
Mengenal Istilah Quiet Covering, Tren Baru Gen Z di Dunia Kerja

Jakarta, CNBC Indonesia - Sadar atau tidak, istilah-istilah baru dalam dunia pekerjaan di kalangan Generasi Z atau Gen Z semakin variatif. Usai tren quiet quitting yang sempat viral, kini muncul fenomena baru yang disebut quiet covering. Apa itu?
Mengutip Forbes, sebuah studi penelitian terbaru mengungkap fenomena quiet covering dikaitkan dengan tatapan datar Gen Z atau ekspresi wajah tanpa emosi yang sering dianggap tanda ketidaktertarikan, padahal sebenarnya menyimpan pesan yang lebih dalam.
Mengenal Quiet Covering di Tempat Kerja
Quiet covering adalah kecenderungan karyawan kalangan Gen Z untuk menyembunyikan aspek pribadi mereka agar terhindar dari penghakiman dan stereotip. Serta agar mereka terlihat profesional dan lebih mudah dipromosikan.
Survei Attensi terbaru terhadap 2.000 karyawan dari berbagai industri dan kelompok usia menyebut quiet covering sebagai krisis tersembunyi di dunia kerja saat ini.
Adapun data menunjukkan 58% mengaku melakukan skill masking atau menyembunyikan kekurangan dalam pengetahuan atau kompetensi untuk menghindari penilaian.
Lalu, hampir setengahnya mengatakan mereka berpura-pura memahami sesuatu di tempat kerja dan 40% menghindari meminta bantuan bahkan ketika mereka tidak yakin bagaimana cara melakukannya.
Tia Katz selaku pendiri Hu-X, yang menunjukkan bahwa tiga tahun lalu kita membahas tentang berhenti secara diam-diam, tetapi hari ini kita mulai menyebutnya dengan istilah lain, "quiet cracking", yaitu kelelahan emosional yang muncul akibat kelelahan, penarikan diri, dan pelepasan diri yang halus.
Katz menyatakan bahwa apa yang sebenarnya melatarbelakangi begitu banyak hal yang kita lihat sekarang adalah sesuatu yang bahkan lebih samar, yaitu quiet covering.
Fenomena menutupi atau covering dicetuskan pertama kali oleh Profesor Kenji Yoshino sebagai praktik menyembunyikan identitas pribadi agar sesuai atau menghindari stereotip, penilaian, dan diskriminasi.
Beberapa contoh "covering" yang paling menonjol adalah ketika karyawan meminimalkan aspek identitas pribadi mereka seperti ras/etnis, gender, orientasi seksual, usia, agama, disabilitas, atau karakteristik lainnya agar dapat diterima di lingkungannya.
Penelitian terbaru dari Hu-X x Hi-Bob melaporkan bahwa 97% karyawan bekerja setidaknya beberapa kali, dan 67% bekerja sering. Alasan utamanya meliputi:
- Menjaga citra profesional (55%)
- Mencari penerimaan sosial (48%)
- Menghindari diskriminasi (46%)
- Demi peluang promosi, kenaikan gaji, atau bonus (46%)
- Meningkatkan penilaian kinerja tahunan (43%)
Menariknya, covering paling sering dilakukan kepada atasan senior (55%) atau manajer langsung (54%).
Quiet Covering Gen Z di Tempat Kerja
Menurut studi, pekerja Gen Z dua kali lebih mungkin menyembunyikan identitas diri dibandingkan generasi boomer untuk menyembunyikan sebagian dari diri mereka di tempat kerja. Bahkan 56% di antaranya melakukan hal tersebut kepada HR.
Hampir setengah dari Gen Z melaporkan menyembunyikan tantangan kesehatan mental, kebiasaan perawatan diri, atau pengalaman masa lalu untuk memproyeksikan citra profesional yang kuat sehingga mereka lebih mudah dipromosikan. Katz melihat tatapan Gen Z sebagai respons perlindungan diri terhadap norma-norma tempat kerja yang dapat terasa menuntut secara emosional.
"Tatapan Gen Z mungkin tenang, tetapi tidak pasif. Apa yang tampak seperti ketidakpedulian seringkali merupakan bentuk perlindungan diri yang aktif dan terukur. Itu adalah batasan nonverbal yang mereka adaptasi untuk menghadapi tempat kerja yang dibentuk oleh budaya yang selalu aktif, di mana kepercayaan diri (bukan kompetensi), ketersediaan emosional, dan antusiasme yang terlihat terhadap budaya perusahaan diperlakukan sebagai metrik kinerja," kata Katz.
Studi ini sekaligus juga menjelaskan Gen Z dan Milenial yang diam-diam meliput sebagai keputusan strategis yang bertujuan untuk meningkatkan kemungkinan mereka mendapatkan promosi, kenaikan gaji, dan bonus, mendapatkan ulasan akhir tahun yang lebih baik, menghindari diskriminasi, dan mendapatkan penerimaan sosial.
Katz menekankan bahwa ini lebih dari sekadar ketidaknyamanan. Seiring waktu, hal ini menguras kinerja, memperlambat pertumbuhan, dan mengikis kepercayaan diri.
Studi Hu-X x Hi-Bob menemukan tujuh dampak utama quiet covering pada Gen Z:
1. Menyebabkan stres sedang hingga berat (64%)
2. Mengurangi produktivitas dan efisiensi (54%)
3. Menghambat perkembangan karier (40%)
4. Menurunkan keterlibatan di tempat kerja (56%)
5. Mempengaruhi kehidupan di luar kerja (43%)
6. Membatasi kreativitas dan inovasi (55%)
7. Menurunkan kinerja (47%)
Selain itu, studi lainnya juga mengungkap bahwa banyak Gen Z diam-diam menggunakan AI untuk mempercepat pekerjaan, seperti meringkas catatan rapat atau brainstorming ide. Mereka takut ketahuan karena 47% khawatir AI akan menggantikan pekerjaan mereka dan 30% tidak tahu kebijakan perusahaan tentang AI.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Banyak Bos Pecat Karyawan Gen Z, Ada Fenomena Apa?