The Last of Us, Next Pandemi, & Hibah Triliunan Pandemic Fund
Jakarta, CNBC Indonesia - Serial "The Last of Us" yang ditayangkan di HBO Go Asia sejak awal tahun ini sempat mewarnai percakapan publik Tanah Air. Ini tak lepas dari keterlibatan aktris senior Indonesia Christine Hakim yang turut serta dalam serial tersebut.
Christine berperan sebagai Ratna Pertiwi, seorang ilmuwan asal Indonesia yang menemukan jamur Cordyceps yang kemudian memicu pandemi global. Dalam series tersebut, infeksi bakteri dari jamur Cordyceps memicu manusia menjadi zombie.
Sebagai catatan, Cordyceps adalah jamur yang bersifat parasit dan hidup pada ulat tertentu di daerah pegunungan tinggi China. Cordyceps adalah genus dari fungi ascomycete yang mencakup sekitar 400 spesies.
Pada awal tahun ini pula, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin merekomendasikan masyarakat Indonesia untuk menonton serial The Last of Us. BGS, sapaan akrab Budi Gunadi Sadikin, mengatakan, serial tersebut bisa menjadi acuan persiapan pandemi selanjutnya.
"Untuk persiapan [pandemi selanjutnya] itu ada film di HBO Go Asia, The Last of Us, nonton, deh. Ada dua hal penting di sana," katanya dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional di Jakarta, Kamis (26/1/2023).
"Pertama, the next pandemic terjadi dari Jakarta, Indonesia. Kedua, pandemi ini disebabkan oleh patogen yang paling susah diobati. Kalau Covid-19 patogennya dari virus, TBC bakteri, malaria parasit, ini disebabkan oleh jamur, paling susah," lanjutnya.
Mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu mengatakan, siklus pandemi terjadi setiap 100 tahun sekali. Akibatnya, masyarakat terkadang lupa tentang pandemi yang sudah terjadi di masa lalu.
"Pandemi ini siklusnya 100 tahunan. Jadi, kadang-kadang kita lupa apa yang terjadi. Pesannya [adalah] to be prepare is the best guarantee to win the next pandemic," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, BGS menyebutkan bahwa pandemi di dunia sudah terjadi sebanyak lebih dari 10 kali. Bahkan, dia menyebut pandemi sebagai pembunuh terbesar dalam kemanusiaan.
Sebagai contoh, ia membawa pandemi Black Death pada pertengahan tahun 1300. Pandemi itu menyebabkan lebih dari 200 juta orang meninggal.
"Ini recall sedikit, semua pandemi di dunia itu terjadi udah 10 kali lebih. The biggest killer in humanity itu pandemi," kata BGS.
"Pandemi itu enggak bisa di-rem. Enggak bisa hilang dalam satu tahun, dua tahun. Pandemi itu enggak ada seperti virus polio yang hilang [dalam kurun waktu] 10 tahun, enggak ada," lanjutnya.
Lebih lanjut, BGS bilang kalau strategi terpenting dalam mengantisipasi pandemi selanjutnya adalah berkaca pada pengalaman. Hal terpenting yang harus dilakukan bila terjadi pandemi lagi adalah mencegah peningkatan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit di atas kapasitas.
"Kalau ada pandemi lagi, bukan menghilangkan, tapi menjaga jangan sampai orang yang masuk rumah sakit di atas kapasitas. Yang waktu kemarin 120 ribu bed, jangan sampai lewat. Itu aja strategi perangnya," ujar BGS.
Selain itu, eks Wakil Menteri BUMN itu bilang ada peningkatan laboratorium untuk menunjang proses sequencing dari semula 16 lab, kini sudah bertambah menjadi 20 lab dan ada total 56 alat. Alat ini menjadi penyelamat Indonesia melawan pandemi Covid-19 lantaran mengetahui betul jenis virus yang tersebar di Tanah Air.
Jika dulu kapasitas tes genome sequencing dari yang hanya berkisar 800 sampel per minggu, kini pemerintah mampu melakukan tes genome sequencing mencapai 2.700 sampel per minggu. Kemampuan genome sequencing disebutnya meningkat hingga tiga kali lipat.
"Sekarang sudah menjadi 56 alat di seluruh Indonesia dan itu meningkatkan lebih dari tiga kali lipat meningkatkan kapasitas genome sequencing kita," kata BGS.
"Nah genome sequencing ini adalah strategi untuk mengidentifikasi musuhnya yang berupa virus bakteri atau jamur," lanjutnya.
Hibah putaran pertama
Kemarin, Dewan Pengurus The Pandemic Fund telah menyetujui hibah putaran pertama bagi 37 negara yang mencakup 19 proyek, di mana tiga di antaranya merupakan proyek multilateral yang melibatkan dua atau lebih negara. Dari catatan Dewan Pengurus, pendanaan putaran kali ini mencapai US$338 juta atau setara Rp 5,08 triliun.
Seperti diketahui, Pandemic Fund adalah alokasi pendanaan yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan terhadap pandemi di masa depan. Pendanaan ini dibentuk pada September 2022 dan secara resmi diluncurkan di bawah Presidensi G20 Indonesia pada pertemuan G20 di Bali, Indonesia, November 2022.
Pandemic Fund adalah mekanisme pembiayaan multilateral pertama yang didedikasikan untuk menyediakan hibah multi-tahun untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menjadi lebih siap menghadapi pandemi di masa depan. Dewan pengurus menegaskan bahwa proyek terpilih akan menerima dana untuk memperkuat pengawasan penyakit dan peringatan dini, sistem laboratorium, dan tenaga kesehatan.
"Berdasarkan proposal yang direkomendasikan oleh Panel Penasihat Teknis (TAP), 19 proyek yang dipilih oleh Dewan Pengurus, berfokus pada tiga bidang prioritas 'Call for Proposal' pertama dan akan menguntungkan 37 negara yang mewakili semua wilayah geografis Bank Dunia, dengan setidaknya 2 proyek dialokasikan per wilayah," ungkap Dewan Pengurus dalam siaran pers, Selasa (21/7/2023).
Adapun, sekitar 30% dari hibah yang dialokasikan adalah untuk proyek-proyek di Afrika sub-Sahara - wilayah dengan permintaan tertinggi untuk hibah Dana Pandemi. Lebih dari 75% proyek yang didukung oleh Panggilan pertama berada di negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah.
Proyek-proyek ini melibatkan berbagai Entitas Pelaksana dan proyek-proyek ini mendukung tujuan Pandemic Fund, yakni memberikan sumber daya tambahan yang berdedikasi untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan tanggapan pandemi, memberi insentif kepada negara-negara untuk meningkatkan investasi, meningkatkan koordinasi di antara mitra, dan berfungsi sebagai platform untuk advokasi.
"Kami sangat senang bahwa Pandemic Fund telah dapat bergerak maju begitu cepat untuk mengalokasikan dana ke proyek-proyek yang mewakili keseimbangan yang baik di seluruh wilayah geografis, kelompok pendapatan negara, dan Entitas Pelaksana yang berpartisipasi," kata Wakil Ketua Dewan Pengurus Pandemic Fund yang juga mantan menteri keuangan RI Chatib Basri dan Sabin Nsanzimana selaku Menteri Kesehatan Rwanda, dalam pernyataan resminya.
Menurut Chatib dan Sabin, Dewan Pengurus Pandemic Fund bekerja dengan rajin untuk memastikan proses seleksi inklusif dan transparan, mengutamakan keadilan.
Semua proposal ditinjau dan dievaluasi secara independen oleh Panel Penasihat Teknis (TAP) dan kami yakin bahwa portofolio proyek yang dipilih oleh Dewan untuk pendanaan akan meningkatkan kapasitas pencegahan, kesiapsiagaan, dan tanggapan (PPR) pandemi dan menanggapi ketidaksetaraan yang diungkapkan COVID-19 lebih lanjut kepada dunia.
Lebih lanjut, Dewan Pengurus menegaskan sesuai dengan misi Pandemic Fund untuk mengkatalisasi pendanaan dan mempromosikan koordinasi, hibah senilai US$338 juta yang diberikan akan memobilisasi lebih dari US$2 miliar sumber daya tambahan, menambahkan US$6 untuk setiap US$1 yang berasal dari pendanaan ini.
"Banyak proyek melibatkan kerjasama antar negara, badan-badan PBB dan Bank Pembangunan Multilateral. Menanggapi seruan untuk proposal ini, negara-negara telah memobilisasi masyarakat sipil dan jaringan mitra pengiriman," ungkap pengurus.
Tidak hanya itu, banyak pula proyek melibatkan kolaborasi lintas batas dan regional, pendekatan One Health atau pendekatan kolaboratif yang menggabungkan kesehatan manusia, hewan, dan ekosistem, serta pertimbangan gender dan kesetaraan.
Dewan Pengurus The Pandemic Fund bertujuan untuk meluncurkan Panggilan untuk Proposal kedua pada akhir tahun 2023, berdasarkan pelajaran dari Panggilan untuk Proposal pertama. Pandemic Fund, yang diselenggarakan oleh Bank Dunia, telah mengumpulkan US$2 miliar modal awal dari 25 kontributor pemerintah dan filantropis. Dewan Pengurus Pandemic Fund akan memulai Call for Proposal putaran kedua pada akhir tahun 2023.
(miq/miq)