
BI : Sepanjang 2018 Inflasi Diproyeksi Capai 3,5%
Gita Rossiana, CNBC Indonesia
02 April 2018 10:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memandang tingkat inflasi sepanjang 2018 diproyeksi sebesar 3,5%. Angka ini merupakan target tengah range yang ditetapkan BI awal tahun di 2,5-4,5%.
Hal tersebut disampaikan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) di Gedung BI, Senin (2/4/2018).
"Inflasi tahun ini di level 3,5%. Tiga tahun terakhir inflasi selalu terkendali dengan baik di bawah target," kata Mirza.
Mirza menyampaikan, ketika Bank Sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga hingga 5 kali dalam periode tiga tahun terakhir namun BI bisa menjaga inflasi tetap rendah. "Bahkan BI bisa menurunkan bunga karena range inflasi di batas bawah," katanya.
Lebih jauh Mirza mengatakan, BI memasang target inflasi pada 2018-2020 di level 2,5%-4,5%.
"Inflasi harus dikendalikan karena memakan daya beli. Ratusan jenis harga. Kalau harganya naik maka bisa memakan daya beli. Bahkan kenaikan harga kalau didiamkan bisa terjadi bubble (gelembung) ekonomi yang membawa dampak negatif ke masyarakat," tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Mirza mengungkapkan Current Account Deficit (CAD/Defisit Transaksi Berjalan) pada tahun ini sedikit melebar. Namun, menurut bank sentral defisit tersebut masih terkendali.
"CAD di level 2,1%-2,2% tapi masih di bawah 3%," kata Dia.
"Jika current account bisa surplus, maka kebijakan moneter bisa lebih longgar. Kalau bisa surplus itu luar biasa," imbuh Mirza.
(dru) Next Article BI Ramal Inflasi Bulanan Maret 2020 Capai 0,13%
Hal tersebut disampaikan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) di Gedung BI, Senin (2/4/2018).
"Inflasi tahun ini di level 3,5%. Tiga tahun terakhir inflasi selalu terkendali dengan baik di bawah target," kata Mirza.
Lebih jauh Mirza mengatakan, BI memasang target inflasi pada 2018-2020 di level 2,5%-4,5%.
"Inflasi harus dikendalikan karena memakan daya beli. Ratusan jenis harga. Kalau harganya naik maka bisa memakan daya beli. Bahkan kenaikan harga kalau didiamkan bisa terjadi bubble (gelembung) ekonomi yang membawa dampak negatif ke masyarakat," tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Mirza mengungkapkan Current Account Deficit (CAD/Defisit Transaksi Berjalan) pada tahun ini sedikit melebar. Namun, menurut bank sentral defisit tersebut masih terkendali.
"CAD di level 2,1%-2,2% tapi masih di bawah 3%," kata Dia.
"Jika current account bisa surplus, maka kebijakan moneter bisa lebih longgar. Kalau bisa surplus itu luar biasa," imbuh Mirza.
(dru) Next Article BI Ramal Inflasi Bulanan Maret 2020 Capai 0,13%
Most Popular