
Sejarah dan Tren Koreksi Wall Street
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
09 February 2018 16:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) memasuki sebuah fase koreksi. Sebuah indeks saham dikategorikan memasuki fase koreksi ketika turun sebesar 10% dari titik tertingginya.
(hps) Next Article Wall Street Menguat Setelah 3 Hari Jeblok, tapi PHP Gak Nih?
Sampai dengan penutupan tanggal 8 Februari, 3 indeks saham utama AS yakni Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq sudah turun masing-masing sebesar 10,36%, 10,16%, dan 10,21% dari titik tertingginya.
Koreksi dari indeks S&P 500 lah yang paling perlu diwaspadai, mengingat indeks S&P 500 merupakan indeks dengan kapitalisasi pasar dan jumlah emiten terbesar jika dibandingkan dengan dua indeks lainnya.
Lalu?
Mengutip report dari Goldman Sachs, secara rata-rata indeks S&P 500 turun sebesar 13% dalam fase koreksi, dimana hal ini berlangsung dalam kurun waktu 4 bulan. Setelah itu, dibutuhkan waktu 4 bulan lagi bagi indeks S&P 500 untuk dapat kembali ke titik tertingginya.
Namun, situasi dapat menjadi berkepanjangan jika yang terjadi bukan hanya koreksi, namun bear market (terjadi ketika sebuah indeks saham turun sebesar 20% dari titik tertingginya).
Ketika bear market terjadi, perusahaan keuangan asal AS tersebut menjelaskan bahwa secara rata-rata indeks S&P 500 turun hingga 30% dalam kurun waktu 13 bulan. Setelah itu, dibutuhkan waktu selama 22 bulan bagi indeks S&P 500 untuk kembali ke titik tertingginya.
Apakah koreksi saat ini akan berubah menjadi bear market? Nampaknya, ini merupakan pertanyaan yang jawabannya paling dinanti oleh pelaku pasar. Jika berkaca kepada sejarah, indeks S&P 500 telah mengalami 10 kali koreksi dalam 20 tahun terakhir, termasuk koreksi saat ini, mengutip Yardeni Research.
Jadi, probabilitas terjadinya bear market dapat dikatakan kecil. Selama ekonomi AS dapat mempertahankan momentum yakni pertumbuhan di atas 2%, nampaknya bear market masih jauh dari realita.
Koreksi dari indeks S&P 500 lah yang paling perlu diwaspadai, mengingat indeks S&P 500 merupakan indeks dengan kapitalisasi pasar dan jumlah emiten terbesar jika dibandingkan dengan dua indeks lainnya.
Mengutip report dari Goldman Sachs, secara rata-rata indeks S&P 500 turun sebesar 13% dalam fase koreksi, dimana hal ini berlangsung dalam kurun waktu 4 bulan. Setelah itu, dibutuhkan waktu 4 bulan lagi bagi indeks S&P 500 untuk dapat kembali ke titik tertingginya.
Namun, situasi dapat menjadi berkepanjangan jika yang terjadi bukan hanya koreksi, namun bear market (terjadi ketika sebuah indeks saham turun sebesar 20% dari titik tertingginya).
Ketika bear market terjadi, perusahaan keuangan asal AS tersebut menjelaskan bahwa secara rata-rata indeks S&P 500 turun hingga 30% dalam kurun waktu 13 bulan. Setelah itu, dibutuhkan waktu selama 22 bulan bagi indeks S&P 500 untuk kembali ke titik tertingginya.
Apakah koreksi saat ini akan berubah menjadi bear market? Nampaknya, ini merupakan pertanyaan yang jawabannya paling dinanti oleh pelaku pasar. Jika berkaca kepada sejarah, indeks S&P 500 telah mengalami 10 kali koreksi dalam 20 tahun terakhir, termasuk koreksi saat ini, mengutip Yardeni Research.
Jadi, probabilitas terjadinya bear market dapat dikatakan kecil. Selama ekonomi AS dapat mempertahankan momentum yakni pertumbuhan di atas 2%, nampaknya bear market masih jauh dari realita.
(hps) Next Article Wall Street Menguat Setelah 3 Hari Jeblok, tapi PHP Gak Nih?
Most Popular