
Laba Turun Terus, PGN: Harga Gas Tak Boleh Naik Sejak 2013
Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
28 March 2018 13:38

Jakarta, CNBC Indonesia- Laba PT PGN (Persero) Tbk yang terus turun dalam lima tahun terakhir sempat jadi perhatian Komisi VI DPR RI. Kinerja perusahaan menjadi tanda tanya, apalagi PGN akan segera bergabung dengan Pertamina dalam holding migas.
Kinerja PGN di 2017 tercatat menurun, laba yang diperoleh merosot hingga 50,96% menjadi hanya Rp 1,96 triliun dibanding hasil 2016.
Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama mengatakan laba PGN memang terus turun sejak 2013. Di 2013, perusahaan bisa meraup laba hingga US$ 845 juta sementara di 2017 hanya US$ 143 juta.
Turunnya laba ini, kata Rachmat, karena PGN tidak menaikkan harga jual gas ke pelanggan, meskipun harga beli gas domestik atau gas hulu dari Kontraktor Kontrak Kerjas Sama (KKKS) terus naik.
Padahal sejak 2013, harga gas di hulu naik rata-rata 8% hingga 2017 dari US$ 1,58 per juta british thermal unit (MMBTU) jadi US$ 2,17 MMBTU. "Ini merupakan porsi tersebar dalam komponen harga jual gas bumi, 60% kontribusinya. Namun naiknya harga gas di hulu, tidak diikuti dengan dengan harga jual gas di hilir ke pelanggan," kata Rachmat, Rabu (29/3/2018).
Rachmat mencontohkan harga gas dari Conocophilips untuk gas industri di Batam. Conoco menjual gas ke PGN dari semula harga US$ 2,6 per MMBTU jadi US$ 3,5 per MMBTU, sementara harga jual gas dari PGN ke pelanggan tidak naik. PGN pun terpaksa membeli dengan menanggung beban US$ 7,5 juta per tahun.
Selain itu, PGN juga dibatasi dengan berlakunya Perpres Nomor 40 Tahun 2016 tentang penetapan harga gas bumi yang melarang perusahaan menjual gas di atas harga US$ 6 per MMBTU ke enam sektor industri; pupuk, baja, keramik, kaca, oleochemical, dan sarung tangan karet.
Belum lagi adanya aturan Menteri ESDM Nomor 434.K/2017 yang meminta PGN menurunkan harga jual gas dari US$ 1,35 per MMBTU jadi US$ 0,9 per MMBTU. Ini membuat perusahaan merugi sebesar US$ 3 juta per tahun.
(gus/gus) Next Article Kuartal-I 2018, PGN Bukukan Laba Rp 1,1 T
Kinerja PGN di 2017 tercatat menurun, laba yang diperoleh merosot hingga 50,96% menjadi hanya Rp 1,96 triliun dibanding hasil 2016.
Turunnya laba ini, kata Rachmat, karena PGN tidak menaikkan harga jual gas ke pelanggan, meskipun harga beli gas domestik atau gas hulu dari Kontraktor Kontrak Kerjas Sama (KKKS) terus naik.
Padahal sejak 2013, harga gas di hulu naik rata-rata 8% hingga 2017 dari US$ 1,58 per juta british thermal unit (MMBTU) jadi US$ 2,17 MMBTU. "Ini merupakan porsi tersebar dalam komponen harga jual gas bumi, 60% kontribusinya. Namun naiknya harga gas di hulu, tidak diikuti dengan dengan harga jual gas di hilir ke pelanggan," kata Rachmat, Rabu (29/3/2018).
Rachmat mencontohkan harga gas dari Conocophilips untuk gas industri di Batam. Conoco menjual gas ke PGN dari semula harga US$ 2,6 per MMBTU jadi US$ 3,5 per MMBTU, sementara harga jual gas dari PGN ke pelanggan tidak naik. PGN pun terpaksa membeli dengan menanggung beban US$ 7,5 juta per tahun.
Selain itu, PGN juga dibatasi dengan berlakunya Perpres Nomor 40 Tahun 2016 tentang penetapan harga gas bumi yang melarang perusahaan menjual gas di atas harga US$ 6 per MMBTU ke enam sektor industri; pupuk, baja, keramik, kaca, oleochemical, dan sarung tangan karet.
Belum lagi adanya aturan Menteri ESDM Nomor 434.K/2017 yang meminta PGN menurunkan harga jual gas dari US$ 1,35 per MMBTU jadi US$ 0,9 per MMBTU. Ini membuat perusahaan merugi sebesar US$ 3 juta per tahun.
(gus/gus) Next Article Kuartal-I 2018, PGN Bukukan Laba Rp 1,1 T
Most Popular