pertambangan yang menguat sebesar 1,44%. Sampai dengan akhir perdagangan IHSG, harga minyak mentah jenis WTI kontrak pengiriman Mei menguat tipis 0,03% ke level US$ 63,39/barel, sementara brent kontrak pengiriman Juni menguat 0,07% menjadi US$ 68,07/barel. Pelaku pasar yang sempat takut permintaan minyak akan turun akibat perang dagang kini nampak lebih optimis atas prospek si minyak hitam tersebut.
Terlebih, cadangan minyak AS untuk minggu yang berakhir pada 30 Maret tercatat turun sebesar 4,6 juta barel, jauh dibawah ekspektasi yang memperkirakan akan ada lonjakan sebesar 1,4 juta barel.
Saham-saham emiten pertambangan minyak yang diperdagangkan menguat pada hari ini diantaranya: PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) naik 1,75%, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) naik 1,65%, PT Elnusa Tbk (ELSA) naik 1,34%, dan PT Benakat Integra Tbk (BIPI) naik 1,2%.
Sisi negatifnya, investor asing masih melakukan aksi jual bersih sebesar Rp 434,61 miliar. Aksi jual investor asing banyak terkonsentrasi pada saham-saham perbankan: PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dilepas Rp 174,62 miliar, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dilepas Rp 89,42 miliar, dan PT Bank Negara Indonesia (BBNI) dilepas Rp 50,49 miliar, dan PT Bank Central Asia TBk (BBCA) dilepas Rp 41,28 miliar.
Investor asing nampak masih menghindari saham-saham perbankan terkait dengan terpilihnya Perry Warjiyo sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) yang baru. Mereka khawatir sikap Perry yang pro growth akan membuat bank-bank 'dipaksa' untuk menggenjot pertumbuhan kredit. Masalahnya, situasi ekonomi saat ini masih penuh ketidakpastian. Jika kredit dipaksa untuk tumbuh akan berisiko pada peningkatakan rasio kredit bermasalah seperti yang terjadi pada 2015 dan 2016.
Keputusan BI untuk melonggarkan rata-rata GWM Primer dalam rupiah dari 1,5% menjadi 2% yang diumumkan pada hari ini lantas diartikan sebagai langkah awal BI dalam menggenjot pertumbuhan kredit. (roy/roy)
Saham-saham sektor barang konsumsi yang diperdagangkan menguat pada hari ini diantaranya: PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+1,6), PT Multi Bintang Indonesia Tbk/MLBI (+1,23%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+0,96%), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (+0,61%), dan PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk/HMSP (+0,25%).
Penguatan IHSG juga ditopang oleh sektor pertambangan yang menguat sebesar 1,44%. Sampai dengan akhir perdagangan IHSG, harga minyak mentah jenis WTI kontrak pengiriman Mei menguat tipis 0,03% ke level US$ 63,39/barel, sementara brent kontrak pengiriman Juni menguat 0,07% menjadi US$ 68,07/barel. Pelaku pasar yang sempat takut permintaan minyak akan turun akibat perang dagang kini nampak lebih optimis atas prospek si minyak hitam tersebut.
Saham-saham emiten pertambangan minyak yang diperdagangkan menguat pada hari ini diantaranya: PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) naik 1,75%, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) naik 1,65%, PT Elnusa Tbk (ELSA) naik 1,34%, dan PT Benakat Integra Tbk (BIPI) naik 1,2%.
Sisi negatifnya, investor asing masih melakukan aksi jual bersih sebesar Rp 434,61 miliar. Aksi jual investor asing banyak terkonsentrasi pada saham-saham perbankan: PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dilepas Rp 174,62 miliar, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dilepas Rp 89,42 miliar, dan PT Bank Negara Indonesia (BBNI) dilepas Rp 50,49 miliar, dan PT Bank Central Asia TBk (BBCA) dilepas Rp 41,28 miliar.
Investor asing nampak masih menghindari saham-saham perbankan terkait dengan terpilihnya Perry Warjiyo sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) yang baru. Mereka khawatir sikap Perry yang pro growth akan membuat bank-bank 'dipaksa' untuk menggenjot pertumbuhan kredit. Masalahnya, situasi ekonomi saat ini masih penuh ketidakpastian. Jika kredit dipaksa untuk tumbuh akan berisiko pada peningkatakan rasio kredit bermasalah seperti yang terjadi pada 2015 dan 2016.
Keputusan BI untuk melonggarkan rata-rata GWM Primer dalam rupiah dari 1,5% menjadi 2% yang diumumkan pada hari ini lantas diartikan sebagai langkah awal BI dalam menggenjot pertumbuhan kredit. (roy/roy)
Pages
Most Popular