
Greenspan: Bubble Pasar Obligasi AS Mulai Tak Bisa Dibendung
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
02 March 2018 11:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Mantan Gubernur Bank Sentral Amerika (Federal Reserve/The Fed) Alan Greenspan menyatakan kenaikan harga obligasi Amerika Serikat (AS) dalam beberapa dekade ini akan berakhir. Hal ini diungkapkan Greenspan kepada CNBC International pada Kamis (1/3/2018).
(roy/roy) Next Article Panin AM: Sentimen The Fed Tak Lama Pengaruhi Pasar Domestik
"Kita sedang mengalami bubble (penggelembungan) pasar obligasi. Harganya sudah terlalu tinggi," ujar Greenspan dalam acara Squawk on the Street, CNBC.
Harga obligasi berbanding terbalik dengan imbal hasil (yield) obligasi, yang melesat tajam tahun ini. Belakangan, imbal hasil mencapai level tertinggi selama empat tahun yaitu di bawah 3%.
Greenspan bukan satu-satunya orang yang memprediksi bubble harga obligasi. Hedge fund Paul Tudor Jones, pada sebuah wawancara dengan Goldman Sachs, memprediksi kenaikan inflasi dan peningkatan imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun (10-year treasury yield).
Investor obligasi terkemuka Bill Gross juga mengatakan penurunan harga obligasi telah dimulai. Sementara itu, investor Warren Buffett dalam sebuah wawancara dengan CNBC pada Senin (26/2/2018) meyakini investor jangka panjang harus membeli saham daripada obligasi.
Dampak jangka pendek reformasi pajak
"Saat suku bunga jangka panjang benar-benar naik, harga saham pun turun," kata Greenspan. Ia menambahkan hal itu bisa jadi penyebab pergolakan pasar yang liar belakangan ini. "Beberapa pekan belakangan adalah respon positif terhadap reformasi pajak," katanya.
Artinya, pemotongan pajak dalam bentuk apapun yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi bisa meningkatkan inflasi. Wall Street mengkhawatirkan hal ini dapat berimbas pada kenaikan suku bunga The Fed yang lebih agresif daripada proyeksi tiga kali kenaikan tahun ini demi mengurangi kenaikan harga dan upah.
Greenspan optimis akan pertumbuhan jangka pendek yang disebabkan kebijakan reformasi pajak terbaru, khususnya pemangkasan pajak korporasi federal (federal corporate rate) dari 35% menjadi 21%.
Namun untuk jangka panjang, reformasi pajak akan menekan ekonomi AS karena "gangguan bertahap dari konsumsi dana sosial (entitlement spending) terhadap tabungan domestik bruto" yang didefinisikan sebagai produk domestik bruto (PDB) dikurangi total pengeluaran.
Powell berbicara pada hari Kamis tentang perekonomian dan suku bunga di depan Senat Komite Perbankan. Sebelumnya pada hari Selasa (27/2/2018), di depan Komite Jasa Keuangan, ia menegaskan bahwa The Fed menemukan alasan dari pertumbuhan dan inflasi untuk menaikkan suku bunga lebih dari tiga kali tahun ini.
Pernyataan yang hawkish tersebut menyebabkan Indeks Dow Jones Industrial Average turun sekitar 300 poin pada hari Selasa dan 380 poin pada hari Rabu (28/2/2018). Indeks Dow Jones terus turun mencapai 420 poin pada hari Kamis.
Tepat sebelum harga saham dan obligasi anjlok di awal bulan Februari, Greenspan berkata pada wawancara dengan Bloomberg pada tanggal 31 Januari 2018 yang dikutip CNBC International bahwa ia melihat bubble di kedua bursa tersebut. "Bubble pasar obligasi pada akhirnya akan menjadi masalah kritis," katanya.
Bursa saham AS dimulai sangat kuat pada bulan Januari setelah berkinerja dengan baik sepanjang 2017, kemudian anjlok di awal bulan Februari karena jumlah upah yang melampaui ekspektasi di laporan lapangan kerja bulan Januari dan memicu kekhawatiran akan kenaikan inflasi dan suku bunga yang lebih agresif daripada prediksi.
![]() |
Greenspan bukan satu-satunya orang yang memprediksi bubble harga obligasi. Hedge fund Paul Tudor Jones, pada sebuah wawancara dengan Goldman Sachs, memprediksi kenaikan inflasi dan peningkatan imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun (10-year treasury yield).
Dampak jangka pendek reformasi pajak
"Saat suku bunga jangka panjang benar-benar naik, harga saham pun turun," kata Greenspan. Ia menambahkan hal itu bisa jadi penyebab pergolakan pasar yang liar belakangan ini. "Beberapa pekan belakangan adalah respon positif terhadap reformasi pajak," katanya.
Artinya, pemotongan pajak dalam bentuk apapun yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi bisa meningkatkan inflasi. Wall Street mengkhawatirkan hal ini dapat berimbas pada kenaikan suku bunga The Fed yang lebih agresif daripada proyeksi tiga kali kenaikan tahun ini demi mengurangi kenaikan harga dan upah.
Greenspan optimis akan pertumbuhan jangka pendek yang disebabkan kebijakan reformasi pajak terbaru, khususnya pemangkasan pajak korporasi federal (federal corporate rate) dari 35% menjadi 21%.
Namun untuk jangka panjang, reformasi pajak akan menekan ekonomi AS karena "gangguan bertahap dari konsumsi dana sosial (entitlement spending) terhadap tabungan domestik bruto" yang didefinisikan sebagai produk domestik bruto (PDB) dikurangi total pengeluaran.
Powell berbicara pada hari Kamis tentang perekonomian dan suku bunga di depan Senat Komite Perbankan. Sebelumnya pada hari Selasa (27/2/2018), di depan Komite Jasa Keuangan, ia menegaskan bahwa The Fed menemukan alasan dari pertumbuhan dan inflasi untuk menaikkan suku bunga lebih dari tiga kali tahun ini.
Pernyataan yang hawkish tersebut menyebabkan Indeks Dow Jones Industrial Average turun sekitar 300 poin pada hari Selasa dan 380 poin pada hari Rabu (28/2/2018). Indeks Dow Jones terus turun mencapai 420 poin pada hari Kamis.
Tepat sebelum harga saham dan obligasi anjlok di awal bulan Februari, Greenspan berkata pada wawancara dengan Bloomberg pada tanggal 31 Januari 2018 yang dikutip CNBC International bahwa ia melihat bubble di kedua bursa tersebut. "Bubble pasar obligasi pada akhirnya akan menjadi masalah kritis," katanya.
Bursa saham AS dimulai sangat kuat pada bulan Januari setelah berkinerja dengan baik sepanjang 2017, kemudian anjlok di awal bulan Februari karena jumlah upah yang melampaui ekspektasi di laporan lapangan kerja bulan Januari dan memicu kekhawatiran akan kenaikan inflasi dan suku bunga yang lebih agresif daripada prediksi.
(roy/roy) Next Article Panin AM: Sentimen The Fed Tak Lama Pengaruhi Pasar Domestik
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular