Rupiah Tergilas 1% Terhadap Dolar AS pada Kuartal I 2018

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
02 April 2018 14:13
Rupiah Tergilas 1% Terhadap Dolar AS pada Kuartal I 2018
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) selama kuartal 1-2018 terdepresiasi hingga lebih dari 1%. Pelemahan tersebut disebabkan oleh tekanan dari internal maupun eksternal. 

Pada akhir kuartal 1, US$1 dihargai Rp 13.760 yang mengindikasikan depresiasi sebesar 1,41% terhadap mata uang nasional. Hal ini berbanding terbalik dengan periode yang sama tahun sebelumnya, di mana rupiah justru mengalami penguatan sebesar 1,15%. 
Rupiah Tergilas 1% Terhadap Dolar AS Sepanjang Q1Sumber: Reuters

Penguatan yang terjadi saat itu didorong oleh aliran modal yang masuk ke bursa saham Indonesia yang cukup tinggi, yakni Rp 781,45 miliar, atau meningkat hampir 300% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Di sisi lain, aliran modal asing ke surat berharga mencapai Rp 727,23 triliun, atau meningkat 5% dari awal tahun perdagangan. 

Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardoyo kala itu, peningkatan arus modal asing sejalan dengan perekonomian Indonesia yang terjaga ditopang kondisi ekonomi makro yang positif sehingga menciptakan sentimen positif di kalangan investor dan menarik pemodal global untuk menanamkan dananya di Indonesia. 

Akan tetapi hal tersebut tidak berlaku pada saat ini. Posisi rupiah sangat tertekan dipengaruhi dinamika internal dan eksternal. Faktor internal yang mendominasi pelemahan rupiah tidak lepas dari keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo di posisi 4,25 selama tiga bulan terakhir.  

Hal ini membuat tingkat imbal hasil di Indonesia kurang menarik perhatian investor asing, sehingga mendorong terjadi aksi jual oleh para Investor yang memilih negara lain dengan tingkat suku bunga lebih baik. Akan tetapi hal tersebut tidak berlaku pada saat ini. Posisi rupiah sangat tertekan dipengaruhi dinamika internal dan eksternal yang begitu kuat.

Faktor internal yang mendominasi pelemahan rupiah tidak lepas dari keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo di posisi 4,25 selama tiga bulan terakhir.
 Hal ini semakin membuat tingkat imbal hasil di Indonesia kurang menarik perhatian investor sehingga mendorong terjadi aksi jual oleh para Investor. 

Data Bursa Efek Indonesia (BEI) memperlihatkan hingga akhir kuartal I-2018, investor membukukan net sell hingga Rp 23 triliun. Sementara, laju pertumbuhan kepemilikan asing di surat berharga melambat. Ini terlihat dari jumlah kepemilikan asing hanya mencapai Rp 858,79 triliun atau hanya meningkat 2% dari periode awal tahun. 

Mengacu pada data di atas, terlihat bahwa arus modal asing, baik di pasar saham maupun obligasi negara, tengah tertekan sehingga menekan posisi rupiah.
Sementara dari sisi eksternal, kenaikan tingkat suku bunga Fed serta perang dagang antara AS dan China menjadi faktor yang paling mendominasi pelemahan rupiah. Keputusan The Fed di bawah komando baru Jerome Powell untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke 1,75% memberikan kekuatan tambahan bagi mata uang terkuat dunia ini untuk terus berjaya.

Kenaikan ini tidak lepas dari pertumbuhan ekonomi AS yang terus naik sehingga memicu keputusan the Fed menaikkan tingkat suku bunganya agar tidak inflasi tidak melompat di luar kendali (overheating). Di sisi lain, perang dagang AS dan China juga ikut membuat rupiah semakin loyo terhadap dolar AS.

Sikap proteksionisme Presiden Donald Trump dengan mengenakan tarif impor terhadap barang-barang dari China memicu ketegangan baru di kawasan global yang ikut mempengaruhi negara-negara yang menjadikan mereka sebagai mitra dagang utama, seperti Indonesia.


Baik AS maupun China merupakan mitra dagang utama bagi Indonesia sehingga perang dagang ini mempengaruhi neraca perdagangan nasional. Tingkat ekspor Indonesia berpotensi menurun sehingga bisa memicu defisit neraca perdagangan Indonesia terhadap AS maupun China.

Data United Nations International Database Statistic tahun 2016, nilai ekspor Indonesia ke AS mencapai US$16 miliar. Nilai tersebut hampir sama dengan angka ekspor Indonesia ke China. Sementara dari sisi impor, nilai impor Indonesia dari AS mencapai US$7 miliar sehingga Indonesia mengalami surplus perdagangan.

Sementara dengan China, nilai impor Indonesia dari Negeri Tirai Bambu sangat tinggi, mencapai US$30 miliar sehingga berujung pada defisit perdagangan yang cukup besar. Dengan perang dagang ini, ekspor produk China berpeluang menyasar negara-negara mitra dagang pengganti pasar AS, seperti Indonesia. Dengan keadaan ini tentu akan semakin membuat devisa negara semakin berkurang sehingga memukul posisi rupiah terhadap dolar AS. Kombinasi tekanan dari dalam dan luar ini menyebabkan rupiah tidak berdaya di kuartal I tahun 2018.***
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular