Warning! Angka Kematian Generasi Muda Meningkat di Seluruh Dunia
Jakarta, CNBC Indonesia - Studi mengungkap krisis baru di dunia terkait meningkatnya angka kematian di kalangan remaja dan orang dewasa muda. Temuan ini disampaikan dalam studi Global Burden of Disease (GBD) yang dirilis di jurnal The Lancet dan dipresentasikan di World Health Summit di Berlin kemarin, waktu Berlin.
Meski angka harapan hidup global meningkat menjadi 76,3 tahun bagi perempuan dan 71,5 tahun bagi laki-laki atau naik lebih dari 20 tahun sejak 1950, peneliti memperingatkan adanya lonjakan kematian di kalangan generasi muda di berbagai wilayah. Di Amerika Utara dan sebagian Amerika Latin semisal, peningkatan kematian dipicu oleh bunuh diri serta penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol.
"Peningkatan tajam pada usia remaja dan dewasa muda sangat mencolok dalam data kami," kata Direktur Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) di Universitas Washington, Dr Christopher Murray seperti dikutip dari Guardian, Selasa (14/10/2025).
Ia bilang, peningkatan kematian di kalangan muda sangat terkait dengan meningkatnya kecemasan dan depresi, terutama di kalangan perempuan muda. Murray menyebut banyak perdebatan seputar penyebabnya, mulai dari pengaruh media sosial hingga pola pengasuhan modern, yang semuanya diperburuk oleh pandemi Covid-19.
Di kawasan Afrika Sub-Sahara, model terbaru menunjukkan angka kematian anak usia 5-14 tahun sejak 1950 ternyata lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Penyebab utamanya adalah penyakit menular dan cedera tidak disengaja.
Untuk perempuan berusia 15-29 tahun, tingkat kematian tercatat 61% lebih tinggi dari estimasi lama, sebagian besar akibat komplikasi kehamilan dan persalinan, kecelakaan lalu lintas, serta meningitis.
"Temuan ini harus menjadi alarm bagi pemerintah dan pemimpin sektor kesehatan untuk bertindak cepat dan strategis menghadapi tren yang mengubah kebutuhan kesehatan publik," kata Murray.
Secara global, dua pertiga dari beban penyakit kini berasal dari penyakit kronis seperti jantung dan diabetes, sementara gangguan kesehatan mental meningkat pesat. Para peneliti menemukan, setengah dari seluruh beban penyakit di dunia sebenarnya bisa dicegah, seperti melalui pengendalian faktor risiko seperti tekanan darah tinggi, polusi udara, merokok, dan obesitas.
Sementara itu, CEO Amref Health Africa, Dr Githinji Gitahi mengingatkan, 60% populasi Afrika berusia di bawah 25 tahun, sehingga kesehatan menjadi investasi paling berharga. Ia menekankan, sistem kesehatan yang terpecah gagal menjawab kebutuhan anak muda, sementara penyakit seperti malaria, HIV, dan TBC masih merenggut banyak nyawa akibat lemahnya sistem kesehatan dan kesenjangan vaksin.
"Lonjakan penyakit tidak menular di kalangan anak muda Afrika bukan ancaman masa depan, itu sudah terjadi sekarang," ujarnya. "Dibutuhkan sistem kesehatan yang lebih kuat dengan investasi publik yang benar-benar berfokus pada generasi muda," ujarnya menambahkan.
Prof Emmanuela Gakidou dari IHME juga mengingatkan, kemajuan di negara berpendapatan rendah terancam mundur akibat pemangkasan bantuan internasional. "Negara-negara ini bergantung pada pendanaan global untuk layanan primer, obat-obatan, dan vaksin. Tanpa itu, kesenjangan pasti makin melebar," katanya.
(hsy/hsy)