Riset Temukan Selingkuh Bisa Dipengaruhi Genetik Tertentu

Rindi Salsabilla, CNBC Indonesia
Jumat, 05/01/2024 10:30 WIB
Foto: Oziel Gómez via Unsplash

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu perselingkuhan kerap menjadi perbincangan warganet di media sosial. Fenomena ini pun menimbulkan pernyataan dari warganet bahwa "selingkuh adalah "penyakit bawaan" yang tidak bisa sembuh". Ternyata, ada penelitian yang dapat dikaitkan dengan pernyataan tersebut.

Melansir dari Business Insider, sebuah studi menunjukkan bahwa 20 persen kepribadian seseorang adalah keturunan. Namun, sebagian besar orang mempertanyakan apa saja yang termasuk dalam 20 persen kepribadian tersebut.

Psikoterapis klinis berlisensi, Dr. LeslieBeth (LB) Wish, mengatakan bahwa emosi dan temperamen memiliki komponen genetik. Namun, terkait kecenderungan untuk tidak setia dan hobi selingkuh dengan genetik masih rumit untuk dijawab.


Wish mengatakan, selingkuh bisa 'diserap' dari orang tua, saudara, dan keluarga. Ia mengatakan, selingkuh bisa menjadi perilaku maladaptif, yakni sesuatu yang dikembangkan sebagai respons negatif terhadap perasaan tidak bahagia dalam suatu hubungan.

Namun, selingkuh juga bisa menjadi sesuatu yang "diserap" dari orang tua, kakak, atau anggota keluarga dan pengasuh lainnya.

"Sebagai seorang anak, kamu melihat bagaimana pengasuhmu mengatasi kecemasan, depresi, dan ketidakbahagiaan mereka," kata Wish, dikutip Kamis (4/12/2024).

"Jika ibumu makan berlebihan atau ayahmu berselingkuh, kamu akan melihat perilaku itu, kamu melihat suasana hati orang tuamu, dan kamu belajar tanpa mengetahui bahwa kamu sedang belajar tentang cara mengelola perasaan," lanjutnya.

Wish mengatakan, ada kemungkinan hubungan antara gen tertentu dan kecenderungan untuk berbuat selingkuh.

Gen yang bisa picu selingkuh

Para ilmuwan berasumsi bahwa keinginan untuk selingkuh dapat dikaitkan dengan polimorfisme reseptor dopamin DRD4 alias gen "pencari sensasi". Gen ini juga disebut sebagai gen yang bertanggung jawab atas alkoholisme dan kecanduan judi.

Sebuah studi pada 2010 yang dilakukan oleh para peneliti di Binghamton University di New York menemukan bahwa partisipan yang memiliki jenis gen DRD4 tertentu lebih memiliki kecenderungan untuk selingkuh.

Dalam studi trsebut, SUNY Doctoral Diversity Fellow dan peneliti utama, Justin Garcia, melibatkan 181 orang dewasa muda sebagai partisipan. Setelah itu, para diminta mengisi kuesioner tentang perilaku seksualnya, serta menyerahkan sampel DNA yang akan diuji untuk mengetahui variasi DRD4 pada DNA mereka.

Menurut temuan tim yang diterbitkan dalam jurnal PLOS One, setiap orang ternyata memiliki DRD4. Namun, semakin banyak DRD4, semakin besar pula kecenderungan seseorang untuk mencari sensasi.

Dengan kata lain, seseorang mungkin akan tergo pada hal-hal yang mungkin tidak seharusnya dilakukan, seperti selingkuh, hanya karena Anda ingin merasakan "sensasi".

Garcia mengatakan bahwa semuanya kembali ke pelepasan dopamin alias hormon bahagia. Manusia secara alami tertarik pada aktivitas yang membuat mereka merasakan kesenangan.

Namun, orang yang memiliki gen DRD4 tertentu ini membutuhkan lebih dari rata-rata orang.

"Orang dengan gen DRD4 membutuhkan lebih banyak rangsangan untuk merasa puas," kata Garcia.

Menurut Garcia, meskipun Anda cenderung memiliki 'gen sensasi', itu tidak berarti Anda akan bertindak berdasarkan dorongan hati.

Penulis Out of the Doghouse, Robert Weiss, mengatakan bahwa meskipun sekelompok kecil orang cenderung memiliki gen sensasi, itu tidak berarti kelompok ini harus bertindak berdasarkan asumsi semacam ini.

"Banyak orang secara genetis cenderung terhadap alkoholisme, tapi hanya sebagian kecil yang menjadi pecandu alkohol karena banyak faktor lain yang berperan, seperti lingkungan, kemauan diri, pengalaman hidup, hingga ketahanan terhadap kekacauan," kata Weiss.

Menurut Weiss, hal yang sama juga terjadi pada kecenderungan genetik terhadap perselingkuhan dan pergaulan bebas. Terlepas dari genetika, manusia tetap memiliki pilihan dan kebebasan berkehendak dalam perilaku seksual.


(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Inovasi Rendang Low Fat, Antara Warisan dan Teknologi