
Proyek Infrastruktur Mulai Berdampak ke Kinerja BUMN Karya
Monica Wareza & Shuliya Ratanavara & Arys Aditya, CNBC Indonesia
23 January 2018 06:21

Jakarta, CNBC Indonesia — Kinerja perusahaan-perusahan konstruksi pada 2018 sepertinya akan positif karena sejumlah pengerjaan proyek-proyek pemerintah akan terus berlanjut. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengerjakan proyek-proyek pemerintah tersebut, sudah menyampaikan estimasi pertumbuhan laba bersih relatif menggembirakan.
Berdasarkan laporan dari Kementerian BUMN, pendapatan usaha 11 perusahaan pelat merah bidang konstruksi dan tol tercatat Rp175,77 triliun sepanjang 2017, dari posisi 2016 yang hanya Rp100,77 triliun. Secara tahun jamak (compound annual growth rate/ CAGR) selama 5 tahun, pendapatan usaha ini mencatat 23% pertumbuhan.
Deputi Usaha Konstruksi, Sarana dan Prasarana Perhubungan (KSPP) Ahmad Bambang menambahkan, CAGR laba mencapai 30,6%.
“Dari sisi laba, pada tahun 2017, BUMN karya bisa mendapatkan Rp11,24 triliun dari tahun 2016 yakni Rp6,68 triliun,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VI, Senin (22/1/2018).
Bambang menambahkan dalam kurun 5 tahun hingga 2017, belanja modal (capital expenditure/ capex) secara rata-rata tumbuh 23% dari Rp6,84 triliun pada 2013 menjadi Rp21,41 triliun pada 2016 lalu melesat jadi Rp114,7 triliun tahun lalu.
“Peningkatan belanja modal ini sebagian besar merupakan alokasi untuk belanja modal proyek penugasan oleh pemerintah,” ungkap Bambang.
PT Waskita Karya Tbk (WSKT) memperkirakan mampu meraup laba bersih sebesar Rp 4,27 triliun pada 2017, naik 135,91% ketimbang laba bersih Rp1,81 triliun pada 2016.
Direktur Utama WSKT M. Choliq di hadapan Komisi VI memaparkan kenaikan pesat laba bersih WSKT itu sejalan dengan kenaikan pendapatan usaha sebesar 91% atau senilai Rp45,44 triliun pada tahun lalu, berbanding dengan tahun sebelumnya Rp23,79 triliun.
Sementara, nilai kontrak baru yang diperoleh perseroan turun Rp14,14 triliun dari Rp69,97 triliun pada 2016. “Pendapatan kontrak yang menurun jadi Rp55,83 triliun memang disengaja karena leverage kami yang sudah sangat tinggi,” tutur Choliq.
Demikian pula dengan PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) yang optimistis bisa menyuplai beton precast untuk ruas tol Probolinggo-Banyuwangi (Probowangi).
"Di awal ini yang kita tunggu (pertengahan) semester I itu Probowangi, nilainya sampai Rp 3 triliun. Tapi kan itu tidak langsung ya, dapatnya (dana) bertahap," kata Direktur Keuangan dan Risiko M. C. Budi Setyono di MNC Conference Hall, Senin (22/01/2018).
Lebih lanjut, Head of Investor Relation Waskita Beton Fathia Syafurah menjelaskan tender ruas tol ini masih dalam proses. Kini proses tender sedang dalam tahap finalisasi penentuan pemilik jalan tol.
(hps) Next Article Pembangunan Infrastruktur Untungkan BUMN Karya
Berdasarkan laporan dari Kementerian BUMN, pendapatan usaha 11 perusahaan pelat merah bidang konstruksi dan tol tercatat Rp175,77 triliun sepanjang 2017, dari posisi 2016 yang hanya Rp100,77 triliun. Secara tahun jamak (compound annual growth rate/ CAGR) selama 5 tahun, pendapatan usaha ini mencatat 23% pertumbuhan.
Deputi Usaha Konstruksi, Sarana dan Prasarana Perhubungan (KSPP) Ahmad Bambang menambahkan, CAGR laba mencapai 30,6%.
Bambang menambahkan dalam kurun 5 tahun hingga 2017, belanja modal (capital expenditure/ capex) secara rata-rata tumbuh 23% dari Rp6,84 triliun pada 2013 menjadi Rp21,41 triliun pada 2016 lalu melesat jadi Rp114,7 triliun tahun lalu.
“Peningkatan belanja modal ini sebagian besar merupakan alokasi untuk belanja modal proyek penugasan oleh pemerintah,” ungkap Bambang.
PT Waskita Karya Tbk (WSKT) memperkirakan mampu meraup laba bersih sebesar Rp 4,27 triliun pada 2017, naik 135,91% ketimbang laba bersih Rp1,81 triliun pada 2016.
Direktur Utama WSKT M. Choliq di hadapan Komisi VI memaparkan kenaikan pesat laba bersih WSKT itu sejalan dengan kenaikan pendapatan usaha sebesar 91% atau senilai Rp45,44 triliun pada tahun lalu, berbanding dengan tahun sebelumnya Rp23,79 triliun.
Sementara, nilai kontrak baru yang diperoleh perseroan turun Rp14,14 triliun dari Rp69,97 triliun pada 2016. “Pendapatan kontrak yang menurun jadi Rp55,83 triliun memang disengaja karena leverage kami yang sudah sangat tinggi,” tutur Choliq.
Demikian pula dengan PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) yang optimistis bisa menyuplai beton precast untuk ruas tol Probolinggo-Banyuwangi (Probowangi).
"Di awal ini yang kita tunggu (pertengahan) semester I itu Probowangi, nilainya sampai Rp 3 triliun. Tapi kan itu tidak langsung ya, dapatnya (dana) bertahap," kata Direktur Keuangan dan Risiko M. C. Budi Setyono di MNC Conference Hall, Senin (22/01/2018).
Lebih lanjut, Head of Investor Relation Waskita Beton Fathia Syafurah menjelaskan tender ruas tol ini masih dalam proses. Kini proses tender sedang dalam tahap finalisasi penentuan pemilik jalan tol.
"Konsorsiumnya itu kan ada Jasa Marga, Waskita, dan Brantas. Nanti kalau itu sudah keluar pemenangnya baru mulai tender suplier beton nya di mana kita jadi salah satu peserta," jelas Fathia kepada CNBC Indonesia.
Secara umum, sektor konstruksi masih cukup menjanjikan dan secara valuasi relatif masih menarik, apalagi pada 2017 kinerja sektor ini sempat mengalami tekanan, karena pelaku pasar khawatir desakan pemerintah kepada BUMN karya untuk mengerjakan proyek infrastruktur berpotensi menekan kinerja keuangan emiten konstruksi.
Selain itu, BUMN konstruksi juga mencatat utang yang cukup tinggi pada 2017. Secara akumulatif, utang BUMN karya mencapai Rp156,99 triliun, angka utang itu melesat dari posisi 2016 sebesar Rp96,23 triliun.
Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain PT Wijaya Karya Tbk. (WIKA), PT Waskita Karya Tbk. (WSKT), PT Adhi Karya Tbk. (ADHI) dan PT Jasa Marga Tbk. (JSMR).
Dengan posisi utang tersebut, rasio utang terhadap ekuitas atau debt-to-equity ratio (DER) perusahaan-perusahaan pelat merah karya nyaris mencapai tiga kali, atau persisnya 2,99 kali.
Level DER tersebut sekaligus menandai posisi yang tertinggi sejak 2014. Pada 2015, posisi DER dari 11 perusahaan tersebut hanya 2,17 kali dan 2,10 kali pada 2016.
Namun penambahan utang tersebut bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan, karena proyek yang dikerjakan merupakan milik pemerintah yang sudah dialokasikan dalam APBN. Meskipun dalam praktiknya ada keterlambatan pembayaran.
Secara umum, sektor konstruksi masih cukup menjanjikan dan secara valuasi relatif masih menarik, apalagi pada 2017 kinerja sektor ini sempat mengalami tekanan, karena pelaku pasar khawatir desakan pemerintah kepada BUMN karya untuk mengerjakan proyek infrastruktur berpotensi menekan kinerja keuangan emiten konstruksi.
Selain itu, BUMN konstruksi juga mencatat utang yang cukup tinggi pada 2017. Secara akumulatif, utang BUMN karya mencapai Rp156,99 triliun, angka utang itu melesat dari posisi 2016 sebesar Rp96,23 triliun.
Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain PT Wijaya Karya Tbk. (WIKA), PT Waskita Karya Tbk. (WSKT), PT Adhi Karya Tbk. (ADHI) dan PT Jasa Marga Tbk. (JSMR).
Dengan posisi utang tersebut, rasio utang terhadap ekuitas atau debt-to-equity ratio (DER) perusahaan-perusahaan pelat merah karya nyaris mencapai tiga kali, atau persisnya 2,99 kali.
Level DER tersebut sekaligus menandai posisi yang tertinggi sejak 2014. Pada 2015, posisi DER dari 11 perusahaan tersebut hanya 2,17 kali dan 2,10 kali pada 2016.
Namun penambahan utang tersebut bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan, karena proyek yang dikerjakan merupakan milik pemerintah yang sudah dialokasikan dalam APBN. Meskipun dalam praktiknya ada keterlambatan pembayaran.
(hps) Next Article Pembangunan Infrastruktur Untungkan BUMN Karya
Most Popular