Yield Obligasi Negara Sentuh 6,84%, Tertinggi Sejak Oktober

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 March 2018 10:16
Yield Obligasi Negara Sentuh 6,84%, Tertinggi Sejak Oktober
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia bergerak naik, sementara yield obligasi Amerika Serikat (AS) turun cukup signifikan. Ada sinyalemen investor mulai mengaliihkan dananya keluar dari Indonesia, memanfaatkan selisih suku bunga yang semakin menyempit. 

Pada Jumat (23/3/2018), yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun berada di 6,84%, tertinggi sejak Oktober 2017. Naik dibandingkan posisi hari sebelumnya yaitu 6,76%. 

Sementara obligasi negara AS tenor yang sama memiliki yield 2,8%. Turun dibandingkan sehari sebelumnya yang sebesar 2,83%. 

Reuters
Kenaikan yield SBN mencerminkan penurunan harga. Setelah sempat menguat, harga SBN 10 tahun memang bergerak turun sehingga mengerek yield ke atas. Ini menandakan ada aksi jual di pasar SBN. 

Reuters
Pasar SBN sempat tahan menghadapi kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral AS The Federal Reserve/The Fed. Sampai kemarin, yield SBN 10 tahun masih bergerak turun. 


Namun mulai ada pembalikan kala Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan 7 days reverse repo rate di 4,25%. Apalagi Bank Sentral China (PBoC) ikut menaikkan suku bunga acuan. Tren kenaikan suku bunga membuat pasar mencari tempat yang paling menguntungkan.

Suku bunga acuan Indonesia yang ditahan sementara di negara lain dinaikkan membuat selisihnya semakin kecil. Ini memicu perpindahan arus modal atau capital outflow, yang membuat harga SBN turun dan yield-nya naik.
 

TIM RISET CNBC INDONESIA
Di sisi lain, tekanan terhadap pasar SBN juga datang dari pelemahan nilai tukar rupiah. Pagi ini, rupiah dibuka melemah 0,07% terhadap dolar AS. 

Namun seiring perjalanan, rupiah terus melemah. Pada pukul 09:35 WIB, rupiah melemah sampai 0,25% ke Rp 13.785/US$. Semakin mendekati Rp 13.800/US$. 

Reuters
Pelemahan rupiah, selain disebabkan capital outflow, juga didorong oleh potensi perang dagang antara AS vs China. Presiden AS Donald Trump telah meneken aturan tentang bea masuk terhadap importasi dari China yang bisa bernilai hingga US$ 60 miliar.  

Langkah ini ditempuh untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual. Produk yang masuk daftar mencapai 1.300. 

Sebelumnya, China menyatakan tidak akan tinggal diam jika AS menerapkan kebijakan tersebut. China akan membalas dengan mempersulit produk AS masuk ke negaranya. Produk pertanian, pesawat terbang, sampai alat berat menjadi target potensial. 

Ketika China benar-benar mempersulit produk AS untuk masuk, terutama produk agrikultur, Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer menegaskan Washington akan menyiapkan langkah balasan. Ternyata tensi masih dan justru semakin meninggi. 

Saat dua kekuatan besar ini berseteru, maka dampaknya akan menyebar ke seluruh dunia. Permintaan produk China di AS akan turun karena pembatasan, sehingga mempengaruhi industri di Negeri Tirai Bambu. Negara-negara pemasok bahan baku maupun barang modal bagi industri di China juga akan terpukul. 

Sementara kala China membalas dengan mempersulit produk AS masuk ke negaranya, itu juga membuat industri di AS terbanting. Bagaimana pun juga China adalah negara tujuan utama ekspor AS setelah Kanada dan Meksiko.  Saat industri AS terluka, maka permintaan bahan baku dan barang modal dari berbagai negara juga berkurang.  

Oleh karena itu, perang dagang AS vs China akan merusak rantai pasok dan industri dalam skala yang masif. Korban dari perang dagang ini adalah perekonomian global. 

Indonesia pun akan terkena getahnya. China dan AS merupakan negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Bila industri di sana melambat, maka dampaknya adalah ekspor Indonesia ikut seret. 

Hambatan ekspor berarti pasokan devisa akan berkurang. Risiko ini menjadi pemberat bagi rupiah, karena pergerakannya tinggal mengharapkan aliran modal asing dari pasar keuangan yang bisa keluar-masuk kapan saja (hot money). 

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular