
Mungkinkah Dolar AS Bakal Tembus Rp 14.000/US$?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
28 February 2018 16:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) mendapatkan momentum penguatan setelah pidato Gubernur Bank Sentral AS (The Fed). Imbasnya, mata uang negara-negara tak terkecuali rupiah terpuruk.
Mata uang Garuda berada di atas level Rp 13.700/US$, atau berada pada titik terendah sejak Mei 2016. Penguatan dolar, pun diperkirakan akan tetap berlanjut bahkan bisa membuat rupiah berada di kisaran Rp 14.000/US$.
"Forecast kami. Perlu di highlight kalau ada faktornya penguatan dolar AS. Dan bukan rupiah saja yang melemah," Ekonom DBS Bank Gundy Cahyadi melalui pesan singkatnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (28/2/2018).
Berdasarkan riset DBS Bank yang diterima CNBC Indonesia, volatilitas terhadap nilai tukar rupiah akan tetap berlanjut. Pada kuartal I-2018 hingga kuartal IV-2018 rupiah diperkirakan berada di kisaran Rp 13.700/US$ hingga Rp 14.000/US$.
Menurut Gundy, mata uang negeri Paman Sam seakan membalaskan dendamnya pasca pelemahan yang terjadi sepanjang 2017 terhadap mata uang sejumlah negara. Situasi ini, pun memberikan tekanan terhadap mata uang sejumlah negara.
"Faktor dibalik depresiasi dolar AS selama setahun terakhir, telah mulai berbalik arah," katanya.
Kepala Ekonom CIMB Niaga Adrian Panggabean memperkirakan, volatilitas yang terjadi pada rupiah masih akan berlanjut hingga akhir Maret, seiring dengan kencangnya ekspektasi pelaku pasar terhadap kenaikan suku bunga The Fed.
Namun, Adrian menilai volatilitas rupiah semakins sempit dalam kurun waktu 17 tahun terakhir. Maka dari itu, menurut dia, meskipun volatilitas masih akan terjadi, namun tidak akan menyeret rupiah hingga level Rp 14.000/US$.
"Bila akibat kenaikan Fed Fund Rate tersebut, US Treasury 10 tahun naik di atas 3% maka volatilitas di bond market. Efeknya pada volatilty di rupiah. Tapi rasanya sih enggak (sampai Rp 14.000/US$)," jelasnya.
(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Mata uang Garuda berada di atas level Rp 13.700/US$, atau berada pada titik terendah sejak Mei 2016. Penguatan dolar, pun diperkirakan akan tetap berlanjut bahkan bisa membuat rupiah berada di kisaran Rp 14.000/US$.
"Forecast kami. Perlu di highlight kalau ada faktornya penguatan dolar AS. Dan bukan rupiah saja yang melemah," Ekonom DBS Bank Gundy Cahyadi melalui pesan singkatnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (28/2/2018).
Berdasarkan riset DBS Bank yang diterima CNBC Indonesia, volatilitas terhadap nilai tukar rupiah akan tetap berlanjut. Pada kuartal I-2018 hingga kuartal IV-2018 rupiah diperkirakan berada di kisaran Rp 13.700/US$ hingga Rp 14.000/US$.
Menurut Gundy, mata uang negeri Paman Sam seakan membalaskan dendamnya pasca pelemahan yang terjadi sepanjang 2017 terhadap mata uang sejumlah negara. Situasi ini, pun memberikan tekanan terhadap mata uang sejumlah negara.
"Faktor dibalik depresiasi dolar AS selama setahun terakhir, telah mulai berbalik arah," katanya.
Kepala Ekonom CIMB Niaga Adrian Panggabean memperkirakan, volatilitas yang terjadi pada rupiah masih akan berlanjut hingga akhir Maret, seiring dengan kencangnya ekspektasi pelaku pasar terhadap kenaikan suku bunga The Fed.
Namun, Adrian menilai volatilitas rupiah semakins sempit dalam kurun waktu 17 tahun terakhir. Maka dari itu, menurut dia, meskipun volatilitas masih akan terjadi, namun tidak akan menyeret rupiah hingga level Rp 14.000/US$.
"Bila akibat kenaikan Fed Fund Rate tersebut, US Treasury 10 tahun naik di atas 3% maka volatilitas di bond market. Efeknya pada volatilty di rupiah. Tapi rasanya sih enggak (sampai Rp 14.000/US$)," jelasnya.
(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular