Perry Warjiyo dan Tugas Suku Bunga Satu Digit

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 February 2018 12:31
Pemerintah sepertinya masih mendambakan suku bunga kredit bisa mencapai satu digit.
Foto: REUTERS/Beawiharta/
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah sepertinya masih mendambakan suku bunga kredit bisa mencapai satu digit. Harapan itu salah satunya ditujukan kepada Gubernur Bank Indonesia (BI). 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkali-kali menegaskan, suku bunga kredit masih mahal. Kepala negara pun sering mengungkapkan keinginannya agar suku bunga kredit bisa turun di bawah 10%. 

Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Desember 2017 suku bunga kredit modal kerja dan kredit investasi masih dua digit. Suku bunga kredit modal kerja tercatat 10,71% dan kredit investasi 10,56% 

OJK
Kini, nama Perry Warijyo santer terdengar akan menggantikan Agus DW Martowardojo sebagai Gubernur BI. Jika benar Perry menjadi BI-1 pada pertengahan tahun ini, maka menurunkan suku bunga kredit menjadi satu digit masuk di daftar tugasnya. 

Jalan cepat untuk menurunkan suku bunga perbankan adalah dengan mengubah suku bunga acuan. Apalagi BI telah mengubah formulasi suku bunga acuan dari BI Rate (12 bulan) menjadi BI 7 days reverse repo rate yang lebih jangka pendek. Dengan mempengaruhi suku bunga jangka pendek, maka transmisi kebijakan bank sentral akan lebih efektif sampai ke perbankan. 

Sejak Januari-Desember 2017, suku bunga acuan turun 50 basis poin. Namun dalam rentang yang sama, suku bunga kredit baru turun 49 basis poin, sedikit di bawah penurunan suku bunga acuan. Oleh karena itu, memang masih ada ruang untuk menurunkan suku bunga kredit.

Namun menurunkan suku bunga acuan untuk mempercepat penurunan suku bunga kredit sepertinya bukan langkah yang bijak.
 Saat ini dunia tengah dalam mempersiapkan diri untuk mode kenaikan suku bunga.

Negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa sudah mengambil ancang-ancang untuk mengetatkan kebijakan moneter. Agar tidak "ketinggalan kereta", sejumlah negara Asia pun sudah lebih dulu menaikkan suku bunga acuan seperti China, Korea Selatan, sampai Malaysia.
 

Oleh karena itu, agak mustahil bagi Indonesia untuk menempuh jalur penurunan suku bunga acuan demi mempercepat penurunan suku bunga kredit. Risikonya terlalu besar, karena akan mempengaruhi kestabilan nilai tukar. 

Ketika suku bunga global naik, sementara di Indonesia malah turun, maka dampaknya adalah pembalikan arus modal (capital reversal). Pasokan valas di dalam negeri akan mengering, sehingga menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi. 

Secara year to date (YtD), rupiah masih melemah 0,07% terhadap dolar AS sementara mata uang Asia lainnya cenderung menguat. Yen Jepang telah menguat 0,28%. Sementara dolar Singapura menguat 0,04%, ringgit Malaysia bertambah 0,23%, dan baht Thailand naik 0,03%. 

Reuters
Oleh karena itu, upaya penurunan suku bunga kredit harus dilakukan dengan cara lain. Efisiensi menjadi salah satunya. Perry pun mengakui hal tersebut dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubenur (RDG) BI edisi Februari 2018. 

"Masih ada room untuk menurunkan suku bunga kedit. Caranya meningkatkan efisiensi dan pendapatan bank yang lain-lain selain bunga. Memang langkah-langkah koordinasi mulai menghasilkan karena biaya tenaga kerja dan beban operasi serta yang terkait fee based income sudah kelihatan," paparnya saat itu. 

Membuat perbankan lebih efisien bukan perkara mudah. Ini terlihat dari Net Interest Margin (NIM) perbankan yang masih persisten, bandel, dan sulit turun signifikan. 

OJK
Soal efisiensi, bank juga belum banyak berubah. Rasio biaya operasional dibandingkan pendapatan operasional (BOPO) juga masih tinggi. Ini membuat perbankan perlu memperoleh sumber pendapatan lain, salah satunya dari NIM. 

OJK
Mengubah bagaimana perbankan bekerja dan berbisnis tidak bisa dikerjakan dengan cepat. Namun apakah Perry nantinya (jika benar menjadi Gubernur BI) berhasil mengemban tugas dari Jokowi? Menarik untuk dinanti.
(aji/wed) Next Article Gubernur BI: Rupiah Masih Undervalue, Ada Potensi Menguat!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular