
Kisah Bakrie Telecom, 5 Tahun Saham Bertahan di Harga Gocap
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
22 January 2018 11:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) tak berubah dari harga Rp 50 per saham sejak lima tahun lalu. Upaya perseroan untuk membenahi bisnis di bidang telekomunikasi tak unjung membuahkan hasil, dan sahamnya pun tak lagi dilirik investor.
Berdasarkan data transaksi bursa, sebelum bertahan pada level Rp 50 per saham, harga saham Bakrie Telecom terakhir ditransaksikan pada level Rp 51 per saham pada 6 Maret 2013. Setelah itu, praktis harga saham perusahaan yang terafiliasi dengan grup Bakrie ini tidak berubah dari harga gocap.
Mencermati laporan keuangan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), sejak 2010 utang perseroan terus mengalami peningkatan 103% menjadi Rp 14,5 triliun per akhir September 2017. Permasalahan sebenarnya bukan di situ, karena memang pembiayaan dengan utang merupakan hal sangat wajar.
Permasalahannya adalah total aset perusahaan justru terjun bebas. Pada akhir kuartal III-2017, angkanya tercatat hanya sebesar Rp 926,8 miliar atau setara 8% dari posisi akhir 2010 yang senilai Rp 12,3 triliun.
Anjloknya aset perusahaan merupakan hasil dari ketidakmampuan mengoptimalkan utang dalam mendongkrak laba, salah satunya dipicu oleh melempemnya bisnis telekomunikasi berbasis Code-Division Multiple Access (CDMA). CNBC Indonesia mencatat, 2010 merupakan tahun terakhir perusahaan mencatatkan laba operasional. Pada tahun-tahun berikutnya sampai dengan sembilan bulan pertama 2017, perusahaan terus menerus mencatatkan rugi.
Beban keuangan, termasuk bunga utang terus berjalan, tidak peduli perusahaan mencatatkan untung atau tidak. Akhirnya, aset perusahaan pun digerogoti untung melunasi pinjaman. Metode ‘gali lubang tutup lubang’ alias menerbitkan utang baru untuk melunasi utang lama pun menjadi alternatif lain yang diambil perusahaan.
Pada akhirnya, baik tidaknya pengunaan utang akan ditentukan oleh kemampuan perusahaan meningkatkan pendapatan dan asetnya melalui utang tersebut.
Pada 2016 BTEL mengumumkan melakukan perombakan besar-besaran dengan menganti layanan bisnis lebih ke korporasi (Business-to-Business/B2B). Sebelumnya, emiten dari grup Bakrie tersebut memberikan layanan operator telekomunikasi kepada konsumen akhir di bawah nama ESIA.
Saat ini, BTEL menawarkan berbagai layanan dan aplikasi yang dipercaya akan memberikan nilai tambah untuk pelanggan korporat. Bahkan, BTEL juga berambisi untuk menjadi penyedia solusi infrastruktur untuk media.
Ambisi perusahaan itu tentunya datang dengan sejumlah tantangan, utamanya dari sisi pembiayaan. Hal ini menjadi beban tersendiri bagi perusahaan, mengingat buruknya posisi neraca keuangan.
(hps) Next Article Gali Lubang Tutup Lubang Bakrie Telecom Sampai Rp 14 T
Berdasarkan data transaksi bursa, sebelum bertahan pada level Rp 50 per saham, harga saham Bakrie Telecom terakhir ditransaksikan pada level Rp 51 per saham pada 6 Maret 2013. Setelah itu, praktis harga saham perusahaan yang terafiliasi dengan grup Bakrie ini tidak berubah dari harga gocap.
![]() |
Mencermati laporan keuangan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), sejak 2010 utang perseroan terus mengalami peningkatan 103% menjadi Rp 14,5 triliun per akhir September 2017. Permasalahan sebenarnya bukan di situ, karena memang pembiayaan dengan utang merupakan hal sangat wajar.
Permasalahannya adalah total aset perusahaan justru terjun bebas. Pada akhir kuartal III-2017, angkanya tercatat hanya sebesar Rp 926,8 miliar atau setara 8% dari posisi akhir 2010 yang senilai Rp 12,3 triliun.
Beban keuangan, termasuk bunga utang terus berjalan, tidak peduli perusahaan mencatatkan untung atau tidak. Akhirnya, aset perusahaan pun digerogoti untung melunasi pinjaman. Metode ‘gali lubang tutup lubang’ alias menerbitkan utang baru untuk melunasi utang lama pun menjadi alternatif lain yang diambil perusahaan.
Pada akhirnya, baik tidaknya pengunaan utang akan ditentukan oleh kemampuan perusahaan meningkatkan pendapatan dan asetnya melalui utang tersebut.
Pada 2016 BTEL mengumumkan melakukan perombakan besar-besaran dengan menganti layanan bisnis lebih ke korporasi (Business-to-Business/B2B). Sebelumnya, emiten dari grup Bakrie tersebut memberikan layanan operator telekomunikasi kepada konsumen akhir di bawah nama ESIA.
Saat ini, BTEL menawarkan berbagai layanan dan aplikasi yang dipercaya akan memberikan nilai tambah untuk pelanggan korporat. Bahkan, BTEL juga berambisi untuk menjadi penyedia solusi infrastruktur untuk media.
Ambisi perusahaan itu tentunya datang dengan sejumlah tantangan, utamanya dari sisi pembiayaan. Hal ini menjadi beban tersendiri bagi perusahaan, mengingat buruknya posisi neraca keuangan.
(hps) Next Article Gali Lubang Tutup Lubang Bakrie Telecom Sampai Rp 14 T
Most Popular