
UOB Perkirakan Rupiah Bisa di Rp 13.850/US$
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 March 2018 18:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank UOB Indonesia memperkirakan tekanan terhadap rupiah masih akan terjadi. Tren kenaikan suku bunga global menjadi faktor yang menyebabkan rupiah cenderung terdepresiasi.
Mengutip riset UOB, Kamis (29/3/2018), rata-rata nilai tukar rupiah selama kuartal II-2018 diperkirakan di Rp 13.800/US$. Kemudian pada kuartal III kembali melemah dengan rata-rata Rp 13.850/US$.
"Hal tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh tekanan dari kenaikan tingkat suku bunga AS, yang biasanya memiliki dampak negatif bagi mata uang Asia dan pasar-pasar berkembang. Menurut perkiraan kami, akan terdapat dua kali lagi kenaikan suku bunga bank sentral AS tahun ini," sebut riset UOB.
Bank Indonesia (BI), lanjut kajian UOB, diperkirakan baru menaikkan suku bunga acuan pada Desember 2018. Sepanjang tahun BI sepertinya masih mempertahankan sikap (stance) netral.
"Perkiraan tingkat suku bunga BI masih tetap konsisten dengan perkiraan inflasi kami, dan masih memberikan dukungan bagi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan," tulis riset itu.
Inflasi sepanjang 2018 diperkirakan di kisaran 4%. Masih sesuai dengan perkiraan BI di kisaran 2,5-4,5%. Oleh karena itu, UOB menilai stance netral bisa dipertahankan setidaknya sampai akhir tahun.
Suku bunga acuan yang dipertahankan 4,25% juga dipandang masih mampu mendukung momentum pertumbuhan ekonomi. UOB memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini di 5,3%, lebih baik dibandingkan pencapaian 2017 yang sebesar 5,07%.
"Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada tahun 2018 kemungkinan besar didukung oleh permintaan domestik yang lebih tinggi, yaitu belanja konsumen dan pengeluaran investasi terkait program pembangunan," sebut kajian UOB.
Namun, UOB juga menggarisbawahi risiko di perekonomian Indonesia. Dalam situasi penerimaan pajak yang belum memadai, Indonesia tergantung pada pembiayaan dari luar untuk pembangunan.
"Mengingat risiko kebergantungan pada pembiayaan eksternal, reformasi kelembagaan atau beberapa langkah untuk meningkatkan penerimaan pajak tetap penting untuk memastikan keberlanjutan fiskal serta mendorong pertumbuhan ekonomi," jelas kajian itu.
(aji/wed) Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer
Mengutip riset UOB, Kamis (29/3/2018), rata-rata nilai tukar rupiah selama kuartal II-2018 diperkirakan di Rp 13.800/US$. Kemudian pada kuartal III kembali melemah dengan rata-rata Rp 13.850/US$.
"Hal tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh tekanan dari kenaikan tingkat suku bunga AS, yang biasanya memiliki dampak negatif bagi mata uang Asia dan pasar-pasar berkembang. Menurut perkiraan kami, akan terdapat dua kali lagi kenaikan suku bunga bank sentral AS tahun ini," sebut riset UOB.
Bank Indonesia (BI), lanjut kajian UOB, diperkirakan baru menaikkan suku bunga acuan pada Desember 2018. Sepanjang tahun BI sepertinya masih mempertahankan sikap (stance) netral.
"Perkiraan tingkat suku bunga BI masih tetap konsisten dengan perkiraan inflasi kami, dan masih memberikan dukungan bagi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan," tulis riset itu.
Inflasi sepanjang 2018 diperkirakan di kisaran 4%. Masih sesuai dengan perkiraan BI di kisaran 2,5-4,5%. Oleh karena itu, UOB menilai stance netral bisa dipertahankan setidaknya sampai akhir tahun.
Suku bunga acuan yang dipertahankan 4,25% juga dipandang masih mampu mendukung momentum pertumbuhan ekonomi. UOB memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini di 5,3%, lebih baik dibandingkan pencapaian 2017 yang sebesar 5,07%.
"Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada tahun 2018 kemungkinan besar didukung oleh permintaan domestik yang lebih tinggi, yaitu belanja konsumen dan pengeluaran investasi terkait program pembangunan," sebut kajian UOB.
Namun, UOB juga menggarisbawahi risiko di perekonomian Indonesia. Dalam situasi penerimaan pajak yang belum memadai, Indonesia tergantung pada pembiayaan dari luar untuk pembangunan.
"Mengingat risiko kebergantungan pada pembiayaan eksternal, reformasi kelembagaan atau beberapa langkah untuk meningkatkan penerimaan pajak tetap penting untuk memastikan keberlanjutan fiskal serta mendorong pertumbuhan ekonomi," jelas kajian itu.
(aji/wed) Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular