
Waspada! Bukan Covid, Penyakit Ini Bisa Jadi 'Bom Waktu'

Jakarta, CNBC Indonesia - Penelitian terbaru menemukan bahwa jumlah orang yang hidup dengan penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi naik dua kali lipat sejak tahun 1990. Peneliti juga menemukan setengah dari semua penderita, sekitar 720 juta orang, tidak diobati pada tahun 2019.
Hipertensi secara langsung terkait dengan lebih dari 8,5 juta kematian setiap tahun. Ini juga merupakan faktor risiko utama untuk penyakit stroke, jantung dan hati.
Hal ini terungkap dalam laporan tim internasional dari Non-Communicable Disease Risk Factor Collaboration (NCD-RisC) yang menganalisis data dari lebih dari 1.200 penelitian nasional. Studi itu mencakup hampir setiap negara di seluruh dunia.
Mereka menggunakan pemodelan untuk memperkirakan tingkat tekanan darah tinggi di seluruh populasi. Termasuk jumlah orang yang minum obat untuk kondisi tersebut.
Analisis menemukan bahwa pada tahun 2019, ada 626 juta wanita dan 652 juta pria yang hidup dengan hipertensi. Ini mewakili kira-kira dua kali lipat dari perkiraan 331 juta wanita dan 317 juta pria dengan kondisi pada tahun 1990.
Analisis menemukan bahwa 41% wanita dan 51% pria dengan tekanan darah tinggi tidak menyadari kondisi mereka. Ini berarti ratusan juta orang kehilangan pengobatan yang efektif.
"Meskipun kemajuan medis dan farmakologis selama beberapa dekade, kemajuan global dalam manajemen hipertensi telah lambat, dan sebagian besar orang dengan hipertensi tetap tidak diobati," kata Majid Ezzati dari Imperial College London dan penulis studi senior, dikutip AFP, Rabu (25/8/2021).
Sebenarnya, dalam analisis yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet, Kanada dan Peru memiliki proporsi tekanan darah tinggi terendah di antara orang dewasa pada 2019. Sekitar satu dari empat orang hidup dengan kondisi tersebut.
Sedangkan, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, Swiss, Spanyol, dan Inggris memiliki tingkat hipertensi terendah pada wanita, kurang dari 24%. Sementara Eritrea, Bangladesh, Ethiopia, dan Kepulauan Solomon memiliki tingkat terendah pada pria kurang dari 25%.
Di sisi bumi lainnya, lebih dari separuh wanita di Paraguay dan Tuvalu menderita hipertensi. Serta lebih dari setengah pria di Argentina, Paraguay, Tajikistan juga memiliki kondisi tersebut.
Robert Storey, profesor Kardiologi di University of Sheffield, mengatakan Covid-19 telah mengalihkan perhatian pemerintah dari realitas hipertensi. Padahal ini juga tak kalah penting.
"Pandemi penyakit kardiovaskular kurang mendapat perhatian dalam 18 bulan terakhir. Padahal tren dunia memilih gaya hidup tidak sehat seperti konsumsi lemak tinggi, gula, garam dan alkohol, gaya hidup sedentary dengan menghindari olahraga, dan merokok," kata Storey.
"Sangat penting bahwa praktik terbaik dalam kebijakan pemerintah diadopsi oleh semua negara untuk menghindari 'bom waktu' penyakit jantung dan stroke," tambah ia.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kenali Tanda Hipertensi Sejak Awal dan Cara Mengendalikannya