WHO Peringatkan soal Varian Delta, Buat Kematian Meroket
Jakarta, CNBC Indonesia - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengutarakan sebuah kekhawatiran baru akan maraknya Covid-19 varian Delta di dunia. Badan PBB itu menyebut bahwa virus varian ini menyumbang angka kematian yang cukup tinggi.
Hal ini setidaknya dapat terlihat jelas di Afrika. Benua itu menyaksikan peningkatan kematian akibat virus corona yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Angka kematian Covid-19 telah meningkat di seluruh Afrika, dengan tingkat mingguan tertinggi (6.343) hingga saat ini dilaporkan selama seminggu mulai 19 Juli 2021," kata Petugas Pengenalan Vaksin WHO untuk Wilayah Afrika, Phionah Atuhebwe, kepada CNN International dikutip Rabu (4/8/2021).
"Kematian meningkat 89%, dari 13.242 menjadi 24.987, dalam 28 hari terakhir, jika dibandingkan dengan statistik selama 28 hari sebelumnya."
Hal sama juga diutarakan Sekjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. Ia mengatakan bahwa angka kematian pandemi memburuk didorong oleh varian Delta yang sangat menular.
Varian ini, disebut lebih mematikan daripada jenis asli virus corona. Varian Delta yang terdeteksi di setidaknya 132 negara, telah meningkatkan infeksi Covid-19 secara global sebesar 80% dalam empat minggu terakhir.
"Hampir 4 juta kasus dilaporkan ke WHO minggu lalu, dan pada tren saat ini, kami memperkirakan jumlah total kasus akan melewati 200 juta dalam dua minggu ke depan," tambah Ghebreyesus.
Afrika sendiri disebut sebagai wilayah dunia yang akan terdampak cukup parah dengan pandemi ini. Pasalnya angka vaksinasi di benua itu sangatlah minim, baru 1,5% dari total penduduk.
"Semua wilayah berisiko, tetapi tidak lebih dari Afrika ... Banyak negara Afrika telah mempersiapkan diri dengan baik untuk meluncurkan vaksin, tetapi vaksinnya belum tiba," kata Tedros.
Lebih lanjut, ia menargetkan agar 10% benua itu tervaksinasi pada September mendatang. Ia menekankan agar setiap negara yang memiliki kelebihan vaksin dan obat-obatan untuk membantu negara-negara Afrika dalam memerangi pandemi.
"Sekitar 3,5 juta hingga 4 juta dosis diberikan setiap minggu di benua itu, tetapi untuk memenuhi target September ini harus meningkat menjadi 21 juta dosis setidaknya setiap minggu," ujar pria asal Ethiopia itu.
(sef/sef)