
Beberapa Alasan Kenapa Jepang Minati Bank RI
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 January 2018 17:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada hari ini, pasar saham dikejutkan oleh berita mengenai rencana merger PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) dan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBCI). Bank hasil merger ini diperkirakan punya aset hingga Rp 2,8 triliun.
Tidak hanya di BTPN. Investor Negeri Matahari Terbit juga telah menancapkan dominasinya di sejumlah bank nasional seperti J Trust Bank dan nantinya PT Bank Danamon Tbk (BDMN).
Lantas, apa yang melatar belakangi aksi korporasi tersebut? Mengapa investor Jepang tertarik dengan bank di Indonesia?
Aksi korporasi ini menunjukkan mulai gencarnya bank asal Jepang melakukan ekspansi di negara-negara lain, seiring dengan terus menurunnya margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) di sana. Bagi bank, terus turunnya NIM telah menekan keuntungan mereka.
Melandainya NIM disebabkan oleh adopsi suku bunga rendah oleh Bank of Japan (BoJ) guna mendorong perekonomian dalam negeri. Bahkan, BoJ menerapkan suku bunga acuan negatif (-0,1%). Bank pun ramai-ramai memangkas suku bunga kredit.
Namun, di sisi lain bank-bank memiliki keterbatasan dalam memotong suku bunga simpanan. Ada kekhawatiran nasabah akan memindahkan dananya ke tempat lain jika bank memotong suku bunga.
Menipisnya NIM pun menjadi tak terhindarkan. Saat ini, NIM perbankan Jepang hanya berada di kisaran 1%.
Hal ini lantas diperparah dengan pertumbuhan penyaluran kredit yang tak kunjung menunjukkan tanda-tanda perbaikan jangka panjang. Per Oktober 2017, penyaluran kredit di Jepang hanya tumbuh 3% YoY.
Terus melandainya NIM dan lemahnya pertumbuhan kredit lantas membuat bisa jadi membuat bank-bank Jepang merasa gerah dan memutuskan untuk melakukan efisiensi biaya. Pada Oktober lalu, Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG) yang bank terbesar di Jepang dari sisi aset dilaporkan akan memangkas kantor cabang di Jepang sebesar 20%. Rencana ini merupakan bagian dari rencana bisnis mereka yang akan mulai diimplementasikan pada April 2018.
Kini, mari bandingkan situasi perbankan Jepang dengan Indonesia. Per Oktober 2017, NIM perbankan Indonesia berada di angka 5,32%, jauh di atas Jepang.
Sementara itu, penyaluran kredit tumbuh sebesar 7,57% YoY pada November. Angka ini lagi-lagi jauh mengungguli capaian di Jepang.
Seiring dengan karakterisik perekonomian Indonesia yang masih merupakan negara berkembang, angka penyaluran kredit tentu diharapkan dapat tetap berada pada level yang tinggi pada tahun-tahun mendatang.
Bagi perekonomian domestik, aksi akuisisi oleh bank-bank berkekuatan besar tentu menjadi hal yang positif, mengingat besarnya suntikan dana yang berpotensi diberikan oleh sang induk baru. Hal ini pada akhirnya akan membantu pemerintah dalam mendorong penciptaan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkesinambungan.
(dru) Next Article Dua Tahun Pasca-Merger, BTPN Pede Bisa Masuk Jajaran BUKU 4
Tidak hanya di BTPN. Investor Negeri Matahari Terbit juga telah menancapkan dominasinya di sejumlah bank nasional seperti J Trust Bank dan nantinya PT Bank Danamon Tbk (BDMN).
Lantas, apa yang melatar belakangi aksi korporasi tersebut? Mengapa investor Jepang tertarik dengan bank di Indonesia?
Melandainya NIM disebabkan oleh adopsi suku bunga rendah oleh Bank of Japan (BoJ) guna mendorong perekonomian dalam negeri. Bahkan, BoJ menerapkan suku bunga acuan negatif (-0,1%). Bank pun ramai-ramai memangkas suku bunga kredit.
Namun, di sisi lain bank-bank memiliki keterbatasan dalam memotong suku bunga simpanan. Ada kekhawatiran nasabah akan memindahkan dananya ke tempat lain jika bank memotong suku bunga.
Menipisnya NIM pun menjadi tak terhindarkan. Saat ini, NIM perbankan Jepang hanya berada di kisaran 1%.
Hal ini lantas diperparah dengan pertumbuhan penyaluran kredit yang tak kunjung menunjukkan tanda-tanda perbaikan jangka panjang. Per Oktober 2017, penyaluran kredit di Jepang hanya tumbuh 3% YoY.
Terus melandainya NIM dan lemahnya pertumbuhan kredit lantas membuat bisa jadi membuat bank-bank Jepang merasa gerah dan memutuskan untuk melakukan efisiensi biaya. Pada Oktober lalu, Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG) yang bank terbesar di Jepang dari sisi aset dilaporkan akan memangkas kantor cabang di Jepang sebesar 20%. Rencana ini merupakan bagian dari rencana bisnis mereka yang akan mulai diimplementasikan pada April 2018.
Kini, mari bandingkan situasi perbankan Jepang dengan Indonesia. Per Oktober 2017, NIM perbankan Indonesia berada di angka 5,32%, jauh di atas Jepang.
![]() |
Sementara itu, penyaluran kredit tumbuh sebesar 7,57% YoY pada November. Angka ini lagi-lagi jauh mengungguli capaian di Jepang.
![]() |
Seiring dengan karakterisik perekonomian Indonesia yang masih merupakan negara berkembang, angka penyaluran kredit tentu diharapkan dapat tetap berada pada level yang tinggi pada tahun-tahun mendatang.
Bagi perekonomian domestik, aksi akuisisi oleh bank-bank berkekuatan besar tentu menjadi hal yang positif, mengingat besarnya suntikan dana yang berpotensi diberikan oleh sang induk baru. Hal ini pada akhirnya akan membantu pemerintah dalam mendorong penciptaan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkesinambungan.
(dru) Next Article Dua Tahun Pasca-Merger, BTPN Pede Bisa Masuk Jajaran BUKU 4
Most Popular