Cegah Talesamia Dengan Deteksi Dini dan PGT-M

Jakarta, CNBC Indonesia - Talasemia merupakan penyakit keturunan (kelainan genetik) karena kelainan sel darah merah yang mudah pecah akibat kekurangan protein pembentuk haemoglobin. Kelainan ini menyebabkan penderita kekurangan darah sehingga pada kondisi yang berat harus dilakukan transfusi darah.
Meski begitu, kelainan ini dapat dicegah melalui deteksi dini. Apalagi, talasemia diturunkan melalui perkawinan antara pasangan yang pembawa sifat (carrier). Pasangan pembawa sifat talasemia kelihatan sehat (tidak bergejala), karena kelainan ini hanya dapat diketahui melalui pemeriksaan darah dan analisis hemoglobin.
Direktur Medis PT. Morula Indonesia, Dr. dr. Arie A. Polim, D.MAS, MSc, Sp.OG(K)-FER, mengatakan penyakit Talasemia Mayor belum bisa disembuhkan dan harus transfusi darah seumur hidup. Meski demikian, penyakit ini bisa dicegah dengan menghindari pernikahan sesama pembawa sifat Talasemia.
"Oleh sebab itu, deteksi dini sangat penting untuk mengetahui status seseorang apakah dia pembawa sifat atau tidak, karena pembawa sifat Talasemia sama sekali tidak bergejala dan dapat beraktivitas normal," jelas dr. Arie dalam keterangan resmi, Kamis (9/10/2023).
![]() |
Idealnya, deteksi dini dilakukan sebelum memiliki keturunan, melalui riwayat keluarga penderita talasemia dan melakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya pembawa sifat talasemia. Dengan begitu, pernikahan antar sesama pembawa sifat dapat dihindari.
Untuk mengetahui seorang penderita talasemia, akan dilakukan pemeriksaan riwayat penyakit keluarga. Beberapa keluhan yang diperhatikan seperto pucat dan lemas karena anemia, gangguan pertumbuhan, gangguan kecerdasan, gangguan nutrisi. Kemudian adanya riwayat transfusi darah berulang, dan kelainan pada pemeriksaan hematologi.
"Prevalensi talasemia di Indonesia sekitar 3% hingga 8%. Rumah Sakit Pemerintah Pusat mencatat setidaknya ada 20 kasus setiap tahunnya. Jika kedua orang tua merupakan pembawa gen talasemia minor, maka kemungkinan bayinya akan menjadi pembawa sifat (carrier) sebesar 50%, kemungkinan sehat sempurna 25% dan kemungkinan menderita talasemia mayor sebesar 25%," ujar dr. Arie.
Berdasarkan data dari Yayasan Talasemia Indonesia, terjadi peningkatan kasus talasemia yang terus menerus. Pada 2012 tercatat ada 4.896 kasus, sementara pada Juni 2021 data penyandang talasemia di Indonesia sebanyak 10.973 kasus. Provinsi Jawa Barat merupakan daerah dengan penderita terbanyak.
Dari sisi pembiayaan, BPJS Kesehatan mencatat Talasemia menempati posisi ke-5 di antara penyakit tidak menular setelah penyakit jantung, gagal ginjal, kanker dan stroke yaitu Rp 2,78 triliun pada 2020.
Secara klinis ada tiga jenis talasemia, yakni talasemia mayor, talasemia intermedia, dan talasemia minor/trait/pembawa sifat. Pasien talasemia mayor memerlukan transfusi darah secara rutin seumur hidup (2-4 minggu sekali).
Berdasarkan hasil penelitian Eijkman pada 2012, diperkirakan angka kelahiran bayi dengan talasemia mayor sekitar 20% atau 2.500 anak dari jumlah penduduk 240 juta.
Pasien talasemia intermedia membutuhkan transfusi darah, tetapi tidak rutin. Sementara pasien talasemia minor, trait, pembawa sifat secara klinis sehat, hidup seperti orang normal secara fisik dan mental, tidak bergejala dan tidak memerlukan transfusi darah.
Sejalan dengan meningkatnya insiden talasemia di Indonesia, maka semakin banyak pasien yang bergantung pada transfusi darah sebagai pengobatan seumur hidup. Apabila sudah terjadi pernikahan sesama pembawa sifat, salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah melakukan penapisan kromosom pembawa penyakit melalui proses bayi tabung (IVF).
Setelah itu, dilanjutkan dengan pemeriksaan kromosom melalui teknologi PGT-M (Pre-Implantation Genetic Test for Monogenic disorder). Teknologi ini dapat mendeteksi mutase single-gene (monogenic) yang dapat mengakibatkan munculnya penyakit genetik bawaan seperti Thalassemia, Spinal Muscular Atropy dan Cystic Fibrosis.
Teknologi PGT-M juga dapat membantu pasangan mendapatkan keturunan dengan tingkat risiko rendah untuk terkena Thalassemia, Spinal Muscular Atropy, Cystic Fibrosis dan penyakit genetik lain.
"Dengan teknologi ini, kami dapat memberikan secercah harapan kepada pasien bahwa mereka dapat memiliki bayi yang sehat. Demikian juga, pasangan dengan talasemia minor dapat dipastikan memiliki anak-anak yang terbebas dari talasemia dan hidup sehat," tutur dr. Arie.
[Gambas:Video CNBC]
Optimalisasi Program Hamil, Morula Hadirkan PGTA & PGTM
(rah/rah)