Paus Fransiskus Bicara Nasib Bumi, Ada Malapetaka Mengintai
Jakarta, CNBC Indonesia - Paus Fransiskus mengeluarkan peringatan keras tentang dampak perubahan iklim. Ia memperingatkan, dunia tempat manusia hidup sedang runtuh dan mungkin mendekati titik puncaknya.
"Meskipun ada upaya untuk menyangkal, menyembunyikan, mengabaikan atau merelatifkan masalah ini, tanda-tanda perubahan iklim masih ada dan semakin jelas," kata Paus dalam surat berjudul Laudate Deum atau Puji Tuhan, dikutip dari CNBC International, Sabtu, (21/10/2023).
Pemimpin agama Katolik itu mengatakan, tidak seorang pun dapat mengabaikan fakta dalam beberapa tahun terakhir manusia telah menyaksikan fenomena cuaca ekstrem, seringnya terjadi panas yang tidak biasa, kekeringan, dan seruan protes lainnya di bumi, yang hanyalah beberapa contoh gamblang dari malapetaka yang menyerang semua orang.
Laporan ini juga menekankan perubahan iklim tertentu yang dipicu oleh umat manusia semakin meningkatkan kemungkinan terjadinya fenomena ekstrem yang semakin sering dan intens.
Bagian awal surat ini berupaya mengontekstualisasikan keadaan di tahun 2023, yang menandakan perubahan sejak diterbitkannya ensiklik 'Laudato si' pada tahun 2015.
Paus Fransiskus menyorot dampak perubahan iklim terhadap kehidupan manusia. Ia pun menyadari solusi dan respon masyarakat belum memadai, sementara dunia yang ditinggali sedang runtuh dan mungkin mendekati titik puncaknya.
Hal ini dirasakan di berbagai bidang, mulai dari migrasi paksa dan layanan kesehatan hingga perumahan, akses terhadap sumber daya dan sumber pekerjaan, katanya.
COP28, bahan bakar fosil dan energi terbarukan
Paus Fransiskus juga menyinggung KTT perubahan iklim COP28 mendatang di Uni Emirat Arab, yang akan dimulai pada akhir November.
Suratnya menggambarkan UEA sebagai negara di Teluk Persia yang dikenal sebagai pengekspor bahan bakar fosil yang besar, meskipun negara ini telah melakukan investasi besar dalam sumber energi terbarukan.
Laporan tersebut juga mencatat perusahaan-perusahaan minyak dan gas masih "merencanakan proyek-proyek baru di sana, dengan tujuan untuk lebih meningkatkan produksi mereka."
UEA sebelumnya telah dikritik karena menjadi presiden COP28, mengingat perannya sebagai produsen bahan bakar fosil yang besar.
Paus menyatakan harapannya, yang berpartisipasi dalam konferensi tersebut akan menjadi "ahli strategi yang mampu mempertimbangkan kebaikan bersama dan masa depan anak-anak mereka, lebih dari kepentingan jangka pendek negara atau bisnis tertentu," dan pertemuan tersebut akan mengarah pada "kepentingan yang mengikat."
Ia juga berpendapat transisi menuju sumber energi ramah lingkungan dan penghapusan bahan bakar fosil saat ini tidak berjalan dengan cepat dan apa pun yang dilakukan berisiko dianggap hanya sebagai taktik untuk mengalihkan perhatian.
(dce)