Kalah Dagang dan Pariwisata, Rupiah Melemah 9,52% Lawan Baht

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
26 March 2018 16:28
Kekuatan ekonomi domestik membuat ekonomi dan mata uang Negeri Gajah Putih berdaya saing.
Foto: REUTERS/Jorge Silva
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah bergerak melemah terhadap mata uang kawasan, termasuk di hadapan baht Thailand. Kekuatan ekonomi domestik membuat ekonomi dan mata uang Negeri Gajah Putih berdaya saing. 

Pada Senin (26/3/2018) pukul 15:00 WIB, baht diperdagangkan di Rp 441. Rupiah melemah  0,23% dibandingkan posisi penutupan pasar pekan lalu. Sementara dalam setahun terakhir, baht berhasil menguat 6,01 terhadap rupiah. 

Reuters
Keperkasaan baht bahkan merambah sampai ke dolar AS. Di depan greenback, baht mampu menguat sampai 9,52% selama setahun terakhir. 

Reuters
Setelah krisis keuangan Asia 1997-1998, yang juga menjangkiti Indonesia dengan nama tenar krisis moneter (krismon), Thailand serius dalam membenahi diri. Sektor keuangan diperkuat sehingga tidak lagi rentan seperti dulu, prinsip kehati-hatian diterapkan dengan baik sehingga perbankan lebih kuat dan tidak terlalu eksesif. 

Langkah itu juga sebenarnya dilakukan di Indonesia. Namun ada hal yang membuat Thailand spesial yaitu membangun industri unggulan seperti agroindustri, otomotif, dan pariwisata. 

Keseriusan tersebut membuahkan hasil. Produk-produk Thailand kini mendunia, sehingga mendatangkan devisa bagi negara dan menjadi fondasi kokohnya nilai tukar baht.

Pada 2017, ekspor Thailand tumbuh 5,5%, lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 2,8%. Sektor pariwisata, yang menyumbang 12% terhadap perekonomian Thailand, tumbuh cukup solid. Pada 2017, kunjungan wisatawan asing ke Thailand mencapai 35,38 juta atau naik 8,8%. Untuk tahun ini, pemerintah menargetkan pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan sebesar 6,1% menjadi 37,55 juta. 

Produk Thailand pun kini menjadi semakin umum di Indonesia. Ini karena Thailand sudah menjadi negara importir terbesar keempat bagi Indonesia, hanya kalah dari China, Singapura, dan Jepang. 

Pada 2017, nilai impor Indonesia dari Thailand mencapai US$ 16,89 miliar sementara ekspor ke Negeri Gajah Putih 'hanya' US$ 4,82 miliar. Berarti ada lubang defisit yang cukup besar yaitu US$ 12,07 miliar. 

Keuletan Thailand membangun industri otomotifnya terlihat nyata dalam data impor Indonesia. Kebanyakan barang yang diimpor dari Thailand adalah yang terkait dengan kendaraan bermotor dan bagiannya. Thailand sudah menjadi pemain penting dalam rantai pasok otomotif dunia. 

ProdukNilai (US$)Volume (Kg)
Gula, pemanis, dan madu2.429.793.7471.143.929.004
Bagian dan aksesoris kendaraan bermotor103.429.049913.529.251
Pengapian, piston, mesin dan bagiannya38.080.366492.371.586
Mobil barang54.836.389355.177.460
Mobil penumpang30.944.051338.345.798
Lainnya4.898.443.9196.036.182.617
BPS

Defisit devisa tidak hanya terjadi di sektor perdagangan, tapi juga pariwisata. Thailand telah menjadi salah satu destinasi favorit pelancong Indonesia. 

Pada 2017, wistawan Indonesia yang bertandang ke Thailand mencapai 575.000 sementara wisatawan Thailand yang mengunjungi Indonesia hanya 106.510. Dari sisi ini pun devisa berpihak ke Thailand. 

Melihat defisit perdagangan maupun pariwisata ini, maka menjadi wajar rupiah sulit menguat terhadap baht. Oleh karena itu, mengatasi pelemahan rupiah ini bisa dilakukan dengan dua pendekatan tersebut. 

Dari sisi perdagangan, Indonesia perlu mengurangi ketergantungan terhadap produk-produk otomotif Thailand. Industri otomotif dalam negeri perlu dikembangkan sehingga bisa menekan impor.

Sementara dari sisi pariwisata, perlu dilakukan promosi lebih intensif kepada masyarakat Thailand agar lebih banyak yang berwisata ke Tanah Air. Upaya ini sudah dilakukan melalui pembentukan Generasi Wonderful Indonesia (GenWI) di Thailand.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji) Next Article Rupiah Tak Lagi Terlemah di Asia, Terima Kasih Thailand!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular