
Industri Film Hollywood Lesu, Dihantam Streaming dan Drakor!

Jakarta, CNBC Indonesia - Perhelatan Academy Awards digelar Senin pagi ini (28/3/2022) di The Dolby Theatre, Los Angeles, Amerika Serikat (AS). Kembali gemerlapnya penampilan sederet bintang film ternama di karpet merah menandai optimisme Hollywood setelah melewati tahun-tahun berat selama pandemi Covid-19.
Seperti industri perfilman negara lain, industri perfilman Amerika Serikat (AS) juga tak luput dari banyak tantangan. Industri film Hollywood kini dihadapkan pada 'musuh' yang tidak sedikit mulai dari budaya menonton lewat streaming, kemunculan China sebagai raja box office yang baru, serta serbuan film Korea Selatan.
Terpilihnya CODA sebagai Film Terbaik di Oscar hari ini juga menandai sejarah baru industri film Hollywood dan berjayanya layanan streaming. CODA yang diproduksi dan dirilis Apple TV+ merupakan film Over The Top (OTT) dan tidak masuk dalam jaringan bioskop pertama yang dinobatkan sebagai film terbaik dalam sejarah 94 tahun perhelatan Oscar.
Berdasarkan Motionpictures.org, box office film AS mampu mengumpulkan pundi-pundi sebesar US$ 21,3 miliar pada tahun 2021, naik 81% dibandingkan pencapaian tahun 2020. Namun, angkanya hanya separuh dari perolehan pra-pandemi tahun 2019 (US$ 42,3 miliar) ataupun 208 (US$ 41,8 miliar).
Perolehan domestik film AS (termasuk Kanada) hanya sebesar US$ 4,5 miliar, terendah sejak 1992. Secara global, Spider-Man: No Way Home menjadi juara dengan perolehan sebesar US$1,89 miliar disusul dengan No Time To Die (US $774 juta) dan F9: The Fast Saga (US $726 juta).
Jumlah film Hollywood yang dirilis pada tahun lalu mencapai 387, naik 14,5% dibandingkan tahun 2020 tetapi tidak ada setengah dari produksi 2019 (987).
"Saya merasa sangat percaya diri menghadapi masa depan. Kita mampu menavigasi tantangan terbesar dalam abad ini. Anggota kita adalah orang-orang yang paling kreatif dan dinamis di dunia. Kapasitas mereka mampu menghadirkan cerita-cerita luar biasa dan menginspirasi yang memikat miliaran orang," tutur Presiden Asosiasi Perfilman AS Charles H. Rivkin, dalam laporan Theme Report 2021.
Dalam sepuluh tahun terakhir, blockbuster film AS dipenuhi dengan film-film superhero, film dengan spesial efek canggih, film sekuel serta film horor. Berdasarkan data Box Office Mojo, 10 besar film terlaris sepanjang masa diduduki Avatar dan deretan film superhero produksi Marvel Studios seperti Avengers. The Lion King menjadi satu-satunya film animasi yang masuk 10 besar.
Dalam tiga tahun terakhir, industri film Hollywood dihadapkan pada sejumlah tantangan berat. Namun, musuh bukanlah alien, mahkluk dengan kekuatan super, agen mata-mata, ataupun teroris.
'Musuh' industri film Hollywood muncul dalam bentuk budaya menonton film melalui streaming, maraknya pembajakan, sentimen nasionalisme, hingga pandemi Covid-19.
Pada 2020 atau tahun pertama pandemi, pendapatan box office film AS hanya US$ 11,8 miliar, turun 72% dibandingkan era pra pandemi (US$ 42,2 miliar). Pelemahan ekonomi, pembatasan jumlah penonton, hingga penutupan bioskop membuat industri film Hollywood limbung karena pandemi.
Pandemi juga turut mengubah gaya hidup orang, termasuk dalam menonton film. Layanan menonton film melalui saluran OTT melonjak tajam selama pandemi.
Streaming film menjadi banyak pilihan orang yang enggan karena bioskop karena alasan kesehatan, kepraktisan, dan biaya. Netflix, HBO, hingga Viu pun mendulang banyak pelanggan selama pandemi.
Berdasarkan data Motionpictures, pada 2021 menonton film melalui streaming menguasai market share industri hiburan yakni 72%. Naik drastis dibandingkan 2019 (46%). Penonton film bioskop atau sarana teater lain mencapai 21% sementara yang menonton melalui penyewaan DVD dan lain-lain sebanyak 7%.
Hingga kuartal III-2021, pelanggan Netflix mencapai 214 juta, naik 16 juta dibandingkan tahun sebelumnya. HBO Max telah memiliki 73 juta pelanggan. Sementara itu, Viu yang lebih memfokuskan diri pada film dan drama TV produksi negara Asia, juga mencatatkan jumlah pelanggan bulanan sebanyak 59,6 juta pada tahun 2021, naik 30% secara tahunan.
Tidak hanya layanan streaming, industri film Hollywood juga kini dihadapkan pada munculnya China sebagai raksasa baru box office. Industri film China diuntungkan dengan besarnya populasi dan dukungan pemerintahnya. Dengan jumlah penduduk mencapai 1,4 miliar, China memiliki pasar besar untuk menggerakkan industri film.
China memang masih menjadi pasar terbesar bagi film-film produksi AS dengan nilai mencapai US$ 7,3 miliar disusul dengan Jepang (US$ 1,5 miliar) dan Inggris (US$ 0,8 miliar). Namun, film-film lokal merajai box office dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2021, pendapatan box office di China menembus 47,2 miliar yuan atau US$ 7,3 miliar atau sekitar Rp 105 triliun, melonjak 20 miliar yuan dibandingkan 2020. Dari jumlah 47,2 miliar yuan, sebesar 40 miliar yuan atau 84,5% adalah film lokal.
Delapan dari 10 box office di China pada tahun lalu didominasi film lokal di mana The Battle at Lake Changjin menjadi jawaranya. Film garapan tiga sutradara Chen Kaige, Hark Tsui, dan Dante Lam itu menghasilkan total pendapatan sebesar 5,77 miliar yuan sejak dirilis pada 30 September 2021.
Film tersebut menjadi yang terlaris dalam sejarah China dan hanya kalah dari Spider-Man: No Way Home secara perolehan global. Jumlah layar di China pada 2021 juga bertambah signifikan menjadi 82.248, naik dibandingkan 6.667 di tahun sebelumnya.
Yin Hong, Wakil Presiden daru Asosiasi Film China dan profesor di Tsinghua University,
Film film box office China memiliki formula yang hampir sama seperti berfokus pada individu, memiliki genre yang sangat jelas, menampilkan visual yang bagus serta menghadirkan nilai nilai kemanusiaan. Erich Schwartzel mengatakan sentimen nasionalisme berperan besar dalam lonjakan penonton film produksi China. Schwartzel merupakan jurnalis The Wall Street Journal sekaligus pengarang buku Red Carpet, yang menggambarkan peran China melalui layar bioskop.
"Mereka tidak lagi membutuhkan film-fim produksi Barat, mereka ingin melihat cerita mengena mereka sendiri. Sekarang Hollywood yang lebih membutuhkan China bukan sebaliknya," tutur Schwartzel, seperti dikutip Elpais.
Sebagai contoh, film terlaris China, The Battle at Lake Changjin, bercerita mengenai pertempuran antara tentara China melawan Amerika Serikat di Danau Changjin pada 1950. Film itu juga menggambarkan aksi heroik China dalam membantu Korea dengan mengirim pasukan perangnya untuk menolak agresi Amerika Serikat.
Tantangan lain industri film Hollywood juga datang dari Korea Selatan. Dibanding China, pendapatan film Korea Selatan memang masih kalah jauh karena jumlah penduduknya yang jauh lebih sedikit. Namun, Korea Selatan menjadi raja baru dalam drama TV.
Pada tahun 2021, box office Korea Selatan mengumpulkan pendapatan sebesar US$ 485,3 juta dengan jumlah penonton mencapai 60,5 juta orang. Industri film Korea juga mengalami anomali pada 2021 di mana film keluaran AS merajai box office mereka. Padahal, pada tahun sebelumnya, film besutan lokal selalu merajai box office Korea Selatan.
Namun, ekspor Korea Selatan untuk hak properti intelektual menembus US$ 20,86 miliar pada tahun lalu, naik dari US$15,42 miliar pada tahun 2020. Ekspor tersebut berupa game, K-Drama, dan K-Pop.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Michelle Yeoh Aktris Terbaik, Ini Daftar Pemenang Oscar 2023